Hari ini Raissa bekerja dengan suasana hati yang super duper riang. Diawali dengan sapaan Aditya melalui telepon pagi-pagi sebelum berangkat bekerja yang menambah semangatnya pagi hari. Ditambah dengan ucapan,"Aku menyayangimu Sa" sebagai penutup sebelum Aditya memutuskan sambungan telepon. Raissa hanya sempat membalas, "Aku juga!" dengan pipi bersemu merah dan bibir yang tak henti tersenyum. Kedua temannya tak habis-habisnya menggoda Raissa yang tidak bisa tidak tersipu itu. Hari ini mereka akan memakai busway untuk berangkat bekerja karena ketiganya jadwal pagi semua. "Duuh, jadi pengen punya pacar juga ihh.. Raissa sampai sekarang belum kelar melamun ya.. hooiii.. turun wooiii.. jangan di awan-awan terus, Napak Sa..Napak!!" kata Peni sambil berjalan bersam Raissa dan Asya menuju halte busway. "Napak kok ini, memangnya aku mahkluk halus apa!" omel Raissa. "Habis kamu dari tadi cengar-cengir terus sih Sa.. minta digodain banget ya Pen?" kata Asya sambil tertawa. "Tau nih Sya! emang apa sih yang pak Aditya omongin ke kamu Sa, sampai kamu mengawang-awang gitu?" tanya Peni. "Ada deh..kalau aku bilang, nanti kalian yang jatuh cinta sama pak CEO kita!! hahahhaha!" kata Raissa. "Diihh amit-amit!!! buat kamu aja Sa!! baru liat aja aku udah ciut sama pak Aditya!!" kata Peni yang disambut tawa Raissa dan Asya. "Eh tapi semalam kasihan loh mas Bram. Ada yang merusak jaket motor dan helmnya lalu ada yang menebar paku di jalanan hingga ban sepeda motornya robek. Untuk Mas Aditya lewat. Jadi mas Bram menumpang sampai bengkel terdekat." kata Raissa. "Kok aneh ya? biasanya sebar paku itu taktik bengkel yang kurang laku. Tapi di sekitar gedung kita kan tidak ada bengkel. Wah bayangkan kalau tidak ada Pak Aditya, sampai jam berapa mas Bram bisa sampai rumah. ckckck..." kata Peni. "Ada orang iseng mungkin, atau jangan-jangan begal. Haduh, harus hati-hati tuh mas Bram." kata Asya.
"Iya benar Sya, tapi cukup soal mas Bram, aku senang hari ini aku akan bertemu Liza lagi! akhirnya kami bisa baikan! aduh aku sudah tidak sabar!" seru Raissa senang. Dan merekapun terus berbincang-bincang selama perjalanan hingga sampai di klinik Bhagaskara Medika. Ketiganya pun langsung memulai tugas harian mereka dengan semangat dan hati riang.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Raissa, Asya dan Peni sudah berganti baju. Mereka akan langsung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Liza. Di Lobby gedung mereka bertemu dengan Bram. "Hai mas Bram, tumben sudah mau pulang!" sapa Peni. "Ya aku mau ke Rumah sakit jenguk Liza. Kabarnya sudah boleh pulang sore ini." kata Bram. "Iya benar, kami juga mau kesana, mau bareng kami? eh atau naik motor mas?" tanya Asya. "Motorku masih dibengkel, belum sempat kuambil, nanti saja pulang dari RS. Ayo kita sama-sama sewa taksi online. Biar hemat!" kata Bram. "Setujuuu!!" kata Raissa. Mereka berempat keluar dari lobby menunggu taksi online di pinggir jalan sambil bercanda ria. Bram yang tinggi menjulang dikelilingi tiga wanita cantik, bercanda ria tertawa bahagia. Begitulah yang dilihat si topi biru dari kejauhan. Darahnya mendidih. Apalagi ketika melihat Raissa disampingnya. Ikut tertawa bersama. Dipikiran si topi biru keempat orang tersebut menertawakannya. Dan Bram sebagai seorang lelaki yang dipuja tiga wanita, atau setidaknya begitulah yang dilihat oleh si topi biru. Di matanya, Raissa mendekap lengan Bram, Bram merangkul Raissa, sambil lengan yang lain merangkul dua teman Raissa yang dia belum ketahui namanya. Sebuah taksi berhenti didepan keempat orang itu. Dan mereka menaiki mobil itu lalu pergi meninggalkan si topi biru dengan api cemburu yang membara. "Lelaki itu benar-benar pengganggu! Lihat saja, aku tak akan membiarkanmu hidup .. tapi badannya besar, apa aku sanggup mengalahkannya? hmmm.. aku akan mencari cara untuk menghabisinya! pakai apa ya?" si topi biru terus berjalan sambil bergumam seperti orang linglung, menembus kepadatan trotoar yang mulai ramai dengan karyawan yang baru keluar dari kantornya mencari kendaraan atau berjalan kaki untuk pulang ke rumah masing-masing.
Raissa dan kawan-kawan akhirnya sampai di rumah sakit, dengan cepat mereka melewati keamanan rumah sakit dan polwan yang menjaga Liza di luar kamar rawat inapnya. Di dalam ruangan tampak ibu Liza sedang bersamanya. "Selamat sore Tante!" kata Bram sambil mengambil tangan ibunya Liza dan membawanya dahi Bram. Asya dan Peni yang terkejut dengan tindakan Bram akhirnya ikut-ikutan Salim dengan cara yang sama walaupun sebelumnya tidak pernah melakukannya padahal sudah sering bertemu dengan ibunya Liza di RS. Raissa yang sudah tahu mengapa Bram melakukannya akhirnya hanya bisa menahan tawa dan ikut menyalami ibunya Liza dengan cara yang sama seperti kedua temannya. Ibu Liza sampai jadi salah tingkah tiba tiba disalim oleh empat orang, yang pertama sih wajar, yang tiga lagi kan tidak pernah seperti itu. "Wah, karena kalian sudah berada disini, ibu mau kebawah sebentar isi perut dulu ya? Titip Liza ya?" kata Ibunya Liza lalu pergi keluar ruangan untuk memberi kesempatan pada putrinya, pacar putrinya dan teman-teman putrinya bercengkerama tanpa gangguan orangtua. "Halo Liza, aku kangen kamu!" kata Raissa sambil memeluk Liza. "Hahahah, aku juga kangen kamu Sa!" kata Liza sambil membalas pelukan hangat Raissa. "Jadi apa berita gembira yang ingin kau sampaikan?" tanya Raissa pura-pura tidak tahu. "Iya nih, kami sudah penasaran tahu!" kata Peni. Liza hanya tersenyum sambil melirik Bram yang juga sedang tersenyum pada Liza. Liza mengarahkan jempolnya pada Bram. "Kalian sudah kenalan?" tanyanya. "Mas Bram? ya udahlah?" kata Peni heran. "Kamu baik-baik aja Liz?"tanya Asya prihatin. Sedangkan Raissa hanya memberikan tatapan bingung. "Mas, ayo mas perkenalkan dirimu." kata Liza. Bram berdeham beberapa kali sebelum berkata, " Baiklah, perkenalkan, nama saya Bram Santoso , Pacarnya Liza!" ucap Bram dengan mantap. Ketiga gadis itu sontak langsung menjerit girang. "Wooww.. selamat Liz!!" jerit Raissa, "Wahh!! kapan jadiannya? kapan pedekate nya? selamat ya!!" seru Asya. "Selamat Liz.. ehh tapi sekarang.. cuma aku dong yang jomblo!!" seru Peni. Dan merekapun tertawa. "Jadi ini rahasiamu Liz! supeeerrrr!!" seru Raissa. "Iyaa, mas Bram juga dari tadi diam aja nih, padahal tadi kesininya barengan looh!" kata Asya. "Iya nih mas Bram sok-sok kasih kejutan!" kata Peni. "Iya dong, biar romantis, ya gak Beib!" kata Bram pada Liza. "Beuuhh udah panggil Beib!" kata Raissa. "Aah memangnya kamu gak punya panggilan sayang sama yayangmu?" kata Liza meledek Raissa. Raissa jadi tersipu. "Raissa ini Liz, kerjaannya tersipu-sipu melulu, kalau nggak melamun! ga tau tuh diapain sama bapak CEO!" kata Peni. "Ya gak diapa-apain lah Pen!" kata Raissa kesal. "Haaah? masa gak diapa-apain sih Sa, gak seru banget sih!!" kata Peni. Merekapun saling meledek, tapi kebanyakan mereka meledek Liza dan Bram. Tiba-tiba pintu terbuka, Bu Tari, Marisa dan Lira masuk. "Wah sedang ramai rupanya, ada apa ini? suara kalian terdengar dari luar looh!" kata Lira. "Hehehe, kedengaran yah? habisnya ada perayaan nih!" kata Peni. "Oya? perayaan apa? bagaimana Liza? maaf ya baru sempat jenguk sekarang, soalnya sibuk sekali di kantor." kata Bu Tari. "Terimakasih sudah menjenguk Bu Tari, kebetulan hari ini saya boleh pulang. Semoga saya bisa segera bekerja kembali setelah ini." kata Liza. "Ya, jangan buru-buru Liz, pastikan pulih baru bekerja kembali, Santai saja. " kata Lira. "Iya Mbak, terimakasih." jawab Liza. "Oh jadi tadi tuh perayaan sudah boleh pulang toh, ramai sekali kedengaran dari luar. Atau ada perayaan yang lain nih?" kata Lira sambil melirik tangan Liza yang sedang berada di genggaman Bram. "Betul sekali, barusan mereka baru saja membuat pengumuman mengenai status hubungan mereka saat ini. " kata Peni. "Wah, selamat ya Bram, Liza, semoga langgeng sampai pernikahan!" kata Bu Tari. "Amiiiiinn Bu!" kata Bram dengan keras diikuti Liza yang tersipu dan ketiga temannya yang tertawa bahagia. Tiba-tiba Marisa nyeletuk, "Jadi kau sudah melupakan pak Aditya nih?". Seketika itu suasana jadi tidak enak. Lira melirik Bu Tari, begitupun sebaliknya. "Kenapa Mar? lega saingan berkurang?" tantang Peni, Asya langsung menyikut Peni. Raissa diam saja. "Siapa yang saingan? tapi jujur saja ya Liz, kalau kamu sih memang lebih baik sama Mas Bram. Cocok! kalau sama CEO kita mana ada kesempatan! Kau kan tidak bergerak di lingkungan sosial yang sama! Kasus seperti Asya dan dr. Alex itu jarang ada loh!" kata Marisa tanpa menimbang perasaan Liza ataupun Asya. "Lalu maksudmu, kamu pantas begitu?" tanya Raissa mulai panas. "Loh kita kan bukan sedang membicarakan tentang aku? tapi tentang Liza yang memang lebih cocok dengan Bram! tapi menjawab pertanyaan mu ya Sa, asal kamu tahu saja! Ya aku memang beredar di kalangan pak Aditya, ayahku adalah seorang CEO perusahaan juga. Dulu kami sering bertemu di event sosial yang sama. Ayahku sering mengajakku. " kata Marisa sedikit sombong. Raissa terdiam, dia baru mengetahui latar belakang Marisa. "Ooh diajak ayah, tapi belum pernah diajak pak Aditya kan?" ejek Peni. "Ck.. apaan sih kalian, sudah kubilang ini bukan soal aku!" kata Marisa kesal. "ehmm, sepertinya kami harus segera pergi, karena ada rapat lagi, barusan kami menyempatkan mampir karena baru pulang dari rapat dengan klien kami. Sehabis ini kami harus melapor pada pak Aditya, Lagipula Eki menunggu kami di mobil." kata Bu Tari memotong Marisa. "Terimakasih sudah menjenguk Bu. Terimakasih juga tidak membawa Pak Eki kemari." kata Liza sopan. Ketiga team marketing pun pergi dengan cepat. "Bu Tari kenapa sih menerima anak buah kayak Marisa! sombong amat!!" kata Peni. "Iya, aku juga heran, kalau memang anak CEO kenapa tidak kerja di perusahaan bapaknya saja! Pura-pura tidak tertarik dengan pak Aditya, padahal kelihatan banget selalu cari perhatiannya! Jangan sakit hati ya Beib, kamu seribu kali lebih baik dari Marisa!" kata Bram. "Makasih Beib. Jangan khawatir! Marisa benar satu hal, Kamu dan aku.. cocok!!" kata Liza. "cieeeeeee...manis banget siihh" goda Raissa. "Dunia milik berdua, kita numpang.. pulang aja yuukk!! kita jadi nyamuk disini!" kata Asya. "Iya niihh, berdua bikin iri diriku yang jomblo ini!! ooh kemana pujaan hatiku? kapan aku bertemu denganmu?" kata Peni dengan dramatis. "Sudah..sudah jangan mengeluh terus, terima nasibmu!" goda Raissa pada Peni. "Raissa, yang kamu lakukan itu.. Jahat!!" kata Peni menirukan sebuah film. "Apaan sih Pen, ya sudahlah, kami pamit duluan ya Liz, Mas Bram. Kalau ada kami terus kapan kalian bisa berduaan." kata Raissa. "Hati-hati dijalan ya. Terimakasih sudah datang melihatku." kata Liza. "Jangan terlalu dipaksakan ya Liz, pulihkan diri dulu baru bekerja." kata Asya. "Ya, walaupun kami sudah kangen denganmu di klinik. Kurang seru tanpamu Liz!" kata Raissa. "Tenang, aku akan kerja begitu aku rasa sanggup. Mungkin aku akan minta untuk di medical check up dulu sebulan mendatang, sepertinya kalau untuk jaga malam aku belum sanggup, walaupun sekarang jaganya sudah berdua ya?" tanya Liza. "Iya, pelan-pelan saja." kata Raissa. "kami pamit dulu ya Liz, besok aku pagi nih, Raissa dan Asya enak mereka jadwal siang besok. " kata Peni. Merekapun pamit.
Di dalam taksi menuju rumah susun, Peni mengungkit kejadian dengan Marisa. "Kurang ajar si Marisa, mentang-mentang orang kaya terus seenaknya saja menganggap remeh orang lain. Tingkah lakunya benar-benar memuakkan. Kamu tidak apa-apa kan Sya?" tanyanya. "Aku tidak apa-apa, sudah biasa Pen. Tapi sepertinya ada yang jadi malah berpikir berlebihan nih.. hayoo Raissa, kamu mikirin apa?" tanya Asya. "Hehehe, kamu tahuuu aja kalau aku tiba-tiba galau. Sebenarnya tidak juga sih, hanya saja kupikir aku dan mas Aditya itu jauh sekali bedanya ya? mana pernah aku hadir di event sosial apapun? Kalau suatu saat nanti ketika hubungan kami sudah diketahui banyak orang, bukankah aku juga akan ikut menghadiri acara seperti itu? atau lupakanlah soal nanti! bagaimana dengan masa sekarang? siapa yang menemaninya pergi ke acara-acara seperti itu?" tanya Raissa gelisah. "Wah betul juga ya Sa? Pak Aditya pergi sama siapa ya? masalahnya dia itu tertutup banget sih Sa. Kalau acara kantor biasanya pendampingnya Bu Ade. Tapi entah kalau acara sosial lain ya?Kamu tahu Sya?" tanya Peni. "Kurang tahu juga. Aku pernah menemani Alex sekali, dan Aditya datang dengan menggandeng Aleisha adik Alex. Lalu setelah itu karena sudah ditendang dari keluarga, jarang ada promotor yang mengundang Alex." kata Asya. Raissa mengerutkan kening. "Cemburu ya?" tanya Peni. "Mm mungkin sedikit hehehe.. habisnya aku benar-benar tidak tahu dirinya diluar kantor. Kalau mau tanya kok rasanya usil amat ya?" tanya Raissa. "Loh kamu berhak nanya dong Sa, namanya orang pacaran. Orang pacaran itu adalah masa penjajakan sebelum ke jenjang selanjutnya! Makanya zaman sekarang banyak terjadi perceraian, habisnya tidak pakai pacaran dulu sih!!! eh maaf ya Sya! Bukan kamu looh!! kalau kamu sih tidak usah pacaran juga aku yakin kalian berdua sudah kenal luar dalam!!" kata Peni salah tingkah. Asya tertawa. "Makanya pikir dulu sebelum bicara.. tapi maksudnya Peni benar Sa, apalagi statusmu sekarang sebagai pacar. Pantas lah kalau kamu nanya-nanya. Justru kalau kamu tidak tanya-tanya nanti disangkanya kamu tidak tertarik, hanya tertarik oleh status saja." kata Asya. "Begitu ya? Harus berani ya? Status sekarang ini lebih membuatku ciut daripada dulu waktu belum ada status apapun, hanya karyawan. Dulu bisa vokal kok sekarang malah diam ya?" kata Raissa merenung. "Biasa, wilayah baru, masih meraba-raba dulu. Nanti juga biasa. Tapi coba deh makin terbuka dengan ayangmu itu!" kata Asya. "Hehehe baiklah, makasih ya Pen, Sya!" kata Raissa.
Malam itu, Raissa bertekad untuk bertanya pada Aditya, walaupun sebenarnya sungkan minimal ia harus bisa mengetahui sesuatu tentang Aditya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Raissa masih menunggu sambil menonton T dengan volume suara seminimal mungkin, Peni dan Asya sudah tidur nyenyak. Akhirnya Ponselnya bergetar. Raissa langsung menjawab teleponnya. "Halo Mas!" sapanya. "Belum tidur?" jawab Aditya. "Nungguin mas. Baru selesai rapat?" tanya Raissa. " Bukan, hanya mengurus pekerjaan." kata Aditya. "Ya ampun mas, anak buah mas aja sudah pada tidur jam segini." kata Raissa. " Hahaha, kalau urusan Bhagaskara Medika sih sudah kuselesaikan di kantor tadi. Di luar jam kantor biasanya aku mengurusi urusan Bisnisku yang lain." kata Aditya. "Oya?mas ada bisnis apa lagi? Eh bolehkan aku nanya?" tanya Raissa. "hmmm, boleh tidak ya?" kata Aditya pura-pura berpikir. "Eh kalau tidak boleh gapapa sih mas!" kata Raissa cepat ."Ya boleh dong sayang, apa sih yang kurahasiakan darimu?" jawab Aditya. "Oh kirain hehehe.. bisnisnya halal kan mas?" tanya Raissa lagi. "Ya halal dong sayang, hahaha! Biasa kok, saham di beberapa perusahaan lain, milik keluarga Bhagaskara juga. Apalagi saat ini ada perusahaan bibiku yang sedang butuh investor. Aku berencana untuk membantunya. Tapi harus mempelajarinya dulu, supaya aku tidak ikut jatuh bersama mereka." kata Aditya. Oh begitu. Mas, memangnya keluarga Bhagaskara itu besar sekali ya?" tanya Raissa yang memang belum terlalu mengetahui sejarah keluarga Aditya. "Lumayan, Kakek dan Nenekku punya 6 orang anak, lalu mereka semua beranak cucu, ya jadinya banyak. Ayahku anak ke empat, satu-satunya yang memilih bidang medis, awalnya idealis, lama-lama jadi bisnis juga. Yah.. jadilah begini. Kalau keluargamu bagaimana?" tanya Aditya. "Wow, keluarga besar, kalau dari keluargaku tidak terlalu besar, Papaku dua bersaudara, mamaku juga dua, kakek nenekku taat program pemerintah, dua anak cukup hahahaha."kata Raissa. "Tapi enak juga kalau kumpul-kumpul kan tidak terlalu ramai, bicarapun bisa lebih fokus. Kalau kami berkumpul yang ada seperti ajang persaingan, siapa yang paling hebat, siapa yang paling banyak menghasilkan uang. Sampai sekarang pun masih begitu. Malah ditambah siapa yang paling terkenal, siapa yang paling sering diundang ke acara-acara tertentu. Seperti itulah, nanti kamu bosan mendengarkan ceritaku." kata Aditya. "Tidak kok, kan ceritanya tidak diulang-ulang, malah aku yang ingin tahu. errrmmm..."Raissa ragu menanyakan pertanyaannya. "Ada apa?" tanya Aditya. "Ehhmmm, mas kalau pergi ke undangan acara-acara apapun biasanya pergi sama siapa?" tanya Raissa malu-malu. "Heeemm.. cemburu yaaa.. itu masa lalu Sa, dulu memang aku pernah datang bersama kolega atau rekan bisnis perempuan. Tetapi sejak mereka mengharapkan lebih dari yang aku berikan, aku mulai menjauhi mereka, kadang datang bersama sepupuku atau dengan Bu Ade kalau memang berkaitan dengan bisnis kantor." Jawab Aditya. "oh begitu, ehmm, pernah datang bersama Marisa, atau bertemu?" tanya Raissa. "Marisa? aku tidak ingat, mungkin pernah bertemu di salah satu acara dulu waktu ayahnya menjabat sebagai CEO suatu perusahaan, tetapi saat ini ayahnya sudah pensiun. Kebanyakan dulu aku bertemu ayahnya, tapi tidak pernah berinteraksi dengannya. Mengapa, dia bilang apa? Anak itu kadang suka aneh, kadang aku mempertanyakan Bu Tari kenapa menerimanya menjadi bagian teamnya. Kalau dia macam-macam bisa jadi alasan untukku memecatnya!" kata Aditya tegas. "Eehh jangan gitu mas! Marisa cuma bilang dulu dia suka datang ke acara-acara sosial dengan ayahnya dan bertemu mas. Beneran cuma itu saja. Jangan suka main pecat-memecat aahh..dapur orang loh itu!" kata Raissa malah membela Marisa. "Bercanda sayang, maksudku kalau dia menganggu katakan saja padaku." kata Aditya. "Tidak, dia tidak menganggu, dia bukan orang paling baik di klinik siihh.. tapi masih bisa ditolerir lah, hehehe.." kata Raissa. "Hmm baiklah kalau kamu yakin dia tidak menggangu. Tumben kamu nanya-nanyanya banyak malam ini." kata Aditya. "Banyak ya? maaf ya mas, aku penasaran soalnya." kata Raissa. "Aku malah senang, artinya kamu perhatian padaku, tertarik dan mau tahu kehidupanku. " kata Aditya senang. "Jangan cemburu dengan masa laluku ya Sa, apapun gosip yang kamu dengar, jangan dipendam sendiri, bilang padaku. Aku akan menjelaskannya padamu. Saat ini dihatiku cuma kamu seorang Raissaku sayang." lanjut Aditya. "adduuhh mas.. malem-malem bikin klepek-klepek aahh..! Aku padamu mas!!" kata Raissa sambil tersipu. Aditya tersenyum, "Sudah hampir jam 12, tidurlah.. besok kan harus bekerja. Oya, aku akan minta pak Sugih meninjau perjanjian dengan pihak parkir gedung agar semua karyawan kita yang membawa mobil atau motor bisa parkir di gedung. Aku tidak suka kejadian yang menimpa Bram." kata Aditya. "Mas juga tidurlah, besok saja dipikirkan dengan Pak Sugih, sudah istirahat dulu jangan kerja terus. stress juga bisa bikin gastritis mas kambuh loh!" kata Raissa. "Aku sekarang udah punya kamu, stress?? apa itu stress?!" kata Aditya. "Aaww mas jangan becanda terus ah! istirahat yaahh.." kata Raissa. "Iya perawatku sayang.." kata Aditya menurut. "Gitu dong.. selamat malam mas Adityaku sayang, mimpi indah ya!" kata Raissa menutup pembicaraan dan menutup langsung sambungan teleponnya dengan muka memerah. Setelah itu ia tersenyum sendiri. Begitu pula dengan Aditya. Mereka berdua pergi tidur sambil tersenyum di kamar masing-masing malam itu. Raissa lega ia bisa terus terang pada Aditya. Mulai sekarang daripada cemburu tidak jelas dan meragukan dirinya maupun Aditya, ia akan langsung berbicara pada Aditya. Dengan pikiran ringan, Raissa akhirnya tertidur nyenyak.