Mikayla merasa tangannya sudah mulai pegal karena menahan bawaannya, tapi Gavin masih terus saja melajukan motornya seperti enggan berhenti.
Sebenarnya dimana rumah Gavin, kalau memang jauh kenapa harus memasan lagi pada ibunya, memangnya di dekat rumahnya sendiri tidak ada yang jual masakan.
"Masih jauh gak sih, Kak?" tanya Mikayla.
Seketika itu juga Gavin memasuki halaman rumahnya, Mikayla berdecak, akhirnya sampai juga kalau tahu tinggal belok saja, Mikayla tidak akan bertanya apa pun juga.
Keduanya turun dari motor, dan menoleh saat pintu rumah itu terbuka.
"Kalian sudah datang," ucap Anita.
Mikayla tersenyum dan memberikan pesanan masakannya pada Anita, bukankah Mikayla sudah tahu kalau nama wanita itu adalah Anita.
"Kamu anaknya Bu Nina?"
Mikayla mengangguk seraya tersenyum, Anita turut tersenyum dan mengajaknya untuk masuk saja.
"Oh, tidak perlu, aku langsung pulang saja."
"Loh, kok gitu?"
"Gak apa-apa Tante, lagi pula Ibu masih sibuk di rumah jadi aku harus bantu."
"Oh iya, ya sudah makasih ya kamu sudah mau antarkan ini."
"Sama-sama, Tante."
"Gavin, Kakak kamu mana sih kok belum pulang."
Mikayla menoleh dan melihat Gavin yang berpaling dengan wajah malasnya.
"Gavin."
"Gak tahulah, Mamah cari saja sendiri."
Mikayla mengernyit, kenapa Gavin bicara ketus gitu pada mamahnya sendiri, dan kakak, jadi Gavin punya kakak.
"Ya sudah Mamah masuk, kamu itu memang tidak pernah ada pedulinya sama Kakak kamu sendiri."
Gavin mengangkat kedua bahunya sekilas, Anita lantas pamit pada Mikayla, dan berlalu meninggalkan kedunya.
"Ayo, aku antar kamu pulang."
Mikayla menggeleng, sepertinya Mikayla pulang sendiri saja, lagi pula bukankah Gavin akan ada acara keluarga.
"Ayo."
"Gak perlu, aku kesini mau ingatkan Kakak."
"Ingatkan apa?"
"Jangan lagi ganggu aku, apa lagi kasih-kasih hadiah seperti sebelumnya lagi, terlalu basa basi tahu gak dan aku gak suka."
Gavin mengernyit mendengar penuturan Mikayla, lancar sekali wanita itu berbicara tanpa ada pembukaannya sama sekali.
"Kakak dengar kan, aku gak mau ada urusan sama Kakak lagi, apa lagi kalau akhirnya aku hanya dapat masalah saja."
"Masalah apa, memangnya aku melakukan apa sampai buat kamu mendapatkan masalah seperti itu?"
"Kenapa masih tanya sih, itu kan ulah Kakak sendiri, harusnya Kakak tahu dong apa yang terjadi."
"Mika, tunggu dulu."
"Gak perlu kasih alasan apa pun juga, dan seharusnya aku memang dengarkan kata Kak Aljuna sejak awal."
"Aljuna?"
"Iya, Kak Aljuna bilang kalau aku dekat sama Kakak itu hanya akan membuat aku dapat masalah saja, tapi gak aku gak mau dengar itu semua dan sekarang aku sudah buktikan sendiri semuanya."
"Buktikan apa?"
"Buktikan kalau dekat sama Kakak itu hanya dapat masalah saja."
Gavin tersenyum kecut mendengar ucapan Mikayla, Gavin berpaling seraya mengepalkan kedua tangannya.
Mikayla menyadari itu, dan reaksi itu justru membuat Mikayla panik sendiri, bagaimana kalau besok di sekolah ada perkelahian lagi antara Gavin dan Aljuna, semua pasti karena ucapan Mikayla saat ini.
"Kak," panggil Mikayla ragu.
Gavin menoleh dan menatap Mikayla, tatapan itu membuat Mikayla menunduk sesaat.
"Kak, aku ...."
"Apa kamu fikir dengan kamu dekat dengan lelaki itu, kamu akan lebih baik lagi?"
Mikayla diam dengan balik menatap Gavin, lelaki yang dimaksud Gavin pasti Aljuna, dan Mikayla tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan itu.
"Kamu fikir dia lebih baik dari pada aku?"
"Apa maksudnya?"
"Jawab saja, kamu bilang dekat dengan ku hanya memberikan masalah saja untuk mu, dan kamu berifikir akan lebih menyenangkan jika dengan dengan Aljuna."
"Bukan seperti itu."
"Lalu seperti apa, kalau kamu tidak tahu apa pun, jangan berani membandingkan aku dengan dia."
"Tapi aku gak membandingkan, aku hanya ...."
"Silahkan kamu pulang, aku sudah dengar semua protes kamu tentang aku, tapi aku tidak bisa terima semuanya."
Gavin memotong kalimat Mikayla, wanita itu sangat menjengkelkan sekarang, jadi lebih baik mereka berpisah saja.
"Pergi sana."
"Lalu Kakak mau apa?"
"Bukan urusan mu, kedatangan kamu kesini hanya untuk peringatkan aku saja kan?"
"Tapi Kak, aku minta jangan ada keributan lagi setelah ini."
"Pulang sekarang."
Mikayla melirik telunjuk Gavin yang memintanya untuk pergi, Mikayla mengangguk dan berlalu meninggalkannya.
Mikayla kembali melirik Gavin sebelum keluar dari gerbang, ekspresi lelaki itu jadi menakutkan sekarang.
"Pulang aku bilang."
Mikayla mengerjap dan benar-benar pergi dari tempat itu, Mikayla memejamkan matanya sesaat, apa yang dikatakannya tadi adalah kebenarannya jadi Gavin hanya harus menerimanya saja.
"Perkataan aku yang mana yang membandingkan dia dan Kak Juna, perasaan tidak ada, tapi kenapa jadi seperti itu tanggapannya."
Mikayla menggaruk kepalanya yang tak gatal, kenapa jadi salah paham seperti itu, padahal Mikayla hanya membicarakan tentang ulah Gavin saja, dan meminta agar Gavin tidak mengulangnya lagi.
Mikayla berdecak dan menggeleng, entahlah akan seperti apa setelah ini, yang jelas Mikayla tidak bermaksud untuk membuat masalah baru.
Kaki Mikayla terus terayun menyusuri jalanan panjang itu untuk kembali ke rumahnya, tadi Mikayla berharap akan diantarkan pulang sama Gavin, tapi keadaan sangat tidak memungkinkan.
Mikayla teringat dengan eskpresi Gavin saat mendengar nama Aljuna, ekspresi itu sangat menggambarkan kalau Gavin sangat membenci Aljuna.
"Tapi kenapa, apa alasannya, mereka satu sekolah dan mereka juga team basket, kenapa bisa musuhan seperti itu."
Mikayla menggaruk pipinya sekilas, memang aneh keadaan mereka berdua, apa mungkin semua gara-gara wanita itu.
"Pasti Kak Gavin sama Kak Juna berebut wanita itu, sehingga mereka musuhan sekarang."
Mikayla mengangguk, itu pasti benar karena perlakuan buruk yang diterima Mikayla di sekolah itu bersangkutan dengan Gavin.
"Haaah .... fokus Mika, kamu hanya harus fokus sama pelajaran saja, tidak perlu pusing memikirkan hal lain, apa lagi hanya masalah mereka saja."
Mikayla menutup wajahnya seraya menghentikan langkahnya, Mikayla tidak boleh lupa tujuan kedatangannya ke sekolah itu.
"Belajar, belajar, belajar, belajar, belajar, belajar saja Mika, belajar bukan pacaran apa lagi ngurusi pacar orang."
Mikayla mengangguk dan mengusap wajahnya, Mikayla kembali melangkahkan kakinya menyusuri jalanan.
Hingga matanya melihat motor yang terparkir di depan sana, Mikayla ingat jika motor itu adalah milik Aljuna karena Mikayla juga pernah menumpanginya.
"Tapi kemana pemiliknya."
Mikayla melihat sekitar tapi tidak melihat Aljuna di sana, Mikayla mendekati motor tersebut dan ternyata Aljuna sedang duduk di bawah, dan tentu saja tubuhnya terhalang oleh motor itu.
"Pantas saja," ucap Mikayla pelan.
Mikayla melihat Aljuna yang sedang melamun, apa yang sedang difikirkannya dan kenapa harus di sana, apa Aljuna tidak memiliki rumah untuk pulang.
"Apa yang kamu lakukan, tidak sopan sekali mengintip orang."