"Guys-guys. Aku ada kabar buruk!"
Itu Tamanna. Mahasiswa fakultas hukum semester 2 akhir yang saat ini merangkap jadi ketua kelas B angkatan 2022. Gadis gesit itu baru saja mendapat kabar dari pegawai fakultas yang mana surat edaran untuk mahasiswa penerima beasiswa kampus sudah diharuskan untuk masuk asrama sebagai salah satu syarat yang harus mereka penuhi. Tamanna adalah salah satu mahasiswa yang namanya sudah tertera dalam surat edaran tersebut.
Dia langsung berlari dari gedung fakultasnya ke aula utama untuk menemui teman-temannya dan memberitahukan mengenai edaran tersebut. Di kelasnya terhitung ada tiga mahasiswa yang merupakan penerima beasiswa dan ketiga nama tersebut semua sudah tertera di dalam surat edaran. Mereka adalah Vildana dan Amaya.
Kini, Tamanna sedang menunjukkan surat edaran tersebut kepada dua temannya itu. Sama seperti ekspresi Tamanna tadi saat pertama kali melihat namanya ada di daftar tersebut, Vildana dan Amaya juga saat ini menunjukkan raut muka yang sama.
"Masuk dua hari lagi?" tanya Vildana kepada Tamanna seakan dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dibaca.
Tamanna mengangguk lesu. "Aku nggak nyangka nama kita bakal keluar secepat ini."
"Tunggu, deh. Ini bukan masalah nama kita keluar cepat atau lama. Masalahnya, surat edarannya kenapa mendadak gini? Bukannya jadwal masuk bakal keluar tiga minggu lagi?" tanya Amaya.
"Nah, itu dia. Kenapa kita masuk mendadak gini? Dua hari, lho. Aku aja nggak ada persiapan apa-apa buat pindahan," ujar Vildana.
Amaya mengangguk setuju. Pindah ke asrama bukan hanya sekadar pindah tempat tidur saja. Tapi, mereka harus menjadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka dari bangun sampai tidur lagi. Dan itu dilakukan selama tiga bulan. Dan mereka harus mempersiapkan segala hal sebelum pindah.
Mendapat surat edaran dengan sangat mendadak seperti ini tentunya membuat Vildana dan mahasiswa calon penghuni asrama kelimpungan. Keperluan yang harus mereka bawa rasanya tidak akan cukup disiapkan hanya dalam waktu dua hari. Bahkan, teman-teman mereka yang sudah lebih dulu masuk punya lebih banyak waktu untuk melakukan persiapan.
"Aku belum tahu mau bawa apa aja ke sana," ucap Amaya.
"Aku udah nanya-nanya ke orang yang udah masuk, katanya kita perlu bawa alat makan, masak, dan mandi sendiri. Soalnya pihak asrama hanya sediakan kasur, lemari sama meja makan doang," jelas Tamanna sambil melihat kembali penjelasan beberapa temannya yang sudah pernah tinggal di asrama tersebut.
"Kalau gitu kita perlu bawa keperluan banyak dong. Tapi, apa waktunya cukup?" Vildana menatap dua temannya secara bergantian untuk meminta ide atau masukan dalam menyelesaikan masalah mereka bertiga.
"Kita buat inventaris apa aja yang wajib dibawa sekarang. Besok kita belanja barang-barang yang nggak ada sekarang. Gimana?" usul Tamanna dan langsung diangguki oleh Vildana dan Amaya.
Ketiganya membagi tugas untuk membuat daftar inventaris. Vildana mendapat bagian keperluan makan dan masak, Tamanna mendapat bagian menginventaris keperluan mandi dan mencuci, sementara Amaya harus menginventaris bagian pakaian dan keperluan untuk istirahat.
Mereka menggunakan waktu di sela-sela menunggu kelas selanjutnya. Ini hari sabtu, tapi mereka harus mengikuti dua kelas pengganti sekarang. Biasanya, mereka mana mau pergi ke kampus di akhir pekan seperti ini.
"Eh, kalian dengar rumor soal asrama itu, nggak?" Amaya tiba-tiba membuka obrolan saat mereka masih terus memikirkan barang apa saja yang harus mereka bawa.
Tamanna mengalihkan perhatiannya dari kertas inventarisnya dan kini tengah menatap Amaya dengan tatapan penuh rasa penasaran. "Rumor? Rumor apaan?"
"Rumor soal ruang rahasia di asrama itu," jawab Amaya.
Vildana yang awalnya tidak tertarik dengan obrolan Amaya, kini dia mengangkat kepala dan ikut memperhatikan perkataan Amaya. "Ruang rahasia?"
Amaya mengangguk antusias. "Rumor ini hanya beredar di kalangan penghuni asrama lantai 4."
"Ada ruang rahasia maksudnya di lantai 4?" tanya Vildana. Amaya kembali mengangguk. "Ada apa di ruangan itu?"
"Ya aku nggak tahu lah, Vil. Namanya juga rahasia. Bahkan, katanya nggak ada satupun mantan penghuni yang masuk ke ruangan tersebut," ujar Amaya.
"Ruangannya mistis, nggak?" Kali ini Tamanna yang penasaran.
"Rumornya sih gitu. Kalau bukan mistis, apaan dong?"
"Tempat prostitusi mungkin?" celetuk Vildana yang langsung mendapat sebuah jitakan di kepalanya dari Amaya.
"Kalau ada prostitusi di asrama, terus pelanggannya masuk lewat mana dong? Terus lagi, pelakunya siapa? Nggak mungkin kan penghuni asrama?" ujar Tamanna.
"Mungkin aja, Tam. Mungkin aja tuh asrama hanya kedok doang. Dan mungkin pelakunya penghuni yang terpilih atau penghuni yang melakukan pelanggaran berat," lanjut Vildana.
"Imajinasi kamu terlalu liar, Vil. Jangan kebanyakan nonton drama," timpal Amaya.
"Siapa yang tahu, kan." Vildana mengedikkan bahunya dan kembali melanjutkan tugasnya.
***
"Vil, kamu perlu berapa banyak stok sabun?" tanya Tamanna saat dia sedang berdiri di depan rak persabunan.
Merasa namanya dipanggil, Vildana menghentikan kegiatannya mencari sikat gigi yang bagus dan murah. "Tiga kantong aja, Tam. Yang liquid, ya."
Tamanna hanya mengangguk sekilas dan memasukkan tiga kantong lagi sabun untuk Vildana. Setelah itu dia bergeser ke kanan untuk mencari keperluan selanjutnya.
Setelah mereka menyelesaikan daftar keperluan kemarin, kini ketiganya sedang ada di salah satu pusat perbelanjaan untuk melengkapi daftar tersebut. Setidaknya mereka harus menyetok keperluan untuk bulan pertama. Setelah itu, mereka memutuskan untuk memikirkan lagi keperluan apa yang harus mereka tambah dan kurangi setelah mereka benar-benar beradaptasi dengan kehidupan sementara mereka di asrama.
Malam nanti mereka harus sudah selesai packing karena besok adalah jadwal mereka untuk melakukan registrasi masuk. Sejak pagi tadi, ketiganya sudah berkeliling ke beberapa toko untuk mencari barang-barang elektronik yang katanya sangat mereka butuhkan nanti di asrama. Contohnya setrika, pemanas air, penanak nasi, dan panci elektrik.
Menurut cerita dari teman-teman mereka, setiap penghuni ada baiknya menyediakan semua keperluannya dengan lengkap. Jangan pernah berharap untuk pinjam ke orang lain. Ya, meskipun ada satu keadaan akan dipaksa untuk pinjam barang orang lain.
Berhubung Vildana dan dua temannya sangat irit dalam hal keuangan, mereka menyiasati keperluan ketiganya dengan patungan. Barang-barang besar dan mahal seperti alat elektronik dibeli dengan cara patungan agar bisa menghemat biaya mereka. Jika sudah keluar dari asrama, barang itu akan kembali dijual lagi dan uangnya akan dibagi rata lagi.
Keperluan yang benar-benar dibeli dengan uang pribadi adalah keperluan pribadi, contohnya keperluan mandi, makan, dan pakaian.
"Wah … ini semua yang harus kita bawa besok?" tanya Vildana sambil melihat ke tiga kardus berukuran besar yang ada di depan mereka bertiga.
"Totalnya berapa, Tam?" tanya Amaya kepada Vildana yang bertugas sebagai bendahara mereka.
Tamanna mengeluarkan lagi struk belanja mereka dari dalam tas. Dia bahkan kembali syok melihat angka yang tertera di selembar kertas itu, padahal dia sebelumnya sudah melihatnya. "Hampir tiga juga, Am."
"Tiga juta?!" kaget Vildana sambil menatap tidak percaya ke arah temannya. Amaya pun menampilkan ekspresi yang sama seperti Vildana. "Itu uang kita semua, Tam?"
Tamanna mengangguk sambil cengengesan. "Uangnya tekor tujuh ratusan. Nanti kita hitung lagi kalau udah di kos aku."
***
Vildana kembali bangkit dari duduknya untuk membeli minuman sekali lagi sembari menunggu kedatangan dua temannya. Mereka janjian berkumpul di minimarket tepat di depan asrama sebelum masuk untuk melakukan registrasi.
"Tuh dua orang pada kemana, sih? Kok nggak muncul-muncul dari tadi," kesal Vildana saat kembali ke tempat duduknya.
Sekarang jam menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Padahal semalam Tamanna mengatakan untuk kumpul jam 9 di minimarket ini. Tapi, nyatanya dua orang itu sampai sekarang belum kelihatan batang hidungnya.
Vildana kembali memperhatikan setiap penghuni baru asrama yang dari tadi mulai memasuki area asrama. Minimarket ini terletak di bagian dalam area asrama sehingga dia bisa melihat siapa saja yang masuk dan keluar dari dalam minimarket ini.
Hampir semua dari mereka yang datang, pasti ada keluarganya yang ikut mengantar. Mereka setidaknya membantu anak-anak mereka mengangkut barang-barang mereka sampai ke kamar mereka masing-masing.
Berbeda dengan dirinya yang hanya datang sendirian. Eh, bukan. Dia tadi datang diantar taksi online. Dan kebetulan sang sopir itu juga yang membantunya membawa dua koper besarnya ke minimarket ini.
Rasanya, dia saat ini sangat kesepian padahal di luar sana tengah ramai karena masih ada mahasiswa yang berdatangan. Itulah kenapa dia kesal sejak tadi karena dua temannya belum datang juga. Kalau ada Tamanna dan Amaya, dia kan bisa sedikit merasa tidak sendirian.
Ponsel Vildana yang ada di atas mini bar tiba-tiba bergetar. Nama Tamanna muncul di layar ponselnya.
"Kalian di mana, sih? Katanya ketemuan jam 9. Ini udah jam berapa, Tamanna?!"
"Sorry-sorry. Aku sama Amaya tadi mutusin buat berangkat bareng. Kamu sekarang di mana? Ini mobil kami lagi antrian buat masuk ke dalam asrama. Di sini macet banget," jelas Tamanna di seberang telepon.
"Aku di minimarket. Buruan ke sini."
Sekitar 10 menit kemudian, ada sebuah mobil minibus yang berhenti di depan minimarket. Vildana mendengus saat mendapati Tamanna dan Amaya keluar dari mobil tersebut.
Tamanna terlihat melambaikan tangannya ke arah Vildana. Dia pun keluar dari minimarket untuk menghampiri dua temannya itu.
"Lama banget, dah," keluh Vildana.
"Sorry-sorry," ujar Amaya sambil cengengesan.
Barang-barang Tamanna dan Amaya mulai dikeluarkan dari mobil dengan dibantu oleh kakak sepupunya. Setelah itu, mereka kembali masuk ke dalam minimarket untuk istirahat sebentar. Tapi, untuk Vildana dia sudah bosan karena sudah terlalu lama mendekam di dalam minimarket.
"Kenapa harus di lantai 4, sih?" Vildana bertanya karena bingung tiba-tiba saja Tamanna mengusulkan untuk registrasi di waktu-waktu terakhir agar bisa menempati lantai 4.
"Lantai 4 tuh enak, Vil. Di sana juga kepala lantainya tidak seketat lantai lain. Bisalah kita nego-nego sama dia kalau pengen keluar. Juga, katanya toilet yang ada di lantai atas adalah toilet yang paling bagus dan bersih," jawab Tamanna.
"Tapi bukannya kalau kita ada di lantai atas bakal capek, ya? Kita kan bakal ada kelas dan pasti bakal turun ke aula bawah," ucap Vildana lagi.
"Benar. Tapi, alasan dari itu semua, di lantai 4 ada ruang rahasia yang Amaya bilang kemarin," tambah Tamanna.
Tiga gadis itu melempar tatapan mereka ke arah gedung asrama. Tepatnya lantai 4, tempat yang akan mereka tempati.
Tamanna memang sengaja mengubah tujuan mereka sebelum berangkat. Dia sudah mendapatkan pesan dari kenalannya tadi pagi agar menempati lantai 4 daripada lantai lainnya. Ada beberapa hal yang dijelaskan kenalannya tersebut yang akhirnya membuat Tamanna mengubah keputusannya di detik-detik terakhir keberangkatannya ke asrama.