Keesokan harinya Raissa disibukkan dengan rapat bersama dengan Mira dan pak Rizal. Tentu saja rapat harus dilakukan di luar jam kerja, alhasil Raissa harus pulang lebih malam. "Siap Raissa untuk besok malam?"Tanya Pak Rizal. "Siap Pak." jawab Raissa. "Semua sudah di posisi. Bahkan pak Aditya pun akan pura-pura datang ke IGD dengan alasan sakit maagnya kambuh. Nanti Raissa akan mengganti obatnya dengan vitamin. Bisa ya Sa dilakukan tanpa ketahuan?" kata Mira. "Bisa Kak" jawab Raissa. "Baik, semua sudah paham tugas masing-masing, tim IT akan segera memasang cctv tambahan di IGD saat semua personel yang bertugas malam ini makan malam" kata pak Rizal lalu melihat arlojinya, "yang berarti 15 menit lagi."
"Kalau begitu, aku harus segera kebawah untuk memastikan mereka tetap bersama dan tidak ada yang melihat team IT memasang kamera baru. Kamu pulang lewat jalan lain ya Sa? jgn lewat IGD." kata Mira. "Baik kak, aku akan pulang lewat belakang gedung, agak memutar sedikit, tetapi tidak apa-apa. Hitung-hitung olahraga." kata Raissa sambil tersenyum. Akhirnya merekapun bubar. Pak Rizal ke ruang IT untuk memantau pemasangan kamera, sedangkan Mira dan Raissa turun ke lantai 1. Keluar dari lift mereka berpisah. Raissa ke arah belakang gedung sedangkan Mira ke arah IGD. Raissa harus melewati jalanan tempat Bram kecelakaan, sebenarnya kalau siang disini banyak pedagang kaki lima, tetapi semua lapak pedagang tersebut tutup menjelang sore, apalagi hampir pukul tujuh malam seperti ini, sepi sekali dan gelap, hanya ada gerobak dan terpal-terpal yang menutupi tempat berdagang makanan pada siang hari. jalanan ini mengarah ke dua arah, jalan raya di depan gedung dan arah sebaliknya adalah jalan pintas melalui kompleks perumahan yang lumayan besar. Raissa berjalan kearah jalan raya, karena sudah terlanjur jalan kaki ia memutuskan untuk sekalian saja naik busway. Raissa pada dasarnya bukan gadis penakut, tetapi kondisi jalanan yang agak remang-remang membuat Raissa lebih waspada. Sambil berjalan Raissa merasa seperti ada yang memperhatikannya. Raissa mempercepat langkah, apalagi si topi biru masih buronan, "Duh kenapa tadi tidak panggil ojek saja jemput ke pintu belakang ya? bodoohhh!!" pikir Raissa sambil berjalan lebih cepat tapi gengsi untuk lari. Tiba-tiba ia memperlambat langkahnya, beberapa meter di depannya berjongkok seorang wanita gelandangan yang sepertinya mengidap penyakit jiwa. Dari gosip-gosip pedagang yang beredar, wanita itu bernama Asih, ia stress ditinggal suaminya yang merantau ke Jakarta, ketika ia menyusul diketahuinya suaminya sudah punya istri lain disini. Sudah berkali-kali wanita ini diamankan satpol PP karena selalu mengganggu karyawati yang parasnya lumayan cantik karena disangka sebagai wanita yang merebut suaminya. Kebetulan karyawati Bhagaskara Medika memang banyak cantik-cantik, maka Asih terkenal suka mengejar-ngejar karyawati Bhagaskara Medika kalau makan siang di luar. Apesnya Raissa, ternyata wanita gelandangan ini tinggal disini juga kalau malam. Raissa berusaha berjalan perlahan supaya tidak menarik perhatian Asih, malangnya usaha Raissa tidak membuahkan hasil. Asih melihatnya. Awalnya Asih bingung, tetapi melihat tampang Raissa yang imut-imut menggemaskan, Asih mulai naik darah, "Pelakoorr!!! pencuri!! kembalikan suamikuuu!!!" teriak Asih sambil menyerbu ke arah Raissa. "Tenang Asih, tenang... saya tidak kenal suamimu Asih. Tenang yaa.." kata Raissa sambil berusaha mengingat-ingat saat kuliah lapangan di RS Jiwa beberapa tahun lalu. Tapi pengalamannya yang minim membuatnya tidak tahu harus berbuat apa pada situasi seperti ini. Yang Raissa ingat hanya jangan pernah membelakangi pasien sakit jiwa. "Bukan saran yang berguna saat ini.. bagaimana ini?" pikir Raissa. Akhirnya Raissa hanya bisa pasrah ketika Asih menubruknya, memukul lengan dan menendang betisnya. "Duh.. bisa bonyok aku kalau begini terus, lari aja atau bagaimana ya?" pikir Raissa. Tiba-tiba ia mendapat ide, "Asih!! lihat suamimu datang!!"jerit Raissa dan menunjuk ke semak-semak agak jauh disana. "Mana? Mana? suamiku?" tanya Asih. "ituuu.. disana.. kesana yaaa.. aku pulang dulu ya Sih.. Daahh.." kata Raissa sambil berjalan mundur sementara Asih menjauhi Raissa dan berjalan ke arah semak-semak yang barusan ditunjuk Raissa. Asih tidak memedulikan Raissa lagi, dia hanya memanggil-manggil suaminya. Raissa lalu berbalik dan cepat-cepat lari ke arah jalan raya. Ia terus berlari sampai ke jembatan busway tanpa menengok lagi.
Sementara itu, Asih tetap terpana dengan semak-semak yang ditunjuk Raissa. Raissa memang menunjuk secara asal, tetapi Asih yang sudah biasa melihat dalam kegelapan menangkap sesosok pria yang sedang mengamati Asih dan Raissa barusan. "Suamiku? apakah itu kau?" tanya Asih berusaha melihat lebih jelas. "Istriku, ayo kemari.." kata suara itu pelan. "Suamiku? kau mau kemana? suamiku? apa itu benar kau? Mengapa mukamu ditudungi?" tanya Asih sambil mengejar sosok yang disangkanya suaminya jauh ke dalam semak-semak yang semakin lebat. "Ayo kemari Asih, mengapa kau memukuli perempuan cantik itu? tidak tahukah kamu perempuan cantik yang kau pukuli tadi siapa? Ayo kemarilah.. akan kuberi kau pelajaran Asih.." kata pria itu dengan pelan hampir seperti bisikan. "Apa? Ngomong apa sih tidak terdengar? tunggu aku suamiku!!" kata Asih yang walaupun curiga tetapi tetap mengikutinya, berharap suaminya kembali padanya. Dan malam itu, Asih kehilangan nyawanya.
Raissa sampai di rumah sekitar pukul 8, bukan karena macet, tetapi ia mengisi perut dulu dengan bubur ayam hangat yang berjualan di lantai dasar. Badannya terasa remuk redam, apalagi setelah dipukuli Asih tadi. Iya juga merasa meriang, makanya ketika melewati gerobak bubur ayam Raissa langsung tergoda untuk membelinya, rasanya kepingin yang hangat-hangat. Badannya sudah protes terlalu lelah, "Apa aku minta cuti dulu ya? nanti setelah kasus pencuri uang di klinik selesai, aku mau cuti ah.. lelah aku!" pikir Raissa. Sesampainya di rumah ia langsung di sambut Peni dan Asya. "Kemana saja Sa, lama banget pulangnya. Curi-curi kencan ya?" tebak Peni. "Duh Pen, pengennya sih gitu, tapi tadi Mas Aditya pulang duluan. Katanya ada rapat diluar. Sedangkan aku sibuk dengan IT. Oh ya, jangan bilang siapa-siapa ya tentang masalah cctv ini, kak Mira dan pak Rizal tidak ingin ada orang lain yang tahu." kata Raissa. "Tenang.. cuma diantara kita saja kok. Aku saja tidak cerita dengan Alex." kata Asya. "Oh ya? tumben, biasanya kalian sangat kompak dan informatif." kata Raissa heran. "Habis dia juga sudah sibuk dengan RS lain, sudah 98% tidak mengurus klinik lagi kecuali pasien, rasanya tidak etis kalau aku ceritakan masalah internal klinik." kata Asya. Raissa dan Peni berpandangan. "Kalau aku sudah pasti tidak sebaik Asya, kalau aku punya pasangan, apa saja pasti kuceritakan, apalagi kalau tidak ada bahan perbincangan." kata Peni. "Iya, aku juga, masalah pencurian itu kan seru buat dibahas, hebat pengendalian dirimu Sya!" kata Raissa. "Kalian ini, lagipula, kalau sama pasangan ngapain ngomongin soal kerjaan, capeek.. mending ngomongin masa depan! kode tuh buat Raissa.. hahahahaha!" kata Asya sambil tertawa. "Huuu Asya!!! mandi dulu ah.. eh tapi pengen pakai air hangat ah.. masak air dulu!" kata Raissa. "Kenapa? gak enak badan Sa?" tanya Asya. "Aku ketemu Asih tadi waktu pulang, apessss .. diserang!!" kata Raissa sambil menggulung lengan kemejanya, dan terlihat lengan Raissa yang memar, begitu pula dengan betis dan tulang keringnya. "Astaga, berantem Sa? trus Asihnya gimana?" tanya Peni sambil mengerubungi Raissa bersama Asya memeriksa memar-memar yang diderita Raissa. "Ya gak gimana-gimana, masa aku balas mukul orang gila Pen. Aku berhasil lari karena aku tunjuk ke arah sembarangan kalau suaminya datang. Langsung berhasil! Kalau kepikiran lebih awal kan aku ga kena jotos kayak gini. Duh untung bukan muka yang disasarnya. Apa kata pasien besok kalau aku muncul dengan lebam-lebam?" kata Raissa. "Ya sudah mandilah lalu kompres air dingin ya." kata Asya. "Siap Bu suster yang cantik!" canda Raissa lalu memasak air untuk mandi, karena mereka tidak punya pemanas air. "Nah, kalau peristiwa kayak gini, aku pasti lapor Alex, ini kan masalah umum. Harusnya Asih direhabilitasi, atau dirawat di RSJ, kenapa bisa lolos lagi ya dia? kayaknya sudah beberapa kali ditangkap Satpol PP. " Ujar Asya sambil mengirim pesan pada Alex dengan ponselnya. "Wah, aku aja belum lapor Mas Aditya." kata Raissa. "Taruhan dalam lima menit pak CEO akan menelepon Raissa! niihh.. 20.000!" kata Peni. "Mana mungkin, kan dia lagi rapat! mungkin 20-30 menit lagi lah! setuju 20.000!" kata Raissa. "Halah.. semenit lagi juga pasti nelpon! Alex aja sudah balas beberapa kali, yang pertama nanya bagaimana keadaanmu, yang kedua, dia sudah kirim pesan ke Aditya.. heheheh!" kata Asya. Dan benar, ponsel Raissa langsung berbunyi, nada deringnya khusus untuk telpon dari Aditya. "Tuh kaan.. airnya saja belum sempat mendidih hihihihi.. yuuk pen.. jangan ganggu yang lagi panik!" Kata Asya sambil menyeret Peni ke ruang tamu. Raissa menjauhi kompor lalu mengangkat telepon, "aku gak apa-apa mas, cuma memar kok!" kata Raissa begitu mengangkat telepon. "Kamu diserangnya dimana? memar dimana saja? Siapa sih Asih itu? Perlu ke RS gak sayang?" tanya Aditya bertubi-tubi. Nadanya cemas. "Tenang-tenang.. aku gapapa kok Mas, mandi air hangat dan sedikit kompres juga beres. Tidur nyenyak yang lama juga membantu hehehe." kata Raissa menenangkan Aditya. "Raissa jangan bercanda, aku minta Alex periksa kamu sekarang ya? Kok bisa sih diserang? ada berapa orang gila yang berkeliaran di sekitar gedung kita sih?" kata Aditya frustasi. "Hahaha, banyak sepertinya mas! Aku beneran gak apa-apa kok mas, sedikit memar aja. Asih itu salah satu gelandangan dengan penyakit jiwa, gosipnya sih karena ditinggal suaminya dengan pelakor. Biasanya adanya siang hari, dan karyawati kita sering dikejar-kejar dia, Karen siang-siang jadi banyak yang nolongin. sudah pernah ketangkap juga sama satpol PP, ga tau kenapa kok bisa berkeliaran lagi." jelas Raissa. "Oh jalanan tempat pedagang kaki lima di belakang gedung? kenapa lewat situ sayang? sudah malam lagi, kamu kan tahu si topi biru belum tertangkap?" kata Aditya. "Iya Mas, aku juga bodoh, harusnya panggil ojeknya jemput di gerbang belakang saja. Habisnya aku tidak bisa lewat depan karena kak Mira dan Pak Rizal tidak ingin ada yang tahu aku ikut rapat. Rapat untuk rencana besok, supaya tidak ada yang curiga." kata Raissa. "Ya sudah tidak apa-apa, sekarang istirahat ya sayang? Besok-besok kalau pulang malam, telepon aku ya? nanti kujemput." kata Aditya. "Asiikk, mas yang jemput atau pak Supir? hehehe.. eh, Mas udah selesai rapat? Rapat apa sih mas kok sampai malam?" tanya Raissa. "Bisa aku, bisa supir yang jemput, yang jelas kamu gak boleh sendirian lagi sayang..Aku masih rapat tadi, ini lagi permisi keluar dulu begitu dapat pesan dari Alex. Nanti aku ceritakan rapat apa ya.. yang jelas untuk masa depan klinik kita." kata Aditya. "Aduh maaf ya mas aku ganggu. Udah rapat lagi deh.. Trus itu kliniknya bukan punya kita.. punya Mas doang.. hihihi.." kata Raissa. "Ya kalau kita cocok dan terus bersama kan kliniknya jadi punya kita sayangg.. tapi kalo kamu ga mau ya gapapa.. kliniknya loh yaa.. bukan akunya..kalau akunya pasti apa-apa!" kata Aditya. "Ya ampun, ngancem ni mas?! Tapi tenang.. aku belum berencana ke lain hati kok mas.. masih aku padamu mas!!" kata Raissa. "Jangan di rencanakan dong.. rencana itu harus kita tetap bersama!" kata Aditya. "Iya Mas.. iyaa.. udah ditungguin tuhh.. ini air panasku juga sudah mendidih. Aku mandi dulu ya mas!" kata Raissa. "Iya, sampai ketemu besok ya, nanti malam aku gak telpon kamu gapapa ya sayang, kamu harus istirahat, tidur cepat, jangan nunggu aku." kata Aditya. "Iya Mas gapapa, sampai ketemu besok ya! Aku sayang Mas!" kata Raissa. "Mas juga sayang kamu!" kata Aditya lalu menutup telepon. Raissa langsung mengambil ember dan memasukkan air panas dengan hati-hati untuk ia mandi. Selesai mandi ia langsung tidur. Tidurnya agak terganggu, ia bermimpi mengenai penyerangan yang dilakukan Asih. Ia melihat Asih memukulinya dengan keras, lalu Raissa menunjuk ke arah semak-semak dan Asih meninggalkannya. Tetapi kali ini Raissa tidak lari meninggalkan Asih, melainkan memperhatikan Asih yang berjalan ke arah semak-semak, di semak-semak itu ada sesosok pria yang seberapa besar usaha Raissa untuk melihatnya tetap tidak terlihat. Sosok pria itu menangkap Asih dan membawa Asih ke dalam semak-semak lalu Raissa melihat sosok itu mengeluarkan pisau dan menusuk-nusuk Asih, Asih seperti boneka yang di rusak oleh tuannya. Tak berdaya. Raissa menjerit sekuat tenaga, berusaha berlari tetapi kakinya serasa di lem ke aspal jalanan, ia berusaha mengangkat kakinya tetapi tidak bisa, Raissa memanggil Asih tetapi Asih sudah tidak bernyawa, matanya kosong menatapnya, seakan menyalahkan Raissa. Raissa kembali menjerit kencang dan bangun, terduduk di tempat tidurnya. Asya langsung terbangun, begitu juga Peni yang berlari dari kamarnya menuju kamar Raissa dan Asya. Napas Raissa masih memburu, air matanya tumpah. Asya memeluknya. Peni mengambilkan air minum. "Mimpi.. mimpi..cuma mimpi!!" kata Raissa berulang-ulang. "Iya mimpi.. kamu jerit-jerit panggil Asih, kamu mimpi dipukulin lagi ya." kata Peni. "Masih trauma sepertinya Pen. Sshh.. gak apa-apa Sa, cuma mimpi.. kamu aman disini." kata Asya. Raissa hanya mengangguk, ia tidak mau menceritakan bagian horrornya pada teman dekatnya itu. "Iya cuma mimpi! Maaf aku membangunkan kalian ya.. sudah.. tidur lagi lah kalian. Asya besok pagi kan jadwalnya?" tanya Raissa. " Nggak, aku tukaran sama Peni, soalnya paginya ada janji perawatan pengantin sama Alex." kata Asya. "Ke salon?" tanya Raissa. Asya mengangguk. "Tuh kan tetap saja berarti kalian semua harus berangkat pagi, ayo tidur lagi, biar tidak kurang tidur kita semua. Terimakasih airnya ya Pen." kata Raissa. Lalu mereka kembali tidur. Raissa tetap tidak dapat tidur nyenyak, akhirnya ketika semua temannya bangun ia malah ikut bangun.
"Kok sudah bangun Sa?" tanya Peni. "iya nih.. aku ga bisa tidur.. aku mau olahraga aja ah.. badanku rasanya kurang enak. Sekalian cari sarapan." kata Raissa. "Hati-hati di jalan Sa! Bawa kunci jangan lupa ya, aku juga sudah mau berangkat soalnya." kata Asya. "Oke, selamat bekerja, sampai ketemu besok pagi ya.." kata Raissa. "Semoga pelaku pencurian tertangkap yaa.." kata Peni. Raissa pun keluar rumah, menghirup udara pagi Jakarta yang tidak sesegar udara Parongpong. Tiba-tiba ia merindukan rumah. "Harus cuti.. harus... kangen rumah, kangen mamah papah, udah lama gak pulang.." kata Raissa pada dirinya sendiri. Lalu ia mulai berjoging mengelilingi komplek rumah susun yang luas.