"Benar. Aku menemukan sebuah kertas catatan tersembunyi. Isinya menyatakan bahwa ada orang di Tirtanu yang menjual bahan baku sarin pada seseorang. Aku tidak pernah tahu tentang transaksi ini. Andaikan aku tahu, aku pasti melarangnya", kata Raja Ehren.
"Berarti ada penghianat di sini. Entah dia di dalam atau di luar istana", kata Selir Adeline.
"Apakah Rin tahu siapa penghianatnya?" gumam Raja Ehren.
"Mungkin. Bagaimana kalau kita kembali menggunakan cara klasik?" tanya Adeline.
"Cara klasik?" tanya Raja Ehren ragu-ragu.
"Ya. Cara klasik dengan menggeledah seluruh area komplek istana. Kita lakukan diam-diam saat semua orang lengah. Anda ingin tahu orang yang menjual sarin di Tirtanu, kan?", jawab Selir Adeline.
"Baiklah. Akan aku pikirkan", kata Raja Ehren.
Komplek istana Kerajaan Tirtanu itu luas. Ada banyak orang yang bekerja di dalamnya. Rasanya hampir mustahil untuk menggeledah semua area dalam satu waktu. Raja Ehren berusaha menemukan cara untuk mencari cairan sarin atau minimal informasi tentang bahan dan jual belinya.
Raja Ehren berdiri dari singgasananya. Dia menuruni tangga aula tengah lalu pergi ke ruang kerjanya. Ruang kerja itu ada di belakang singgasananya.
Di dalam ruang kerja, Raja mengamati semua benda yang ada di sekitarnya mulai dari lorong sempit untuk berjalan, kursi yang posisinya miring, meja yang berantakan, lemari yang penuh buku, hingga dinding yang berdebu. Raja berjalan menuju sebuah lemari. Dia membuka lemari itu. Di dalamnya ada sebuah toples gerabah.
Raja mengambil toples gerabah itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata toples itu berisi stroberi. Kondisi stroberi di sana sangat bagus. Raja Ehren segera duduk dan menggigit stroberi kesukaannya. Saat stroberi pertama habis, Raja Ehren mendapat sebuah ide.
"PAK RAG!" teriak Raja Ehren memanggil ajudannya.
"Baik Yang Mulia. Saya hadir di sini", kata Pak Rag saat tiba di ruang kerja Raja.
"Apa saja tugas seorang ajudan?" tanya Raja Ehren.
Mendengar hal itu, wajah Pak Rag langsung pucat. Dia takut kalau tiba-tiba Raja marah karena tidak puas dengan kinerjanya. Pak Rag diam menunduk dan berpikir.
"Apa ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" tanya Pak Rag.
"Jawab saja pertanyaanku!" perintah Raja.
Pak Rag yang ketakutan berusaha menenangkan diri. Seingatnya, semua pekerjaan sudah dia lakukan dengan baik. Pak Rag berusaha mengingat, mungkin ada tugas yang dia lupa lakukan. Dia menarik napas panjang-panjang. Lalu pasrah. Pasrah jika tiba-tiba Raja marah lalu menghukumnya karena dia lupa akan sesuatu.
"Mencatat, menyimpan catatan, menjamu tamu dengan baik, dan membantu Yang Mulia", jawab Pak Rag dengan suara bergetar.
"Jika aku punya sebuah buku. Buku rahasia, buku yang sangat menyenangkan untuk dibaca, tapi akan sangat memalukan kalau ketahuan orang lain. Di mana tempat terbaik untuk menyimpan buku seperti itu?" tanya Raja Ehren.
"Maaf, Yang Mulia. Saya tidak paham", jawab Pak Rag kebingungan.
Raja Ehren berdiri dari kursinya. Dia berjalan mendekati Pak Rag. Pak Rag semakin ketakutan, tapi Pak Rag harus diam. Raja Ehren menatap mata Pak Rag dari jarak dekat. Kemudian Raja memiringkan kepalanya dan berbisik di telinga Pak Rag.
"Buku yang itu? Buku rahasia. Buku yang sering disembunyikan para pria. Kalau aku punya buku seperti itu, di mana tempat teraman untuk menyembunyikannya?" tanya Raja Ehren sambil tersenyum nakal.
"Buku yang itu. Oh… buku itu!", jawab Pak Rag kaget tapi dia paham buku apa itu. Pak Rag memberanikan diri untuk menoleh ke arah Raja dan memandang wajahnya.
Raja Ehren dan Pak Rag saling berpandangan. Raja mengangguk nakal sambil tersenyum ke arah Pak Rag.
"Kalau buku yang itu ada beberapa pilihan. Bisa di dalam laci yang atasnya ditutupi alas kayu palsu. Bisa juga di belakang atau di dalam karya seni tertentu. Di dalam kamar yang berantakan juga bisa", jawab ajudan.
"Ok. Terima kasih. Anda bisa bekerja lagi", kata Raja Ehren.
Pak Rag sangat lega karena tidak dimarahi oleh Raja Ehren. Dia tak menyangka bahwa Raja juga ingin membaca dan menyembunyikan buku seperti itu. Raja Ehren juga senang karena dia dapat petunjuk tentang beberapa tempat yang bagus untuk menyembunyikan sarin.
Raja Ehren memanggil Jenderal Calvin. Dia meminta alat pendeteksi sarin milik Ratu Alatariel. Untungnya, kertas pendeteksi sarin masih banyak. Jenderal Calvin memberikan sebagian kertas sarin untuk Raja Ehren.
Kamar yang paling berantakan. Kamar pertama yang terlintas di pikiran Raja Ehren adalah kamar Raja Cedric dan kamarnya di Okaru. Dia hanya mengajak seorang pengawal untuk membantunya. Lalu, mereka pergi ke istana Amayuni.
Tidak ada yang bersedia memakai kamar Raja Cedric sejak peristiwa kelam itu. Bahkan anaknya Ehren juga enggan tinggal di sana. Kini, kamar itu menjadi kamar kosong yang kotor. Tidak lebih dari itu.
Raja Ehren memeriksa botol oksigen yang dulu. Ternyata keempat botol yang ada di sana masih mengandung sarin. Raja segera menutup rapat botol itu dan memasukkannya pada gulungan kain gendong. Gulungan kain itu dibawa oleh pengawal Raja Ehren.
Selesai? Tentu saja belum. Raja Ehren masih belum puas. Dia menggeledah semua laci dan lemari. Dia juga memeriksa, siapa tahu ada alas laci palsu yang cocok untuk menyembunyikan sarin. Ternyata, hasilnya nihil.
Raja Ehren juga melepas semua lukisan dan memeriksa apa yang ada di baliknya. Ternyata kosong. Semua karpet diangkat. Ternyata semua hasilnya nihil. Tidak ada catatan apapun tentang sarin. Hanya ada empat botol sarin di kamar Raja Cedric.
Kemudian Raja Ehren berjalan menuju istana Okaru. Dia menuju ke kamarnya dan ruang kerja lamanya. Dia pergi berdua dengan pengawalnya. Pengawal dan para datang ingin mengikutinya tapi Raja Ehren tidak mau diikuti. Raja marah saat mereka mengikutinya diam-diam.
"Ada apa ini? Tumben-tumbenan Raja hanya pergi berdua. Apa jangan-jangan?" ucap seorang dayang pada dayang yang lain.
Sesampainya di kamar lama, Raja Ehren menggeledah semua laci dan lemari. Dia juga memeriksa semua benda yang mencurigakan. Raja juga memeriksa semua karya seni termasuk lukisan yang ada di sana. Tidak ada laci bayangan. Tidak ada sarin yang disembunyikan di kamar lama istana Okaru.
"Warga itu baru meninggal karena sarin. Mestinya, dia meninggal karena sarin baru. Bukan sarin stok lama", batin Raja Ehren.
Raja Ehren membuka buku milik Ratu Alatariel. Ternyata catatan bahan pembuat sarin masih ada. Raja segera memasukkan ke dalam saku jubahnya.
Selanjutnya, Raja segera menuju ke ruang kerja. Semua barang dalam lemari dikeluarkan. Lantai yang awalnya bersih, kini penuh dengan barang dan dokumen. Semua benda yang berpotensi menjadi tempat persembunyian diperiksa. Ternyata, hasilnya nihil. Tidak ada sarin dan tidak ada informasi lain tentang sarin.
"Ke mana lagi, aku harus mencari?" gerutu Raja Ehren kesal.