Chereads / FORSETEARS : Rebirth and Revenge / Chapter 48 - EP. 048 - Yudanta

Chapter 48 - EP. 048 - Yudanta

"Mau ke mana?" tanya Yudanta.

Wajah Xavier dan Dimas langsung pucat karena kaget. Xavier segera menenangkan diri dan menjawab pertanyaan Yudanta.

"Seragamku bolong. Aku mau beli seragam baru", jawab Xavier.

"Beli seragam? Kenapa kau membawa buntalan sebesar itu?", tanya balik Yudanta.

"Sekalian mau cuci pakaian kotor", wajah Dimas.

"Sebentar lagi malam lho. Kita masih harus patroli ke Desa Kaliko, kan?", tanya Yudanta.

"Makanya aku ajak Dimas untuk membantu agar lebih cepat selesai. Sampai jumpa nanti ya!", jawab Xavier.

Yudanta sepertinya ingin mengobrol lebih lama lagi. Xavier sudah tak kuat lagi menahan diri lalu berpamitan dan kabur dari Yudanta secepatnya. Wajah Xavier pucat karena hampir kehabisan kata-kata. Untung dia bisa menjawab pertanyaan Yudanta dengan lancar. Sekarang dia hanya bisa berdo'a, semoga Yudanta tidak tahu bahwa dia berbohong.

Untuk menuju ke istana Amayuni dari markas tim Akas, Xavier dan Dimas harus berjalan menelusuri sebuah taman. Istana Amayuni terletak di tengah-tengah komplek istana. Markas tim Akas berada di sebelah timur laut istana Amayuni. Di sebelah tenggara istana Amayuni ada aula Ednura.

Di tengah taman yang terletak diantara istana Amayuni dan markas tim Akas, Xavier dan Dimas bertemu dengan Jenderal Yoshi. Xavier langsung mengangkat tangan kanannya untuk memanggil Jenderal Yoshi.

Untungnya, Jenderal Yoshi berjalan sambil melihat ke arah depan. Beliau melihat Xavier dan Dimas berjalan terburu-buru ke arahnya. Jenderal Yoshi mempercepat langkahnya untuk menemui mereka berdua. Akhirnya, mereka bertemu di tengah jalan.

"Pengkhianatnya Yudanta", kata Xavier pelan.

"Ha?! Apa?", balas Jenderal Yoshi.

Jenderal Yoshi tidak bisa mendengar ucapan Xavier saking pelannya. Akhirnya Xavier memeluk Jenderal dan berbisik di telinga kirinya.

"Peng-khi-a-nat-nya Yu-dan-ta", ucap Xavier dengan suara jelas dalam kecepatan yang pelan.

Jenderal Yoshi kaget dan bingung setelah mendengar perkataan Xavier. Setelah berbisik, Xavier mundur lagi dan berdiri dengan sopan di depan Jenderal. Xavier segera menurunkan buntalan kain yang diselampirkan di pundaknya.

"Jenderal, di mana surat yang ditemukan di pelabuhan tadi malam?", tanya Dimas.

"Sudah ku berikan ke Baginda Raja. Ada apa?" balas Jenderal Yoshi.

"Kami harus memastikan sesuatu", jawab Dimas.

"Memastikan apa?" tanya Jenderal Yoshi bingung.

Xavier duduk jongkok di atas tanah. Dia membuka buntalan kain di atas tanah. Dia menunjukkan tulisan nama Yudanta dipegangan setrika.

"Bentuk huruf A di sini, persis dengan huruf A yang ada di surat. Jika ada pengkhianat diantara kita, maka dia adalah Yudanta", kata Xavier.

Jenderal Yoshi diam sejenak. Dia memegangi pegangan setrika. Dia mengusap nama Yudanta yang ada di pegangan itu dengan ibu jari kanannya. Terasa ada benjolan tinta timbul di sana. Benjolan tinta itu menyadarkan Jenderal bahwa ini bukan mimpi.

Jenderal Yoshi berpikir. Dia mengingat-ingat tulisan di setrika dengan tulisan yang ada di surat. Ternyata tulisan itu sangat mirip. Namun sayangnya, dengan penuh percaya diri dia mengatakan bahwa semua anggota timnya bisa dipercaya di depan Raja Ehren. Berbagai pikiran negatif langsung menyerbu pikirannya.

"Kita harus memastikannya!", ucap Jenderal Yoshi.

Ucapan itu membuyarkan semua pikiran negatif sekaligus memecah keheningan.

"Kita harus memastikannya. Bawa setrika ini ke hadapan Baginda Raja!", perintah Jenderal Yoshi.

Xavier segera membungkus setrika dengan pakaian kotor. Kemudian, kain gendongnya diikat kembali dan diberikan pada Dimas. Dimas segera menyampirkan buntalan itu ke pundaknya. Kemudian mereka lanjut berjalan menuju istana Amayuni.

"Wuusdd! Wuusdd!"

Xavier dan Dimas langsung terjatuh. Kejadian ini terjadi tepat di belakang Jenderal Yoshi. Sayang, Jenderal Yoshi fokus melihat jalan yang ada di depannya. Beliau tidak melihat Xavier dan Dimas yang terjatuh di belakangnya.

Ternyata, ada dua anak panah melesat dengan tenang dan pelan ke arah Xavier dan Dimas. Anak panah ini menyerang mereka dari belakang. Satu anak panah mengenai punggung Xavier. Satu anak panah mengenai punggung Dimas. Mereka berdua langsung jatuh pingsan.

Seakan tidak puas, tubuh Xavier yang sudah berbaring lemas masih dihujani beberapa panah lagi. Satu persatu panah menancap di punggung Xavier untuk memastikan bahwa kesadarannya benar-benar hilang. Total ada 7 anak panah yang menancap di punggung Xavier.

Tubuh Dimas pun tidak luput dari amukan anak panah. Saat terjatuh, satu anak panah mengenai pundaknya. Setelah terbaring di tanah, beberapa anak panah berhasil menancap di bagian tangan, kaki, dan sebagian punggung. Akhirnya Dimas kehilangan kesadarannya.

Tidak ada satupun orang yang menolong Xavier dan Dimas. Ironis, Jenderal Yoshi yang berjalan membelakangi mereka juga tidak tahu hal ini terjadi sehingga Jenderal tidak menolong mereka. Tidak ada satupun penjaga di jalanan itu. Jalanan benar-benar sepi. Hanya ada Xavier, Dimas, dan Jenderal Yoshi disana.

Xavier dan Dimas tertembak panah tepat sebelum berbelok ke teras istana Amayuni. Jika mereka berhasil belok ke teras, para penjaga pasti akan menolong mereka. Suara panah sangat senyap. Jadi para penjaga di teras Amayuni tidak mengetahui peristiwa penembakan ini.

Seseorang memegang sebuah busur panah di lantai dua aula Ednura. Dia berdiri dengan gagah menghadap ke arah Xavier dan Dimas yang tergeletak di atas tanah. Tangannya masih memegang busur lengkap dengan anak panahnya dalam posisi siaga. Setelah memastikan Xavier dan Dimas tidak bergerak lagi, orang itu menurunkan busur panahnya dan berbalik badan. Ternyata orang itu adalah Yudanta.

Yudanta menuruni anak tangga untuk keluar dari aula Ednura. Aula Ednura berada di sebelah tenggara istana Amayuni dan di selatan markas tim Akas. Aula Ednura biasa digunakan sebagai tempat pengadilan. Namun, aula itu sangat sepi di sore hari karena sudah tidak ada lagi kegiatan pengadilan. Bagi Yudanta, aula Ednura di sore hari adalah tempat eksekusi yang sempurna tanpa ketahuan.

Yudanta berjalan menuju ke arah Xavier dan Dimas. Sesampainya di sana, dia mencabut anak panah yang menancap di tubuh Xavier satu persatu. Darah merah segar langsung mengucur dari lubang bekas anak panah. Semakin banyak anak panah yang dicabut, semakin banyak pula darah yang keluar.

"Kau kira aku tak tahu apa yang kalian lakukan? Kau kira aku akan diam saja?" ucap Yudanta pada Xavier yang pingsan.

Giliran Dimas telah tiba sekarang. Yudanta mencabut satu persatu anak panah yang menancap di tubuh Dimas. Darah juga langsung mengucur membasahi bagian belakang pakaian Dimas.

Semua anak panah bekas penembakan tadi disimpan kembali dalam sebuah tabung bambu. Tabung bambu ini digunakan untuk menyimpan anak panah. Yudanta menyimpannya dalam keadaan terbalik. Anak panah yang terkena darah diletakkan di bagian bawah agar tak terlihat dari luar.

Kini tinggal satu anak panah yang belum dimasukkan. Yudanta menggunakan anak panah ini untuk merobek buntalan tas yang Dimas bawa. Satu persatu pakaian dikeluarkan oleh Yudanta. Akhirnya, Yudanta menemukan setrika miliknya.

"Mereka sudah tahu, ya!", ucap Yudanta sambil memegang miliknya.

Yudanta segera pergi setelah mengambil setrikanya. Dia mampir ke aula Ednura untuk mengambil busur panahnya. Ternyata, dia juga membawa buntalan kain gendong warna tosca. Yudanta segera membongkar peralatan panahnya dan menyimpannya ke dalam buntalan kain gendong bersama setrikanya. Lalu, dia kembali lagi ke markas tim Akas serta mengabaikan Xavier dan Dimas.

"Sekarang tinggal satu orang lagi", ucap Yudanta.

— Flashback —

Saat mengobrol dengan Xavier di lantai bawah markas tim Akas, Yudanta sudah curiga dengan sikap Xavier. Dia melihat wajah Xavier yang pucat. Xavier juga menghindari kontak mata langsung dengan Yudanta. Bibir Xavier kering dan bergetar saat bicara. Dari sini, Yudanta tahu bahwa ada hal yang tidak beres.

Yudanta bergegas mengambil beberapa barang dari kamarnya. Lalu dia menyusul Xavier dan Dimas. Sesampainya di luar, Yudanta melihat Xavier menyerahkan setrika pada Jenderal Yoshi.

"Aaiishhh… sudah terlambat ya! Ternyata benar dugaanku", kata Yudanta.

Yudanta kemudian belok ke kiri untuk memasuki aula Ednura dari pintu belakang. Saat Jenderal Yoshi kembali ke markas, saat itulah eksekusi dilakukan.

— Flashback selesai —-

Langit yang biru, kini sudah berubah menjadi hingga kemerahan. Tim Akas segera berkumpul di lobi lantai satu markas. Mereka bersiap untuk berangkat ke Desa Kaliko.

"Apa semuanya sudah lengkap?", tanya Jenderal Yoshi.

"Xavier dan Dimas masih belum hadir", jawab Raefal.