Chereads / FORSETEARS : Rebirth and Revenge / Chapter 42 - EP. 042 - Kosong

Chapter 42 - EP. 042 - Kosong

Istana Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

"Ke mana lagi, aku harus mencari?" gerutu Raja Ehren kesal.

Raja Ehren sudah mencari sarin ke seluruh istana Okaru dan hasilnya nihil. Raja sudah berusaha mencari ke tempat yang paling berantakan berdasarkan saran dari ajudannya. Raja juga sudah memeriksa dengan teliti. Hasilnya, tidak ada sarin atau catatan tentang sarin di istana Okaru.

Raja memutuskan untuk kembali ke ruang kerjanya di istana Amayuni. Dia juga mengajak pengawalnya untuk kembali ke sana. Sesampainya di ruang kerjanya, dia membongkar sarin yang dibawa dengan bungkusan kain gendong. Raja mengeluarkan catatan yang tadi dia bawa.

"Bahan Musim Semi, 1345. Metilfosfonil diflourida, Jamujunu. Isopropil alkohol, Tirtanu. Metilfosfonil diklorida, Gaharunu", isi catatan sarin yang dibaca Raja Ehren.

Setelah membacanya, Raja segera menyimpan kertas catatan sarin ke tempat yang lebih aman. Raja menyandarkan tubuhnya ke kursi. Matanya menatap lurus ke langit-langit. Nafas panjang dihembuskan nya berkali-kali. Dia berpikir lagi. Berpikir untuk menemukan penjual bahan baku sarin.

Jika penjual bahan baku sarin ditemukan, kita bisa tahu siapa orang yang aktif menjual sarin. Jika tahu siapa yang menjual sarin, kita bisa tahu siapa saja pembelinya dan digunakan untuk apa. Kita juga mungkin akan tahu, siapa orang yang membunuh Raja Cedric, ayah Raja Ehren.

Raja Ehren mendapat sebuah ide. Beliau memanggil kepala koki istana. Ketika koki tiba di hadapannya, Raja bertanya dengan pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan untuk ajudannya.

"Jika aku punya sebuah buku. Buku rahasia, buku yang sangat menyenangkan untuk dibaca, tapi akan sangat memalukan kalau ketahuan orang lain. Di mana tempat terbaik untuk menyimpan buku seperti itu?" tanya Raja Ehren.

"Apakah ada buku yang seperti itu,Yang Mulia?", jawab kepala koki sambil berpikir.

"Ada. Buku rahasia yang biasanya disimpan pria", jawab Raja Ehren.

Kepala koki berpikir keras. Dia berusaha mengingat beberapa tempat persembunyian terbaik menurutnya. Dia juga mengingat-ingat apakah ada barang berbahaya yang disimpannya atau tidak.

"Ada beberapa kemungkinan, Yang Mulia. Seperti lemari dapur, kendil bumbu, gentong air, gentong arak bawah tanah, dalam buku berlubang, dan… sudah itu saja sepertinya", jawab kepala koki.

Raja Ehren kemudian pergi ke dapur istana. Hari sudah sore, dapur terlihat sangat sibuk untuk mempersiapkan makan malam. Saking sibuknya, tidak ada yang menyadari bahwa Raja hadir di dapur. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"YANG MULIA DATANG!" teriak pengawal Raja.

Sontak, semua orang yang ada di dapur kaget. Beberapa orang bahkan sempat menumpahkan sesuatu saking kagetnya. Biasanya, Raja Ehren tidak pernah masuk dapur.

"Maaf. Ada yang perlu saya periksa di dapur ini. Tolong semuanya berhenti dan berkumpul di tengah ruangan", perintah Raja.

Semua orang berkumpul ke bagian tengah dapur. Semua kompor dimatikan. Raja Ehren dan pengawalnya mulai menggeledah isi dapur. Mereka memeriksa semua lemari dan semua wadah. Ternyata tidak ada sarin atau catatan tentangnya di dapur.

"Di mana tempat penyimpanan gentong arak?" tanya Raja Ehren pada seorang pekerja.

"Di luar bangunan, di bagian belakang", jawab seorang pekerja.

"Tunjukkan padaku tempatnya", perintah Raja.

Pekerja itu mengambil sebuah cangkul. Dia mencangkuli tanah di dekat sumur. Di dalamnya ada beberapa tutup berlapis, mulai dari tutup kayu hingga tutup tanah liat yang dibungkus kain. Ketika dibuka, ada gentong tanah besar yang ditimbun di dalam tanah. Gentong itu benar-benar berisi arak, bukan sarin.

Pekerja dapur tidak hanya menggali di satu tempat. Dia juga menggali ke tempat yang lain di sekitar dapur. Raja juga melihat dia menggali sehingga Raja tahu bahwa tidak ada gentong tanah yang berisi sarin atau barang bukti lain.

Raja kembali ke dalam dapur. Semua orang di dalamnya melanjutkan aktivitas. Mereka sudah kembali memasak saat Raja berada di luar bersama pekerja yang membawa cangkul. Saat Raja masuk, mereka berhenti sejenak.

"Terima kasih kerjasamanya. Jika ada seseorang diantara anda yang mengetahui hal yang janggal, silakan temui saya di istana Amayumi. Jangan sungkan. Tolong rahasiakan yang terjadi sore ini", kata Raja.

Raja kembali lagi ke istana Amayuni. Ada seorang perempuan pekerja dapur yang mendengarkan Raja dengan cermat. Dia teringat sesuatu namun dia diam saja. Setelah Raja pergi, dia lanjut bekerja seperti tidak ada apa-apa.

Makan malam dimulai. Satu persatu keluarga anggota kerajaan mulai memasuki aula besar. Dahulu, ada empat orang yang duduk di meja besar, yaitu Raja Cedric, Putra Mahkota Ehren, dan Putri Mahkota Alatariel. Namun sekarang, hanya ada Raja Ehren seorang yang duduk di meja besar. Ruang makan aula terlihat lebih besar dan lebih kosong.

Raja Ehren yang duduk di tengah mengamati semua hal yang ada di sekelilingnya. Mulai dari bangku kosong di samping kanannya, dinding, hiasan dinding, meja, Selir Adeline yang sedang makan, ada selir lainnya juga. Di meja sebelah kiri ada Paman Alvaro lalu bangku kosong lagi. Ruang makan yang dulu ramai, kini berubah sepi.

Tidak ada lagi ibunda Ehren. Tidak ada lagi Raja Cedric. Tidak ada lagi Ratu Alatariel. Kini tinggal Raja Ehren yang duduk sendirian di meja utama. Terkadang dia menelan makanan, terkadang dia menelan liurnya sendiri. Tarikan napas panjang, menjadi pengiring makan malam Raja Ehren. Dia berusaha untuk berdamai dengan kesepian.

Selir Adeline sadar dengan kondisi Raja Ehren. Selir Adeline sudah mengenalnya sejak kecil. Bagi Ehren, Selir Adeline sudah seperti ibu kandungnya. Lagipula yang mengasuh Ehren sejak kecil adalah Selir Adeline. Itulah mengapa, Raja Ehren sangat menghormati dan mendengarkan kata-kata yang keluarnya.

Selir Adeline meletakkan makanannya yang belum habis ke sebuah nampan. Dia juga menaruh minumnya di sana. "Ssssrttttrrr!" dia menggeser kursi ke belakang. Suara ini menjadikan dirinya pusat perhatian. Semua mata tertuju pada Selir Adeline, termasuk Raja.

Selir Adeline pindah ke tempat makan di samping Raja Ehren. Semua orang melihatnya, tapi tidak ada yang berani menegurnya. Raja juga diam saja melihat hal itu. Duduk sembarangan di samping Raja adalah hal illegal. Namun, karena Raja diam maka tidak ada satupun orang yang berani komplain.

"Bagaimana hasil hari ini?" tanya Selir Adeline sambil memotong lauknya.

"Nihil. Aku sudah mencari ke semua tempat yang mencurigakan, tapi hasilnya nihil", jawab Raja.

"Tempat yang mencurigakan? Tempat seperti apa?", tanya Selir Adeline.

"Tempat yang paling berantakan seperti kamar ayah, kamar lamaku dulu di Okaru, dapur, dan gentong arak", kata Raja Ehren.

"Yang Mulia masih mencurigai Ratu Alatariel?" tanya Selir Adeline blak-blakan.

Raja Ehren kaget sejenak mendengar perkataan Selir Adeline. Dia tak menyangka, Selir Adeline menanyakan hal seperti itu. Dia langsung menatap wajah Adeline yang sedang makan. Adeline tahu itu dan melanjutkan obrolannya.

"Semua tempat yang anda sebutkan tadi adalah tempat yang sering dikunjungi Ratu Alatariel. Anda masih merindukannya, ya?" tanya Selir Adeline sambil menyendok makanan.

"Merindukannya? Omong kosong", jawab Raja Ehren.

Ruang makan anggota kerajaan sangat besar. Walaupun mengobrol lama, suara Raja Ehren dan Selir Adeline tidak akan terdengar jelas di meja lainnya, termasuk meja paman Alvaro.

Paman Alvaro hanya bisa melihat Raja Ehren dan Selir Adeline mengobrol dengan serius. Sejenak, paman Alvaro penasaran dengan apa yang dibicarakan mereka berdua. Sejenak, paman Alvaro iri dengan kedekatan Raja Ehren dan Selir Adeline.

"Jika aku manusia biasa, aku tidak akan berani menyimpan sesuatu di tempat yang sering dikunjungi Raja dan Ratu. Itu sama saja dengan cari mati", kata Selir Adeline melanjutkan percakapan.

"Lalu disimpan ke mana?", tanya Raja Ehren.

"Tempat yang bisa diakses banyak orang, jarang dikunjungi Raja dan Ratu, namun tidak ada orang lain yang berani menyimpan barang berharga di situ", jawab Selir Adeline.

Di salah satu kapal yang bersandar di dermaga pelabuhan Kaliko, seseorang berpakaian ninja sedang berdiri di atas dek utama. Dia memandangi langit malam dan suasana sepi Desa Kaliko. Tiba-tiba, seekor burung Elang menghampirinya. Elang itu membawa catatan di kakinya. Ninja hitam tersebut segera membaca tulisan yang dibawa Elang.

"Aissh… Sial! Kenapa harus malam ini, sih?" gerutu pria Ninja tersebut.