Mikayla tersenyum bingung, Aljuna sadar dengan keberadaannya saat ini, bahkan meski Aljuna tidak meliriknya.
"Kakak sedang apa, kenapa duduk disini?"
"Memangnya kenapa, ada larangannya duduk disini."
Mikayla mengerucutkan bibirnya, nada bicara Aljuna terdengar sangat menyebalkan, apa salahnya perasaan Mikayla bertanya dengan baik-baik.
"Jangan seperti itu, jelek."
Mikayla mengernyit, apa lelaki itu dukun bisa tahu ekspresi Mikayla tanpa melihat langsung.
"Pulang sana."
Mikayla mengangguk dan melangkahkan kakinya, bukan menjauh meninggalkan Aljuna, Mikayla justru berdiri di hadapan Aljuna.
Lelaki itu menoleh dan melihat Mikayla yang tersenyum padanya, Aljuna justru mendelik dan berpaling lagi.
"Ish ...."
Mikayla mengepalkan tangannya kesal, ada apa dengan lelaki itu kenapa seperti itu sikapnya.
"Kakak kenapa sih, kenapa gak pulang saja jadi bisa bebas melamun di kamar."
Mikayla turut duduk di hadapan Aljuna, tapi sepertinya Aljuna tidak tertarik untuk melirik Mikayla.
"Ada masalah?" tanya Mikayla
Tak ada jawaban, Mikayla meneliti setiap titik tubuh Aljuna, tidak ada yang berubah, itu penampilan Aljuna ketika di sekolah dan berarti benar jika Aljuna memang belum pulang.
"Kak," panggil Mikayla pelan.
"Hemm."
Aljuna hanya menjawab panggilan itu dengan gumaman saja, Mikayla berpaling sesaat dan kembali menatap Aljuna.
"Rumah Kakak dimana?"
Tak ada jawaban, Aljuna kembali pada lamunannya, Mikayla merapatkan bibirnya dan mengangguk.
"Bensin motornya habis ya?"
Aljuna masih saja diam, Mikayla melihat sekitar, tidak ada siapa pun di sana termasuk juga yang menjual bensin.
"Mau aku mintai bantuan, aku habis dari rumah Kak Gavin dan tidak jauh dari sini, mungkin aku bisa minta untuk dibawakan bensin kesini untuk motor Kakak."
Aljuna masih saja diam, Mikayla mengernyit, apa Aljuna mendadak tuli sekarang sehingga tak dapat mendengar suara Mikayla.
"Kak, atau mungkin Kakak lapar, biar aku pesankan makanan ya, ponsel Kakak mati ya jadi gak bisa pesan makanan?"
Mikayla menelan ludahnya, menjengkelkan sekali lelaki itu, kenapa hanya diam saja padahal Mikayla sudah bicara sejak tadi.
"Kak Juna, atau mungkin Kakak merasa tidak enak badan sehingga tidak bisa mengendarai motornya, kalau gitu biar aku carikan taxi ya sekalian aku antar Kakak ke dokter."
Mikayla bangkit dan beranjak dari tempatnya, tapi Aljuna menghalangkan kakinya pada kaki Mikayla, perbuatan Aljuna itu membuat Mikayla terjatuh di sana.
"Aww ...." rintih Mikayla.
Aljuna tampak bangkit dan mengulurkan tangannya pada Mikayla, Mikayla meliriknya tanpa menjabatnya.
Benar-benar menjengkelkan lelaki itu, dia telah sengaja membuat Mikayla terjatuh saat Mikayla berniat baik padanya.
Aljuna menggerakan tangannya agar Mikayla segera menjabatnya, tapi Mikayla tidak melakukannya, Mikayla kesal sekali pada Aljuna karena telah sangat jahat padanya.
Aljuna bepaling seraya menurunkan tangannya, nafasnya terhembus sekaligus karena uluran tangannya diabaikan begitu saja oleh Mikayla.
Aljuna menyentuh kedua lengan atas Mikayla dan membangunkannya.
"Aw .... aw sakit."
Mikayla bangkit dan berusaha melepaskan tangan Aljuna.
"Diam," ucap Aljuna.
Mikayla seketika diam, suara Aljuna terdengar begitu dingin terasa seakan begitu menusuk.
"Kamu tidak dengar apa yang kerap aku katakan?"
Mikayla tak menjawab, pandangan mereka begitu kuat terhadap satu sama lain, Mikayla merasa tatapan itu sangat menakutnya.
Seolah ada kemarahan yang terpendam dalam dan tak sedikit pun bisa diungkapkan olehnya, tapi apa, kemarahan apa itu, apa mungkin Aljuna marah pada Mikayla.
"Kamu tidak mengerti apa yang aku katakan?"
"Apa, Kak?"
"Aku bilang jangan pernah dekat lagi dengan lelaki itu."
Mikayla memejamkan matanya saat merasakan tangan Aljuna yang semakin kuat memcengkram lengannya.
"Tidak cukup dengan apa yang sudah terjadi sama kamu?"
Mikayla tak menjawab, jantungnya mendadak bergemuruh, Mikayla merasa takut jika Aljuna akan menyakitinya sekarang.
"Jawab aku."
Mikayla membuka matanya dan kembali menatap Aljuna.
"Jawab."
"Aku tidak tahu kalau Kak Gavin akan ke rumah sore ini."
"Aku tidak bicara itu."
"Tapi aku bisa ke rumah Kak Gavin karena mengantarkan masakan pesanan Mamahnya, pesanan masakannya banyak dan Kak Gavin tidak bisa membawanya sambil mengendarai motor, sehingga aku mengatarkannya."
"Apa kamu sedang berbohong?"
Mikayla menggeleng cepat, apa yang dikatakannya itu adalah benar, sesuai dengan kejadiannya.
"Siapa yang memesan dan siapa yang membawa."
"Iya .... iya itu benar, tadi siang Mamahnya Kak Gavin temui Ibu dan bilang kalau gak bisa ambil pesanannya, makanya Kak Gavin yang membawanya."
"Kamu sedang berbohong," ucap Aljuna semakin mengeratkan cengkramannya.
"Sakit, Kak."
"Kamu berbohong, kamu masih saja senang karena bisa dekat dengan dia."
"Tidak, aku bicara yang sebenarnya."
Mikayla semakin takut saat ini, rasa sakit itu semakin dirasakannya, ada apa dengan Aljuna kenapa harus sampai seperti itu.
"Kak, sakit."
"Diam kamu."
Mikayla menunduk, bicara Aljuna memang pelan tanpa membentak, tapi entah kenapa itu terdengar sangat menakutkan bagi Mikayla.
"Kamu ingin mendapatkan hal yang lebih buruk lagi dari tadi siang?"
Mikayla menggeleng tanpa melirik Aljuna.
"Jauhi dia, atau kamu akan menyesal karena telah mengabaikan peringatan aku selama ini tentang semuanya."
Mikayla mengangguk, sekarang yang diinginkannya hanya Aljuna melepaskannya, sakit sekali kedua lengannya itu.
"Jangan pernah lagi kamu merespon dia."
"Iya."
Aljuna melepaskan Mikayla, Mikayla mengusap kedua lengannya, apa Aljuna termasuk lelaki yang kasar pada wanita, dia tidak bisa memperlakukan wanita dengan lembut.
Aljuna lantas berjalan naik ke motor dan menyalakannya, tidak akan ada akhirnya pembicaraan mereka sekarang, mungkin saja Mikayla tidak bisa mengerti semuanya.
"Naik, aku antar kamu pulang."
Mikayla menoleh dan menggeleng, entah apa lagi yang akan dilakukan Aljuna nanti pada Mikayla.
"Rumah kamu jauh dari sini, kamu mau membuat Ibu kamu khawatir?"
Mikayla diam, tentu saja tidak, memang benar Nina pasti akan mengkhawatirkannya jika Mikayla tak kunjung pulang.
"Cepat naik, atau aku akan membuat mu kesakitan lagi."
Mikayla berjalan dan turut naik, keduanya meninggalkan tempat tersebut.
Sepanjang perjalanan fikiran Mikayla terus menerka, apa yang sebenarnya terjadi pada Aljuna dan Gavin.
Mereka terlihat saling membenci, Mikayla ingat dengan reaksi Gavin saat mendengar nama Aljuna, dan sekarang Mikayla melihat kebalikannya dari Aljuna.
Mereka berdua memang saling membenci, tapi apa alasannya, apa benar hanya karena seorang wanita mereka bermusuhan seperti sekarang.
Tapi kenapa harus melibatkan Mikayla, sejak awal kedatangan Mikayla ke sekolah itu, tidak sedikit pun Mikayla berniat mengusik mereka.
Tapi sekarang, Mikayla justru merasa terjebak diantara keduanya, Mikayla suka dengan Gavin dan selalu senang saat dekat dengannya, apa lagi dengan semua yang dilakukannya, itu teramat manis bagi Mikayla.
Tapi di sisi lain, sekarang Mikayla juga tidak bisa mengabaikan perkataan Aljuna, karena Mikayla sudah merasakan sendiri jika apa yang dikatakan Aljuna memang benar dan telah dialaminya juga.