Hari semakin siang. Mahasiswa yang berdatangan semakin sedikit. Dari tadi juga Vildana sudah mengeluh kepada Tamanna agar mereka segera masuk dan melakukan registrasi. Tapi, Tamanna masih ingin menunggu temannya lagi yang katanya juga ingin tinggal di lantai 4.
"Teman kamu kapan datangnya, sih? Ini udah mau siang, Tam." Vildana lagi-lagi merecoki Tamanna yang malah sibuk dengan ponselnya.
"Dia udah di depan, Vil. Kita keluar sekarang dan langsung registrasi. Ayo," ajak Tamanna akhirnya sambil menyeret salah satu kopernya yang sengaja dia bawa masuk ke dalam minimarket.
"Hampir diusir kitanya, Vil," bisik Amaya kepada Vildana setelah dia tanpa sengaja bertatapan dengan penjaga minimarket tersebut.
"Teman kamu itu," ketus Vildana.
"Teman kamu juga kali," balas Amaya.
"Guys, kenalin. Ini teman aku, Ava," ujar Tamanna kepada Vildana dan Amaya.
Amaya lebih dulu mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan teman Tamanna yang sejak tadi mereka tunggu. "Amaya."
Setelah itu Vildana juga melakukan hal yang sama. Vildana awalnya tidak terlalu kesal dengan teman Tamanna ini. Tapi, melihat penampilan dan sikap Ava sekarang ini, membuat Vildana semakin kesal.
Bagaimana tidak, dia sudah berusaha tersenyum lebar ke arah Ava saat mereka bersalaman, tapi gadis itu terlihat seperti ogah-ogahan. Dan yang membuat kekesalan Vildana meningkat adalah Ava tidak mengucapkan permintaan maaf karena datang terlambat.
Walaupun Vildana tidak begitu suka dengan penampilan luar seseorang yang dia lihat, tapi kesan pertama bisa saja mengganggunya. Dan kesan pertama yang ditunjukan Ava ini adalah salah satu ciri dari orang-orang yang ingin dihindari Vildana.
Setelah memastikan semua barang-barang berada di teras asrama, kini Tamanna dan tiga temannya sudah masuk antrian untuk melakukan registrasi. Karena sekarang sudah hampir waktunya untuk tutup registrasi, jadi antriannya sisa sedikit. Mungkin sisa 10 orang yang sedang melakukan antrian.
Vildana, Tamanna, Amaya dan Ava mulai mengisi data diri dan mendengarkan penjelasan dari pengurus asrama. Setelah itu, ketiganya langsung diberi ID card warna ungu sebagai tanda dari lantai 4. Perbedaannya hanya ada di tali ID card tersebut. Amaya warna putih sebagai tanda blok 1, Tamanna warna hijau karena dia ada di blok 2, Ava warna hitam sebagai tanda dari blok 3, dan Vildana warna biru sebagai tanda dari blok 4.
Setelah melakukan registrasi, mereka langsung bergegas naik ke lantai 4. Suasana asrama sangat ramai karena semua penghuni masih sibuk memindahkan barang-barang mereka.
Dari luar memang tidak terlihat bagaimana kondisi dari asrama tersebut. Tetapi, begitu mereka selesai melakukan registrasi dan memindahkan barang-barang ke depan tangga, Vildana dan yang lainnya langsung terpukau dengan suasana dari asrama tersebut.
Apalagi Vildana. Dia tidak bisa mengatur ekspresi wajahnya saat melihat apa yang ada di depan matanya saat ini. Hanya satu kata yang terlintas di benak Vildana saat ini. Surga. Ya, Vildana mendeskripsikan apa yang dilihatnya saat ini adalah surga.
Baru kali ini Vildana melihat satu gedung isinya dipenuhi dengan berbagai macam tumbuhan. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana pengurus asrama memelihara semua tanaman yang ada di sini sampai terlihat sangat indah seperti ini.
Di depan koridor setiap lantai ditumbuhi berbagai macam bunga. Dan yang membuat Vildana semakin terpukau adalah, warna dari bunga yang ada di setiap lantai warnanya sama dengan warna ID card penghuninya. Warna bunga itu mewakili dari warna identik setiap lantainya.
"Ini surga atau apa, sih?" Amaya bergumam tepat di sebelah Vildana.
"Ini fix surga, Am. Cantik banget," timpal Vildana masih dengan mata berbinar memandangi indahnya hamparan bunga tersebut.
"Kalau gini kondisi asramanya, aku mah betah kalau tinggal selamanya di sini," sambung Tamanna.
Vildana mengangguk setuju. Dia juga akan sangat-sangat betah jika harus dipaksa tinggal di tempat yang asri dan indah seperti ini.
"Jangan lebay, deh. Pikiran kalian itu bakal langsung berubah nanti sebentar malam." Tiba-tiba saja Ava memutus keterkaguman ketiganya terhadap kondisi asrama.
Vildana dan dua temannya sontak menoleh ke arah Ava dan menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Maksud lo apa?"
Ava mengedikkan bahu. "Lihat aja sebentar," ujarnya dan langsung mengangkat kopernya lalu menaiki tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai yang ada di atasnya.
***
"Selamat datang penghuni baru. Hari ini adalah awal dari 90 hari kalian untuk kenalan, tinggal, dan bekerja sama dengan orang-orang baru. Orang asing yang ada di depan, belakang, samping kiri dan kanan-mu sekarang ini mungkin akan jadi orang yang kamu butuhkan selama tiga bulan kedepan."
Vildana tengah mendengarkan seorang pria berkarisma di balik podium yang tiga menit lalu memperkenalkan diri sebagai ketua asrama bernama Alvir. Dia dan yang lainnya langsung mendapat perintah untuk berkumpul di aula lantai 1 tepat jam 1 siang karena harus mengikuti acara penyambutan penghuni baru.
Penghuni asrama putra pun mengikuti acara penyambutan bersama dengan penghuni asrama putri di aula ini. Semuanya mendengarkan dengan seksama setia kata yang disampaikan Alvir di depan sana.
Setelah Alvir menyampaikan kata-kata sambutannya, kini giliran seorang wanita berpakaian semi formal yang maju. "Perkenalkan, nama saya Everilda selaku pengurus asrama putri. Di sini saya akan menyampaikan mengenai aturan umum dan hal-hal yang harus kalian lakukan selama berada di asrama. Nantinya, aturan spesifik setiap lantai akan disampaikan oleh masing-masing kepala dan pengawas lantai."
Setelah itu Everilda memaparkan aturan umum yang harus dipatuhi setiap penghuni asrama. Mulai dari aturan selama mengikuti kelas tambahan, aturan dalam pemberlakuan jam malam dan pagi, juga aturan mengenai ibadah dan ekstrakulikuler yang ada di asrama. Tidak lupa juga Everilda menyampaikan mengenai etika-etika berhubungan dengan pengurus asrama baik putra maupun putri.
Acara sambutan itu selesai tidak sampai 1 jam. Setelah acara ditutup, semua penghuni kembali ke lantai masing-masing.
"Hai," sapa seorang gadis dengan rambut yang dikuncir tepat Vildana memasuki kamarnya.
Vildana terdiam selama dua detik karena sedikit kaget dengan kondisi kamar yang terlihat sangat berantakan. Tadi, dia datang meletakkan barang-barangnya belum ada penghuni lain di sini, tapi sekarang ruangan itu sudah penuh dengan 6 koper besar dan juga beberapa kardus berbagai ukuran.
Saat kembali tersadar dengan sapaan seseorang yang tengah membongkar isi kopernya, Vildana pun akhirnya membalas sapaan tersebut. "Hai juga."
"Kamu penghuni kamar ini juga?" tanya gadis itu lagi.
Vildana mengangguk dan melangkah mendekati gadis tersebut. "Aku Vildana."
Gadis itu langsung menyambut uluran tangan Vildana dengan senyum lebar, bahkan matanya sama menyipit saking lebarnya dia melempar senyum ke arah Vildana. "Aku Artiya. Oh, iya, kita ada teman sekamar lagi, dia lagi ke--eh itu dia."
Vildana berbalik dan mendapati seorang gadis mengenakan celana kain longgar selutut, kaos putih polos yang dilapisi dengan kemeja flanel dan sandal karet warna hitam. Rambutnya sebahu diikat sebagian.
Gadis itu melangkah mendekati Vildana sambil tersenyum. Tangannya pun langsung terulur begitu dirinya berdiri di depan Vildana. "Kenalin, aku Kintan. Semoga kita akur, ya."
Vildana menyambut jabatan tangan gadis bernama Kintan tersebut. "Aku Vildana. Semoga akur, ya."