Chereads / Bukan Cinta Sedarah / Chapter 34 - Bab34. Ikut

Chapter 34 - Bab34. Ikut

Gavin menaiki motornya, saat langit telah gelap Gavin dan yang lainnya baru keluar dari sekolah.

"Gavin, aku ikut kamu ya."

"Apaan sih Cit, gak usahlah, aku ada urusan dulu soalnya."

"Urusan apa sih?"

"Urusan aku yang jelas bukan urusan kamu."

Citra berdecak, Gavin terus saja bersikap seperti itu padanya, padahal Citra sudah berusaha berbaik padanya.

Gavin menyalakan motornya, tapi bersamaan dengan itu ponselnya berdering, dan Gavin mematikan kembali motornya untuk menjawab panggilan.

"Hallo, Mah."

Gavin terdiam mendengarkan kalimat dari seberang sana.

"Iya, ini Gavin baru keluar dari sekolah, langsung kesana kok."

Beberapa saat kemudian, Gavin menutup sambungannya dan menyalakan kembali motornya.

"Gavin," panggil Citra.

Gavin menoleh dan mendelik, wanita itu memang menjengkelkan sekali, kenapa batu sekali padahal Gavin sudah menolaknya tanpa basa-basi.

"Ikut."

"Enggak," ucap Gavin seraya melaju pergi.

"Ih .... nyebelin banget sih."

Citra menghentakan kakinya dengan kesal, Gavin benar-benar meninggalkannya di sana, dan sekarang Citra harus menunggu sampai jemputan datang.

Citra menoleh melihat Aljuna yang baru datang ke pakiran, Aljuna juga sadar dengan keberadaan Citra di sana tapi Aljuna tak berniat untuk menyapanya sedikit pun juga.

"Juna," panggil Citra.

Aljuna tak merespon, Aljuna memarkir motornya dan menyalakannya.

"Juna," panggil Citra lagi.

Aljuna menoleh dan menatapnya sesaat, Citra tersenyum dan beranjak dari tempatnya, tapi saat itu juga Aljuna melaju pergi meninggalkan Citra tanpa pamit.

"Eh .... woy, benar-benar kurang ajar ya mereka berdua, lihat saja nanti kalian akan menyesal karena selalu saja mengabaikan aku seperti ini."

Citra berjalan keluar gerbang dan terdiam menunggu jemputannya di sana.

----

"Mika, kamu bawa sisanya ya, ditumpuk saja."

"Iya, Bu."

Nina berlalu lebih dulu meninggalkan Mikayla, semua jualan masakannya telah habis saat ini, dan tinggal dibereskan saja bekas wadahnya.

Mikayla menunpuk sisa wadahnya sesuai dengan permintaan Nina, lagi pula dengan begitu bisa lebih cepat selesai kesibukannya.

Mikayla bisa segera duduk santai atau mungkin rebahan untuk menghilangkan rasa pegal, ya itulah memang yang paling benar dan Mikayla inginkan itu secepatnya.

"Sudah semuanya?"

"Sudah Bu, tinggal meja saja kan berat."

"Iya, kita angkat sama-sama."

Mikayla mengangguk dan menyimpan apa yang dibawanya, keduanya kembali keluar rumah dan membawa mejanya bersamaan.

Mikayla dan Nina selalu kompak melakukan kegiatan tersebut, jika memang ada kesempatan sudah pasti hal seperti itu tidak akan pernah terlewatkan.

"Aduh berat juga ya," ucap Nina seraya menurunkan mejanya.

"Iyalah Bu, tiap hari kan juga seperti ini, masih saja mengeluh."

Nina tersenyum dan mengangguk, itu benar sekali tapi Nina hanya mencari topik pembicaraan saja.

"Sudah semua kan?" tanya Mikayla.

"Sudah, tinggal nunggu Gavin membawa masakan pesanan Mamahnya."

Mikayla mengangguk, benar juga Mikayla telah melupakan itu karena kesibukannya sejak tadi.

"Memang janjinya jam berapa, Bu?"

"Katanya sih jam 6, tapi gak tahu kok belum datang ya."

Mikayla berpaling, entahlah tapi Mikayla berharap jika Gavin memang benar-benar datang.

Mikayla sudah tidak sabar dengan kedatang lelaki itu, Mikayla ingin sekali memarahinya atas semua yang telah dilakukannya, atas semua yang terjadi pada Mikayla.

Mikayla akui memang sempat merasa senang, atau mungkin selalu merasa senang dengan semua yang menyangkut Gavin.

"Permisi," teriak Gavin dari luar.

Keduanya saling lirik, tentu saja mereka sudah tahu suara tersebut suara siapa.

"Aku yang keluar ya, Bu."

"Sekalian saja bawa masakannya."

"Oke, sudah bayar?"

"Sudah, kamu tinggal kasih saja masakannya."

"Ya sudah, Mika antarkan masakannya ke luar ya."

Nina menganggu dan membiarkan Mikayla ke dapur, sesaat kemudian Mikayla kembali dengan membawa masakan Anita.

"Permisi."

"Sabar ah."

Mikayla membuka pintu dan melihat Gavin yang berdiri di teras rumahnya, lelaki itu tersenyum saat melihat sosok Mikayla yang mendatanginya.

"Tidak masalah Mika, aku memang akan kesulitan menemui kamu di sekolah, tapi akan selalu ada jalan untuk kita bisa bertemu, contohnya saat ini kan."

Mikayla mengernyit mendengar penuturan Gavin, apa maksud ucapannya itu tertuju pada Aljuna, apa maksudnya Aljuna adalah penghalang baginya menemui Mikayla.

"Kenapa, kamu diam saja?" tanya Gavin.

Mikayla tak menjawab dan memberikan masakannya itu, Gavin mundur dan meneliti apa yang dibawa Mikayla.

"Kenapa, ini masakan pesanan Mamah kamu."

"Sebanyak ini, yakin?"

Mikayla berdecak dan berpaling sesaat, apa maksud pertanyaannya, memangnya dia tidak tahu sebanyak apa pesanan Mamahnya itu.

"Kamu pasti salah kan?"

"Kok aku yang salah sih, kamu tanya saja Mamah kamu."

"Oke."

Gavin mengangguk dan mengeluarkan ponselnya, Gavin melakukan sambungan video pada Anita di sana.

"Aneh," ucap Mikayla pelan.

"Hallo, Mah."

"Iya, kenapa, kamu sudah bawa masakannya?"

"Aku di rumah Bu Nina sekarang, tapi apa benar ini pesanan Mamah?"

Tanya Gavin seraya menunjukan masakan itu, Gavin juga sengaja menunjukan Mikayla di sana.

"Iya benar, itu pesana Mamah, itu yang pegang siapa, Vin?"

Mikayla mengernyit dan menoleh, Gavin tersenyum seraya menaik turunkan alisnya pada Mikayla.

"Apaan sih," ucap Mikayla yang kembali berpaling.

"Ini Mika, anaknya Bu Nina."

"Oh, kamu pasti kesulitan kan untuk bawa semuanya, kamu minta tolong saja sama Mika ya."

Mikayla kembali mengernyit tapi kali ini tanpa menoleh, permintaan macam apa itu.

"Iya dong, aku kerepotan sekali Mamah sih pesannya banyak banget."

"Sudahlah, kamu bawa saja cepat jangan banyak lama."

"Ya sudah, aku tutup teleponnya ya, aku pulang sekarang."

"Iya cepat."

Gavin menutup sambungannya dan menyimpan ponselnya, Gavin kembali tersenyum melirik Mikayla yang melirik padanya.

"Kalau kamu peka sih, sudah pasti mengerti tanpa aku harus mengulang kalimatnya."

Mikayla berdecak dan menghembuskan nafasnya sekaligus, sekalian saja Mikayla juga selesaikan urusannya dengan Gavin.

"Mika."

"Berisik, pegang ini, aku izin Ibu dulu."

Mikayla memberikan bawaannya ke tangan Gavin, dan berlalu meninggalkannya.

"Yes, hah .... Aljuna, jangan fikir kamu lebih pintar dari aku." ucap Gavin penuh senyum kemenangan.

"Bu, aku antar masakannya sampai ke rumah Kak Gavin ya."

"Loh, kenapa?"

"Iya Bu, dia pakai motor dan katanya susah bawanya, gak bisa."

"Tapi nanti kamu gimana pulangnya?"

"Banyak ojeg."

"Mika, ini sudah malam."

"Baru juga jam 6, Bu."

Nina diam, tetap saja langit sudah gelap dan Nina tidak tahu dimana rumah Gavin, apakah dekat atau mungkin jauh.

"Ya sudah, nanti aku minta Kak Gavin antar aku pulang lagi ya."

"Ya sudah tapi jangan lama-lama ya, cuma antar saja."

"Siap, pergi dulu ya Bu, asalamualaikum."

"Waalikumsalam."

Mikayla berlalu setelah mencium tangan Nina, kembali menghampiri Gavin dan mengambil wadah-wadah itu.

"Ayo jalan," ucap Mikayla.

Gavin mengangguk dan menaiki motornya diikuti Mikayla, keduanya lantas pergi.