"Siapa yang menulis ini? Dari mana dia tahu kalau kita sedang patroli sekarang?", tanya Xavier.
"Entahlah. Karena itulah, saya berikan surat ini ke anda", kata Dimas.
"Sebentar, sepertinya aku familiar dengan tulisan ini? Ini tulisan siapa ya?" ucap Xavier sambil berusaha mengingat sesuatu.
"Mungkin ini tulisan dari seseorang yang kakak kenal", kata Dimas.
"Mungkin. Bisa jadi", kata Xavier.
Xavier dan Dimas melanjutkan patroli mereka. Setelah semua area pelabuhan sudah disisir, mereka berbalik badan dan menyisir area itu lagi untuk yang kedua kalinya. Kemudian mereka keluar dari pantai dan area pelabuhan menuju pemukiman penduduk hingga pagi tiba.
Sebelum pulang ke markas, semua anggota tim Akas berkumpul untuk evaluasi. Satu persatu orang melaporkan temuannya. Ada dua persamaan dari semua laporan yang terkumpul. Pertama, semua merasa tadi malam sangat sepi dan tidak ada satupun penduduk yang berani keluar rumah. Kedua, tidak ada hal mencurigakan yang ditemukan. Kecuali satu…
Xavier menyerahkan sebuah lipatan kertas pada Jenderal Yoshi dan berkata, "Jenderal Yoshi, tadi malam di pelabuhan Dimas dan saya menemukan kertas ini".
Jenderal Yoshi menerima lipatan kertas yang diberikan Xavier. Dia segera membacanya dalam hati didepan semua anggota tim Akas. Tiba-tiba Jenderal Yoshi mengangkat kepalanya dengan tatapan marah dan tidak percaya.
Jenderal Yoshi menatap satu persatu anggota Akas dalam diam. Mayoritas anggota tim bingung dengan sikap Jenderal Yoshi. Mayoritas dari mereka tidak tahu tentang apa yang terjadi. Hanya ada tiga orang yang tahu isi surat dan hal yang terjadi sekarang. Tiga orang itu adalah Dimas, Xavier, dan Jenderal Yoshi.
Ada satu orang tambahan yang menyadari sesuatu. Orang itu tetap diam dan berusaha menyangkal kenyataan. Awalnya, dia diam santai. Tiba-tiba, dia panik dan kaget saat melihat sekilas bentuk tulisan di dalam kertas yang dibaca Jenderal Yoshi. Dia banyak berkedip sambil mengatur napasnya. Orang yang panik itu adalah Yudanta.
Beruntungnya, tidak ada yang melihat wajah panik Yudanta. Jenderal Yoshi melihat ke arah lain saat Yudanta sedang panik-paniknya. Yudanta sadar kalau kertas yang dipegang Jenderal Yoshi adalah suratnya untuk pria ninja hitam, tangan kanan Carl.
"Aissh… Sial! Kenapa orang ini tidak membakar kertasnya saja?" batin Yudanta.
Setelah dibaca, Jenderal Yoshi segera memasukkan kertas ke dalam sakunya. Lalu, Jenderal Yoshi memerintahkan seluruh anggota timnya untuk berkemas dan pulang. Pagi hari ini, patroli yang dilakukan tim Akas tidak berhasil.
Istana Gaharunu, Tahun 1349
Carl berdiri di samping seekor kuda hitam yang besar. Kuda hitam itu berdiri di padang rumput di dekat peternakan. Kali ini, Carl menggunakan pakaian sutra sederhana polos berwarna putih, celana hitam, dan sepatu boot untuk berkuda. Dia berdiri sambil menyisir rambut kuda. Sepertinya, dia akan pergi berkuda. Pria ninja hitam mendekatinya.
"Bagaimana hasil penjualan kita pekan ini?" tanya Carl.
"Ada patroli yang rutin dilakukan setiap malam oleh Kerajaan Tirtanu. Pengambilan stok bahan di Tirtanu libur dan kita tidak bisa membuat sarin sebanyak minggu lalu", jawab pria ninja hitam.
Tiba-tiba, tangan Carl berhenti menyisir. Dia berbalik badan dan menatap tajam pada pria ninja hitam dengan angkuh. Pria ninja hitam itu hanya diam menunduk. Dia tidak berani untuk menatap kedua mata Carl. Bayangan sosok Carl yang tinggi dan besar tertempel di rerumputan. Carl menampar wajah pria ninja hitam itu dengan sisir kuda.
"Tack! Tack! Tack! Tack! Tack!"
Bukan sekali, tapi Carl menampar pria ninja hitam berkali-kali. Wajah pria ninja hitam langsung memerah dalam sekali tampar. Karena tamparannya berkali-kali, lama kelamaan kulit pipi pria ninja hitam robek dan berdarah. Rasanya sangat menyakitkan.
Tamparan itu membuat penutup kepala pria ninja hitam terlepas. Terungkap lah wajah asli pria ninja hitam. Pria itu sudah tidak tahan lagi dengan tamparan Carl datang bertubi-tubi. Akhirnya, dia memcengkram tangan Carl yang memegang sisir.
"KENAPA? KAU KESAL? KALAU KAU KESAL LAKUKAN SAJA SENDIRI", bentak ninja hitam.
"Wow… Wow… Wow… Lihatlah! Anjing ini berani melawan!", ledek Carl yang kesal.
"Tanpaku! Tanpaku bocah manja sepertimu bisa apa?", balas pria ninja hitam.
"FONSSS! Kau hanya kesal karena semua rencanamu gagal! Gak usah ngeles", kata Carl.
Tiba-tiba pria ninja hitam ini mendekati Carl dan menarik kerah bajunya. Fons, sang pria ninja hitam mendekatkan wajahnya ke wajah Carl. Carl dan Fons memiliki tinggi badan yang sama. Mudah bagi Fons untuk menakut-nakuti dan mengancam Carl.
"Hei… bocah manja. Kalau kau mau selamat, ikutilah perkataanku. Duduk manis saja dan ikuti perkataanku! Cuih…", ucap Fons ditutup dengan meludahi wajah Carl.
Carl diam saja walaupun diludahi Fons. Ternyata, Fons tidak hanya meludahi Carl tapi juga merobek perut Carl dengan pisau kecil. Mendadak, baju putih Carl dipenuhi oleh banyak noda darah merah.
"PENGAWAAAL… !!!" teriak Carl yang terduduk lemas menahan sakit.
Markas Tim Akas, Tahun 1349
Yudanta mendekati Raefal yang sedang makan siang di markas Tim Akas. Dia segera duduk di samping Raefal dan meletakkan piring makanannya di meja.
"Bagaimana rasa kripik ikan buatanku? Enak kan?", tanya Yudanta membuka percakapan.
"Kau mau jawaban yang sebaiknya atau sejujurnya?", tanya Raefal.
"Bukankah jawaban yang baik itu jawaban yang jujur?", balas Yudanta.
"Au… belum tentu. Yang baik belum tentu jujur. Yang jujur belum tentu baik", kata Raefal.
"Baiklah, aku pilih dua-duanya", jawab Yudanta.
"Yang baik dulu atau yang jujur dulu?" tanya Raefal.
"Yang jujur dulu!" jawab Yudanta.
"Yakin?" tanya Raefal meledek.
"Yakin!", jawab Yudanta.
"Walaupun itu pahit?", tanya Raefal memastikan.
"Ya. Tidak apa-apa. Memang jawaban sepahit apa yang bisa ku dapatkan dari topik kripik ikan?", balas Yudanta.
"Kripik ikanmu terlalu asin. Seasin sikapmu padaku. Kau terlalu asin bagi diriku yang gampang pilek", kata Raefal.
"Lah… emang aku salah apa?" kata Yudanta.
"Dua hari yang lalu, waktu patroli, kau menghilang kemana? Aku harus menahan haus semalaman gara-gara kau", tanya Raefal.
"Kenapa?", tanya Yudanta kebingungan.
"Botol minumku kan kau bawa! Aku mencarimu ke pelabuhan Kaliko tapi kau tidak di sana. Gara-gara kamu, aku harus mondar mandir dari balai desa ke pelabuhan", jawab Raefal kesal.
"Maaf… maaf… Sebagai permintaan maafku, ini tambahan lauk untukmu!", kata Yudanta sambil mengambil ikan dari piringnya ke piring Raefal.
Raefal tidak berkata apa-apa. Dia hanya diam dan menatap Yudanta dengan kesal. Yudanta berpura-pura tidak tahu bahwa Raefal kesal. Dia malah membalas tatapan wajah Raefal sambil senyum cengengesan.
Di tempat lain, Xavier berjalan terburu-buru di lorong markas Tim Akas. Setelah berjalan cukup lama dan melewati dua belokan, dia tiba di sebuah ruangan dengan pintu tertutup. Xavier segera mengetuk pintu itu.
"Tok… tok… tok… Yudanta kau di dalam?", tanya Xavier.