"Lusa, kita bertemu lagi, kalian harus kumpulkan tugas ini dan jangan ada alasan apa pun untuk kalian tidak mengumpulkan tugasnya, paham?"
"Paham, Bu." ucap mereka kompak
"Baiklah, silahkan istirahat dan jangan ribut."
Guru lantas keluar meninggalkan kelas, mereka bersorak karena akhirnya tiba juga di waktu istirahat.
"Mika, ayo makan." ajak Devan.
"Tahu, malah bengong gitu." tambah Niara.
"Kalian duluan saja ya, aku mau ke kamar kecil dulu."
"Baiklah, tapi nyusul ya dan jangan lama."
"Siap, Niara."
"Ya sudah, ayo Dev, aku sudah lapar."
"Sama saja."
Keduanya berlalu lebih dulu meninggalkan Mikayla, biarkan saja lagi pula mereka malas kalau harus mengantar Mikayla ke kamar kecil terlebih dahulu.
Mikayla turut bangkit dan pergi meninggalkan kelas, Mikayla melihat banyak orang yang tampak bersorak saat melihat mading.
Niara dan Devan juga terlihat mampir di sana, ada pengumuman apa sampai heboh seperti itu.
Mikayla menggeleng, nanti saja Mikayla cari tahu tentang itu, sekarang Mikayla harus segera menemui pengirim pesan itu sebelum terlambat
Sebentar lagi Mikayla akan mengetahui siapa pengirim surat dan hadiah itu, termasuk juga pengirim pesannya dan Mikayla tidak akan lagi merasa dihantui.
Mikayla menuruni tangga dan terus berjalan untuk ke belakang sekolah, saat melewati perpusatakaan langkah Mikayla seketika terhenti saat berpapasan dengan Aljuna.
Lelaki itu masih saja menatap Mikayla dengan tatapan dingin, dan apa lelaki itu yang meminta Mikayla untuk datang sekarang, kenapa Aljuna ada di bawah bukankah kelasnya di atas.
"Mau kemana?"
"Aku mau .... mau ke belakang."
"Untuk apa?"
"Untuk ...."
Mikayla berpaling tanpa menyelesaikan kalimatnya, untuk apa, Mikayla tidak mungkin mengatakan tujuannya karena bisa saja Aljuna akan menghalanginya.
"Untuk apa?"
"Untuk itu .... untuk, untuk aku tahu saja halaman belakang sekolah ini seperti apa."
Mikayla mengangguk dengan sedikit tersenyum, semoga saja jawaban itu cukup membebaskannya sekarang.
"Sekali lagi aku ingatkan kamu, jangan berani mendekati lelaki itu, semua demi kebaikan kamu."
Mikayla mengangguk perlahan, apa benar jika yang meminta Mikayla datang ke belakang itu Gavin, kenapa Aljuna berkata seperti itu lagi sekarang.
"Jangan lama, atau aku menyusul kesana."
"Iya, Kak."
Mikayla kembali berjalan melewati Aljuna, sepanjang perjalanan Mikayla berusaha menepis jika memang Gavin yang memintanya datang.
Kalau sampai benar Gavin, pasti akan ada keributan lagi diantara mereka berdua, dan Mikayla tidak ingin jika itu sampai terjadi lagi.
Ketika sampai di halaman belakang sekolah, Mikayla mengedarkan pandangannya melihat sekitar, dimana pengirim pesan itu sekarang karena tidak ada siapa pun di sana yang bisa dilihatnya.
Mikayla membuka ponselnya dan mengirim pesan pada nomor tidak dikenal itu, Mikayla kembali melangkah bukankah sekolah itu luas, mungkin saja mereka menunggu di sudut lainnya.
Sesekali Mikayla melihat ponselnya berharap ada balasan atas pesan yang dikirimnya itu, tapi ternyata tidak ada notif apa pun yang masuk ke ponselnya.
Byurrr .... Mikayla seketika menghentikan langkahnya saat ada guyuran air yang membasahi tubuhnya.
"Hahahah ...." tawa kompak di belakang sana.
Mikayla menunduk dan mengusap wajahnya, matanya terasa perih akibat air yang masuk ke matanya.
"Manis sekali kamu kalau kuyup seperti ini."
Mikayla menoleh dan menatap tiga orang wanita itu bergantian, Mikayla mengernyit saat melihat wanita yang waktu itu menggelendot manja di tangan Gavin.
"Apa lihat-liha?" ucapnya tidak santai.
Mikayla tak menjawab, ia hanya diam saja memperhatikan mereka.
"Kamu anak baru kan di sini, kok ganjen sih, gak tahu malu ya."
Mikayla mengangkat kedua alisnya, berani sekali wanita itu mengatai Mikayla, sejauh mana mereka mengenal Mikayla.
"Citra, sekalian saja kamu peringatkan dia untuk tak menggangguk Gavin lagi."
Mikayla berpaling, jadi namanya Citra, bagus juga sama seperti wajahnya yang memang cantik.
"Kamu benar, Nad."
Citra menjambak kasar rambut Mikayla hingga membuatnya meringis, Mikayla menahan tangan Citra agar tak lagi menarik rambutnya.
"Sakit, Kak."
"Sakit, rasakan saja."
Citra semakin menarik rambut Mikayla, tak peduli dengan ringisannya, Citra terus saja menariknya.
"Kamu dengar tadi apa kata teman ku?"
Mikayla tak menjawab, Citra tersenyum dan menambah keras tarikannya.
"Aw .... sakit."
"Diam!" bentak Citra.
Mikayla memejamkan matanya sesaat, tapi apa yang dilakukan Mikayla dengan Gavin, tidak ada apa pun dan untuk apa Citra melakukan semua ini.
"Dengar baik-baik, jangan pernah genit lagi sama Gavin, jangan terlalu percaya diri karena Gavin telah memberi mu semua itu karena kamu bukan siapa-siapa dan gak akan jadi siapa-siapa buat Gavin."
Tak ada jawaban, Mikayla memilih sibuk dengan fikirannya sendiri, Mikayla akhirnya tahu jika semua itu memang pemberian Gavin.
Tapi kenapa dan untuk apa Gavin melakukan semua itu, bukankah mereka bisa bertemu dan bicara langsung saja.
"Dengar gak?"
"Iya Kak, iya aku dengar."
"Lakukan, awas ya kalau sekali lagi terlihat kalian bersama, kamu akan dapatkan yang lebih dari ini."
"Iya, Kak."
Citra lantas melepaskan tarikan di rambut Mikayla, mereka menatap Mikayla dengan penuh kebencian, tapi Mikayla tidak berniat menghindari tatapan itu.
Dengan menahan rasa sakit di kepalanya saat ini, Mikayla balik menatap mereka bertiga secara bergantian.
Mikayla ingat jika Nina pernah mengatakan jangan takut dengan apa pun yang akan terjadi, Mikayla harus menghadapinya jangan sekali-sekali menghindarinya.
"Awas, kamu."
Citra berlalu lebih dulu, diikuti kedua temannya yang berjalan dengan sengaja menabrak Mikayla dari kedua sisinya.
Mikayla memejamkan matanya sesaat, jadi ini yang dimaksud Aljuna ketika bicara padanya, dan memang benar jika Mikayla hanya akan mendapatkan masalah saja.
"Tapi bagaimana, lagi pula bukan aku yang duluan mengganggu Kak Gavin, dia sendiri yang datang."
Mikayla mengusap wajahnya, menarik dalam nafasnya dan menghembuskannya perlahan, tidak masalah Mikayla tidak akan takut dengan apa pun atau bahkan mereka bertiga sekali pun.
Mikayla melihat ponselnya yang basah dan mati, kali ini Mikayla merasa sedih, ponsel itu pemberian Nina dan perjuangannya pasti bukan main-main, tapi Mikayla telah merusaknya sekarang.
Mikayla menoleh saat ada yang memasangkan jaket dari belakanganya.
"Aku sudah bilang jangan lama, kalau lama aku akan menyusul mu." ucap Aljuna.
Mikayla kembali berpaling, Mikayla fikir kalau Gavin yang akan datang dan menolongnya, tapi ternyata salah karena yang datang justru Aljuna.
"Ganti seragam mu sekarang."
"Apa aku boleh pulang saja?"
"Jam berapa ini, itu pertanyaan yang tak seharusnya dilontarkan."
Mikayla menunduk saat Aljuna berjalan dan berdiri di hadapannya, Aljuna mengambil ponsel di tangan Mikayla.
"Ini akan baik-baik saja, sekarang ganti seragam kamu dan segera ke kantin, makan sebelum harus kembali belajar."
Mikayla menatap Aljuna, saat ini tidak ada lagi tatapan menyeramkan dari lelaki itu.