Mikayla dan Aljuna menjadi pusat perhatian mereka semua saat ini, mereka yang melihat itu tampak bergunjing ria membicarakan Mikayla dan Aljuna.
"Kak, aku bisa pergi sendiri."
"Diamlah, kamu perduli dengan tatapan dan bisikan mereka semua?"
Mikayla menggeleng, Mikayla justru peduli dengan Aljuna yang mungkin merasa malu karena berdekatan dengan Mikayla.
"Kamu sudah tahu sekarang, apa maksud dari ucapan aku kemarin-kemarin?"
"Iya."
"Dan kamu akan tetap mengabaikannya?"
Mikayla tak menjawab, Mikayla selalu senang berdekatan dengan Gavin jadi Mikayla tidak tahu bisa atau tidak mengabaikan Gavin.
"Kamu menyukainya?"
Mikayla menoleh tanpa menjawab, kenapa harus bertanya seperti itu, memangnya apa urusannya dengan Aljuna kalau memang Mikayla menyukai Gavin.
"Kenapa diam?"
Mikayla berpaling, apa yang harus dikatakan Mikayla, karena memang tidak tahu harus menjawab apa-apa.
"Mika."
"Aku gak tahu, Kak."
Aljuna tersenyum dan menggeleng, tidak punya otak dan hati sama sekali wanita itu, apa sebodoh itu dirinya sampai tidak tahu perasaannya sendiri.
"Mika,"
Keduanya menoleh bersamaan, Mikayla melirik Aljuna saat tahu yang memanggilanya adalah Gavin.
Gavin tampak berjalan menghampiri keduanya, Aljuna balik melirik Mikayla di sana.
"Sekarang kamu harus bersikap, fikirkan semua untuk waktu yang panjang, bukan semata untuk kebersamaan kamu dan dia saja."
Mikayla berpaling dan kembali melirik Gavin yang kini telah ada di hadapannya, Mikayla melihat Gavin dan Aljuna yang saling tatap satu sama lain.
Mikayla juga melihat sekitar, dan melihat mereka yang semakin memfokusnya perhatian pada dirinya dan dua lelaki itu.
"Mika, kamu kenapa basah seperti ini, dan ini."
Gavin menarik jaket yang terpasang di pundak Mikayla, Aljuna dengan cepat merebutnya dan kembali menatap Gavin.
"Ooo .... jaketnya punya kamu, biar apa, Mika gak akan jadi hangat hanya karena jaket itu."
Mikayla mengernyit mendengar ucapan Gavin, kenapa seperti itu, apa akan terjadi lagi keributan antara mereka berdua sekarang.
"Kamu dicari pak Bayu, urus sana team basket kamu, tidak perlu urus Mika."
Gavin mendorong pelan pundak Aljuna dengan menunjukan senyuman menyebalkannya, Aljuna balik tersenyum dan mengibaskan jaketnya di wajah Gavin, Gavin berpaling dan menyentuh pelipisnya yang sedikit sakit karena terkenal ressleting jaket tersebut.
"Santai dong," ucap Gavin mendorong Aljuna.
Mikayla melihat sekitar, mereka tampak berusaha mendekat untuk mengerubungi ketiganya.
"Apa, hah?"
Aljuna mengeraskan rahangnya dan mengepalkan kedua tangannya, Aljuna mengayunkan tangannya untuk memukul Gavin.
"Jangan, Kak."
Mikayla menahan tangan Aljuna dan menurunkannya kembali, Mikayla pasti akan benar-benar disalahkan jika keributan itu kembali terjadi.
Dan Mikayla akan semakin mendapat kesulitan akibat keributan itu, mana mungkin Mikayla biarkan semua itu terjadi, semua kenyamanan Mikayla akan hilang jika sampai itu terjadi.
"Kamu tidak perlu membelanya, dia memang selalu seperti itu, emosian, darahnya selalu tinggi tidak pernah tenang." ucap Gavin.
Mikayla melirik tangan yang digenggamnya saat ini, tangan itu terasa semakin mengeras saja, Aljuna pasti sudah sangat marah pada Gavin sekarang.
"Lepaskan saja Mika, dia memang biang onar disini, lagaknya sok pemberani."
"Tutup mulutmu!" bentak Aljuna.
Mikayla memejamkan matanya sesaat dengan terus menahan Aljuna, bisikan mereka semua semakin terdengar di telinga Mikayla.
Jelas saja karena mereka memang semakin mendekat, tidak bisa dibiarkan lagi, dua lelaki itu pasti tidak akan ada yang mau mengalah.
"Kak Juna, ayo kita pergi." ajak Mikayla.
"Kenapa, kamu takut dia terluka?" tanya Gavin.
Mikayla yang hendak menarik pergi Aljuna pun kembali melirik Gavin.
"Tenang saja, dia jagoan di sekolah ini, dia pasti mengalahkan aku dan aku yang akan terluka, jadi seharusnya kamu jaga aku dari jagoan seperti dia."
Mikayla mengernyit, jaga dia, apa Mikayla seorang bodyguard sampai harus menjaga Gavin dari Aljuna, lagi pula tidak punya malu sekali Gavin meminta wanita untuk menjaganya.
"Ayo Kak," ucap Mikayla.
Mikayla benar-benar membawa Aljuna pergi meninggalkan Gavin, tidak ada gunanya mereka terus berhadapan seperti itu.
Mikayla melirik Gavin yang tersenyum dan melambaikan tangan padanya, urusannya dengan Gavin memang belum selesai, Mikayla harus pertanyakan tentang Citra dan semua pemberiannya itu.
----
"Mika kemana sih, lama banget ke toilet?"
"Gak tahulah, Dev."
Niara dan Devan telah menghabiskan makanannya, tapi Mikayla belum juga datang sampai sekarang.
Jam istirahat juga sudah tinggal sebentar lagi, apa Mikayla tidak merasa lapar dan tidak akan makan.
"Atau jangan-jangan, Mikayla dapat masalah lagi disana."
Devan mengernyit, kenapa fikiran Niara selalu saja negatif tentang keamanan Mikayla, selalu saja buruk fikiran Niara.
"Bisa saja kan, Dev?"
"Enggak ah, apaan sih, kalau mikir itu yang baik-baik jangan seperti itu, kalau seperti itu sama saja kamu mendoakan Mikayla celaka."
Niara seketika diam, mana mungkin Niara mendoakan temannya sendiri celaka, Niara hanya khawatir saja dengan semua itu karena semua yang telah dilihatnya tentang Mikayla.
"Kenapa tuh muka pada tegang?"
Keduanya menoleh dan melihat Mikayla yang datang, akhirnya wanita itu datang juga ke hadapan mereka.
Mikayla duduk dan meneguk minuman milik Niara, haus sekali Mikayla sekarang dan tentunya lapar juga.
"Mika, rambut kamu kok basah?" tanya Niara.
Mikayla menoleh dan meraba rambutnya, memang susah untuk menyembunyikannya, jadi biarkan saja.
"Mika, kamu gak apa-apa kan?" tanya Niara lagi.
"Aku kenapa memangnya?" ucap Mikayla balik bertanya.
Niara melirik Devan yang juga melirik padanya, apa lagi sekarang, bukankah jelas jika Mikayla pasti mengalami hal buruk sewaktu mau ke toilet.
Mana mungkin buang air karena sakit perut sampai harus basah ke rambut, Mikayla pasti menutupi sesuatu dari mereka berdua saat ini.
"Jelaskan Mik, jangan buat Niara semakin berfikir buruk tentang kamu." ucap Devan.
Mikayla mengangguk, itu benar tapi apa yang harus jadi penjelasannya, Mikayla tidak mungkin mengatakan semua yang terjadi padanya akibat wanita itu.
"Ada apa sih, Mik?" tanya Niara.
"Ada apa sih, gak ada apa-apa kok, tadi itu airnya memang gak sengaja kena rambut, aku saja yang ceroboh makanya rambut jadi basah seperti ini."
Niara mengernyit, apa benar seperti itu kejadiannya, Niara masih saja meneliti Mikayla meski telah mendengar jawaban.
"Seragam kamu, baru lagi?" tanya Devan.
"Jujur saja Mik, ada apa sebenarnya?" tambah Niara.
Mikayla menggaruk kepalanya yang tak gatal,menyebalkan sekali, kenapa mereka harus sampai segitunya memperhatikan Mikayla.
"Silahkan, Neng."
Mikayla menoleh dan menerima makanannya, ibu kantin kembali pergi dari mereka, Mikayla melirik keduanya bergantian dan tersenyum.
"Aku makan dulu ya, lapar banget soalnya."
Mikayla melahap makanannya tanpa peduli dengan mereka lagi, baguslah karena Mikayla jadi terhindar dari pertanyaan yang membuat pusing kepalanya itu.
Niara dan Devan hanya bisa menatapnya dengan penasaran.