Nina keluar dari rumahnya, ia berdiri di teras sambil melihat sekitar, sampai langit gelap Mikayla belum juga pulang ke rumah, bahkan ponselnya pun tidak bisa dihubungi.
Tidak biasanya Mikayla seperti itu, entah kemana anak itu dan entah apa yang sedang dilakukannya sekarang, padahal Nina sudah membekalinya ponsel tapi kenapa tidak sempat untuk mengabari jika akan pulang terlambat.
Sekarang Nina harus merasakah kekhawatiran terhadap Mikayla, apa anak itu mulai tidak peduli dengan perasaan Nina dan mulai bersikap sesukanya saja.
Nina masih ingat dengan hadiah dan surat yang di dapatkan Mikayla, dan ingat juga dengan kalimat teman Mikayla, Nina harus mengingatkan Mikayla agar tetap fokus pada sekolahnya bukan pada percintaannya.
Tapi sekarang apa yang harus Nina fikirkan, saat langit telah gelap pun Mikayla belum kembali ke rumah, dan kabar pun tidak ada yang sampai pada Nina.
Nina kembali memasuki rumahnya dan duduk di ruang makan, semua sudah tersaji di meja dan siap untuk dinikmati.
"Kemana sebenarnya Mika, tugas tambahan apa yang didapatkannya sampai harus selama ini."
Dan dengan siapa Mikayla di sana, apa mungkin dengan Niara dan Devan, atau bahkan dengan lelaki yang kerap memberi Mikayla kejutan.
Nina menggeleng, tidak boleh ada fikiran buruk tentang putrinya itu, Mikayla selalu bisa dipercaya dan saat ini pun pasti masih sama.
"Cepat pulang Mika, Ibu tunggu kamu disini, kita makan malam bersama."
Nina tersenyum seraya menatap makanan di meja, Mikayla pasti menyukai menu malam ini, dan pasti makannya akan lahap sekali.
----
"Kak, aku harus pulang, gak apa-apa rumah aku gak terlalu jauh kok."
Aljuna tidak menjawab, sejak tadi Mikayla sudah sangat berisik meminta pulang, tapi Aljuna tak membiarkannya pergi.
Hujan yang begitu deras di luar sudah cukup jelas untuk Aljuna melarang Mikayla pergi, akan seperti apa jadinya jika Mikayla pulang dengan hujan-hujanan, bukankah besok masih harus sekolah dan bagaimana kalau Mikayla justru sakit.
"Kak."
"Kenapa kamu berisik sekali?"
"Ya Kakak sendiri kenapa diam saja, aku dari tadi bicara sama Kakak."
Aljuna tersenyum dan menoleh, Aljuna fikir wanita itu pendiam dan akan malas untuk banyak bicara.
"Kamu seperti ini ya sebenarnya?"
"Maksudnya?"
"Berisik, gak bisa diam."
Mikayla mengernyit, kenapa malah berkata seperti itu, itu bukan kalimat yang ingin Mikayla dengar.
Mikayla berjalan menghampiri Aljuna, sejak tadi lelaki itu berdiri di samping pintu untuk menghalangi Mikayla agar tidak keluar.
"Kak, gak pegal berdiri terus?"
"Kamu gak kering tenggorokan ngomong terus?"
Mikayla mendelik sambil terus berusaha mempertahankan kesabarannya.
"Aku gak ngajak ribut kok."
"Ya sudah jangan berisik."
Mikayla merapatkan bibirnya, tanpa ragu Mikayla meraih tangan Aljuna dan menariknya untuk duduk.
Mikayla juga kembali duduk, sekarang mereka tidak harus bicara berjauhan, Aljuna telah duduk bersamanya.
"Lepas," ucap Aljuna.
Mikayla seketika melepaskan genggamannya.
"Maaf," ucap Mikayla.
Aljuna tak peduli dan berpaling, terserah saja tapi sepertinya Mikayla masih akan banyak bicara.
"Kak, aku boleh tanya sesuatu?"
Aljuna tak menjawab, Mikayla menunduk sesaat.
"Kak, aku mau tanya serius."
"Ya sudah ngomong, dari tadi kan kamu sudah banyak bicara."
Mikayla berdecak, kenapa lelaki ini sangat menjengkelkan, padahal Mikayla bicara dengan baik-baik padanya.
"Jadi gak ngomongnya?"
"Kakak, ada masalah apa sama Kak Gavin, kenapa kalian seperti musuh saja?"
Aljuna tersenyum sekilas dan berpaling, itu pertanyaan yang paling Aljuna hindari, malas sekali Aljuna harus menjawabnya.
"Kak," panggil Mikayla ragu.
"Diamlah, tidak perlu banyak tanya."
Mikayla mengangguk perlahan, tapi Mikayla ingin tahu tentang semuanya, mungkin saja jika Mikayla tahu permasalahannya akan bisa sedikit membantu mendamaikan mereka.
"Kak,"
Aljuna menoleh, tatapannya tak lagi tenang, Mikayla melihat tatapan dingin menyeramkan itu lagi.
"Aku hanya tidak mau melihat perseteruan kalian, aku dengar dari siswi lain katanya dulu kalian sahabat dan kompak sekali."
"Itu bukan urusan kamu."
"Iya," ucap Mikayla pelan.
"Dan lebih baik kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah pribadi orang lain, atau kamu sendiri yang akan celaka nantinya."
"Apa yang akan membuat aku celaka, aku tidak melakukan apa pun, hanya saja mungkin aku bisa menjadi jembatan untuk kalian baikan."
"Diam."
Nyali Mikayla seketika menciut, entah kenapa ekspresi wajah Aljuna terasa sangat menyeramkan, sebenarnya lelaki itu manusia atau mungkin jelmaan setan.
"Maaf," ucap Mikayla pelan.
"Jangan pernah sekali pun kamu tanyakan hal ini lagi."
Mikayla mengangguk dan menunduk, biar saja mungkin nanti Mikayla bisa bertanya pada Gavin.
"Mika," paggil Aljuna.
Mikayla mengernyit, suaranya terdengar begitu tenang padahal tadi begitu tegang.
"Mika," ulangnya.
Mikayla menoleh dan menatapnya Aljuna, tidak ada lagi tatapan menyeramkan itu, ekspresinya pun telah kembali tenang.
"Kamu menyukai lelaki itu?"
Mikayla menggeleng, urusan perasaannya biar menjadi urusan Mikayla sendiri.
"Tidak perlu berbohong."
"Tapi itu memang jawabannya."
"Berarti tidak akan sulit untuk kamu menjauhinya."
Mikayla mengalihkan pandangannya dan mengangguk, Aljuna turut mengangguk, entah apa yang ada dalam fikiran keduanya saat ini.
"Masalah yang ada antara aku dan dia, tidak akan pernah bisa selesai, jadi apa pun yang akan terjadi esok lusa antara kita berdua, biar saja karena itu tidak akan bisa dihentikan."
Mikayla kembali menatap Aljuna, apa seserius itu permasalahannya, tapi apa dan kenapa.
"Apa itu tentang, Kak Citra?"
Aljuna tak menjawab, ia lantas bangkit dan berjalan membuka pintu, Mikayla hanya diam memperhatikannya.
"Hujannya sudah reda, kamu mau pulang sekarang?"
Mikayla menghembuskan nafasnya sekaligus, itu bukan jawaban yang diinginkannya.
"Kamu masih betah disini?"
"Tidak, aku mau pulang."
Mikayla turut turun dengan membawa tasnya, berjalan menghampiri Aljuna disana.
"Kakak duluan saja, aku kan gak apa-apa."
"Simpan saja sepeda kamu di sekolah, sekarang aku antar kamu pulang."
"Tidak perlu, aku ...."
Belum sempat Mikayla selesaikan ucapannya, Aljuna sudah berlalu lebih dulu, Mikayla berdecak seraya menghentakan kakinya pelan.
"Menyebalkan sekali, tidak punya sopan santun, bukannya dengarkan dulu orang mau bicara." gerutu Mikayla.
Kakinya terayun menyusul Aljuna, biarkan saja mau seperti apa, Mikayla tidak mau melihat hal menyeramkan lagi dari lelaki itu.
Dan semoga saja dengan diantarkan Aljuna, Nina tidak akan begitu khawatir, dan Mikayla memiliki alasan jika dirinya memang ada di sekolah.
Pasti Aljuna bisa membantu menjelaskan jika nanti Nina marah padanya, karena tidak akan salah kalau sekarang Nina sedang menunggunya dengan kekhawatiran penuh.
"Baru pulang?" tanya satpam.
Aljuna mengangguk dan menaiki motornya, setelah terdengar derunya, Mikayla turut naik.
"Pak, titip sepeda, kita duluan." ucap Mikayla.
"Siap, tenang saja, hati-hati di jalan." ucap satpam.
Aljuna lantas melajukan motornya meninggalkan sekolah.