Nina berjalan keluar pasar dengan belanjaan yang banyak di tangannya, Nina sudah mendapatkan semua bahan yang dibutuhkan untuk jualan hari ini.
Tidak ada pesanan khusus untuk hari ini, sehingga Nina hanya memasak untuk pengisi mejanya saja, tidak apa Nina tetap bersyukur dengan semua itu.
"Abang ojeknya mana lagi."
Nina melihat sekitar mencari tukang ojek yang biasa mengatarkannya, kali ini sepertinya ia sedang dapat tumpangan.
"Kalau begitu, aku harus cari yang lain, tapi mana ya kok gak ada."
Nina kembali berjalan sambil mencari tukang ojek yang mungkin sedang kosong, Nina tidak mungkin pulang dengan bejalan kaki.
Belanjaannya banyak, dan jaraknya juga jauh, Nina akan kerepotan di tengah jalan nanti karena semua yang dibawanya.
"Aduh, mana sih ini, masa gak ada ojek satu pun juga."
"Ojeknya lagi dapat penumpang semua, Bu."
Nina menoleh, ada satu orang ibu-ibu di sana, sepertinya ia juga selesai belanja dan sedang menunggu ojek.
"Tunggu saja, Bu."
Nina mengangguk dan berdiri di samping sang ibu, Nina menyimpan sebagian belanjaannya karena tangannya terasa pegal.
"Banyak sekali belanjanya, Bu."
"Iya, saya jualan masakan di rumah, jadi belanjanya harus banyak." ucap Nina.
Ibu itu mengangguk paham, sepertinya sudah biasa dengan orang yang seperti itu.
"Ibu, buat masak sendiri?" tanya Nina.
"Iya, ini buat tuan rumah."
Nina mengangguk, mungkin saja ia deorang ART sehingga seperti itu jawabannya, biarlah mereka memiliki kegiatan sendiri-sendiri.
Kringg .... ponsel ART itu terdengae berdering, ia menyimpan belanjaannya dan langsung menjawab panggilan yang masuk.
Nina tersenyum dan melihat sekitar, masih tidak terlihat ada ojek yang datang, lalu bagaimana Nina bisa pulang kalau seperti itu.
"Iya, ditunggu di pasar, Pak."
Wanita itu menutup sambungannya dan menyimpan kembali ponselnya, ia melirik Nina yang masih saja mencari ojek.
"Ibu gak ada yang bisa jemput?" tanyanya.
Nina menoleh dan menggeleng, siapa yang mau menjemputnya, Mikayla lagi sibuk di sekolah.
"Nanti tuan saya mau jemput kesini, biar sekalian saya minta antarkan Ibu ya."
"Oh gak perlu, saya tunggu ojek saja, saya sudah ada langganan kok."
Ia hanya tersenyum mendengar jawaban Nina, tapi lihat nanti saja, kalau memang tuannya mau maka tidak ada salahnya Nina ikut.
"Ibu mau dijemput?"
"Iya, katanya masakannya harus segera selesai, jadi harus cepat pulang."
"Oh iya, baik ya tuannya."
"Iya, saya senang bisa bekerja sama beliau, soalnya baik sekali orangnya."
Nina mengangguk, baguslah kalau memang seperti itu, berarti rezekinya memang bagus.
Tak lama dari sambungan telepon itu berakhir, ada mobil yang memang menghampiri ke arah wanita itu, Nina berpaling tanpa peduli dengan hal tersebut.
"Ayo masuk," ucap lelaki yang turun dari dalam mobil.
"Iya, Pak."
Wanita itu lantas membawa semua belanjaannya ke dalam mobil, dan tentu saja sang tuan pun turut membantunya.
"Sudah, Pak."
"Ya sudah, ayo." ucapnya seraya berlalu.
"Pak, tunggu."
Lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Ada yang tertinggal?" tanyanya.
"Tidak, tapi apa boleh kalau Bapak antarkan Ibu ini pulang?"
Nina seketika menoleh saat mendengar kalimat tersebut, Nina mengangkat kedua alisnya dan menggeleng.
"Tidak apa, Bu." ucap wanita tersebut.
Lelaki itu kembali menghampiri untuk tahu lebih jelasnya lagi, saat sampai di hadapan keduanya ia terdiam melihat Nina yang berdiri di sana.
Nina juga meliriknya dan turut tak percaya, apa benar penglihatannya saat ini, benarkah sosok yang dilihatnya saat ini.
"Mungkin Bapak mau mengantarkan Ibu ini juga, kasihan dia tidak dapat ojek untuk mengantarnya pulang."
"Tidak perlu, saya bisa tunggu sebentar lagi, silahkan saja kalau mau pulang lebih dulu."
"Tidak masalah, biar saya antar." ucap lelaki itu.
Keduanya menoleh bersamaan, Nina menggeleng perlahan, sangat tidak mungkin lagi semua itu adalah kebenaran.
"Mari silahkan," ucapnya lagi.
"Sudah Bu, ayo masuk biar cepat sampai rumah, tenang saja Bapak baik kok."
Wanita memasuki mobil lebih dulu, Nina masih terdiam di tempatnya tanpa memalingkan pandangannya sedikit pun juga.
"Apa kabar?" tanya lelaki itu.
Nina tak menjawab, pertanyaan itu cukup menjelaskan jika semua adalah benar.
"Dimana bayi itu, sekarang dia pasti sudah besar?"
Nina menggeleng, tidak ada lagi alasan untuk Nina tetap bertahan di tempat itu sekarang, Nina harus segera pergi dan melupakan semuanya.
"Apa aku bisa ...."
"Bu Nina," panggil seseorang memotong kalimat lelaki itu.
Nina menoleh dan tersenyum, itu adalah panggilan dari tukang ojek langganan Nina setiap paginya, akhirnya datang juga dan nina bisa segera pergi dari sana.
"Mari Bu, saya bantu."
"Terimakasih, Pak."
Tukang ojek itu membantu membawa sebagian belanjaan Nina ke motornya.
"Saya permisi," ucap Nina yang kemudiam berlalu meninggalkan lelaki itu.
Nina turut menaiki motor saat memang telah siap jalan, Nina kembali melirik lelaki tadi, rupanya lelaki itu masih bertahan di tempatnya dan masih memperhatikan Nina.
Nina berpaling tanpa memperdulikannya lagi, sekarang Nina harus fokus pada kegiatannya tanpa memikirkan hal lain.
"Pak, Pak Farhan."
Lelaki itu mengerjap saat mendengar panggilan dari ARTnya, ia lantas memasuki mobil dan melajukannya.
"Ada apa, Pak?" tanyanya.
"Bibi, kenal sama perempuan tadi?"
"Tidak, hanya tidak sengaja bertemu saja karena sama-sama menunggu ojek disana."
"Tidak tahu namanya?"
"Tidak."
"Alamat rumahnya?"
"Tidak Pak, bertemunya saja beru tadi, Pak Farhan mengenalnya?"
Farhan menggeleng, entahlah, entah benar atau tidak pemikirannya saat inu, tapi tukang ojek tadi dengan jelas menyebutkan nama Nina.
Itu sudah sangat mampu meyakinkan Farhan tentang semuanya, tapi Farhan tidak tahu harus seperti apa memikiriannya.
"Ada apa, Pak?"
"Besok belanja ke pasar ini lagi kan?"
"Iya, setiap belanja juga kesini."
"Kalau nanti bertemu dia lagi, tanyajan alamat rumahnya ya, sepertinya saya mengenalnya, hanya saja saya lupa siapa."
"Baik, Pak."
Farhan mengangguk tanpa berkata lagi, ia memilih fokus dengan fikirannya sendiri tentang Nina.
----
Sampai di rumah Nina menyumpan semua belanjaannya dan duduk di kuris sampingnya, Nina terdiam mengingat pertemuannya dengan Farhan tadi.
"Bagaimana bisa seperti itu."
Nina menggeleng benar-benar tak percaya dengan semuanya, Nina bahkan sudah melupakannya tapi kenapa sekarang mereka harus bertemu lagi.
Dulu pertemuan mereka memang terasa menyenangkan, tapi kenapa sekarang rasanya tidak seperti dulu.
"Sudahlah, untuk apa memikirkan hal seperti ini, lebih baik sekarang aku urus saja sayuran itu, lagi pula masih banyak pekerjaan yang lain juga yang belum aku kerjakan."
Nina bangkit dan mulai mengerjakan kegiatannya, Nina berangkat ke pasar saat pagi-pagi sekali, sehingga belum ada pekerjaan rumah yang dikerjakannya.
Sehingga Nina harus segera selesaikan semuanya, sebelum sore tiba dan pelanggan masakannya berdatangan.