"Bian, kamu?"
Diandra tidak tahu harus bicara apa sekarang, kenapa bisa Bian sampai di rumahnya saat ini, padahal Diandra tidak pernah katakan tentang rumah tersebut.
"Ini rumah kamu?" tanya Bian penuh selidik.
"Ini .... ini rumah, rumah teman aku, iya rumah teman aku."
Bian menyipitkan matanya, kenapa seperti itu bicaranya, hanya orang yang sedang menutupi kebenaran yang berbicara gugup seperti itu.
"Kamu kok bisa kesini?"
"Aku gak sengaja lihat kamu di jalan tadi, aku cari kamu ke rumah sakit, aku juga cari kamu ke rumah yang aku sewa untuk kamu, tapi kamu gak ada dan sekarang aku lihat kamu disini, ini rumah siapa?"
"Ini .... rumah teman aku, tadi kan aku sudah bilang."
Bian mengangguk perlahan seraya melihat sekitar, sejak kapan Diandra memiliki teman, bukankah hanya Bian saja yang jadi kenalannya.
"Emmm, aku pulang nanti ya."
"Kenapa, kamu kan lagi sakit, aku sengaja ikuti kamu kesini untuk bawa kamu pulang."
Diandra menggaruk kepalanya yang tak gatal, bagaimana, Diandra sudah bilang pada Diana kalau tidak akan pergi lagi sampai esok hari.
Tapi sekarang Bian justru ada bersamanya, tidak mungkin juga Diandra menolak atas nama Diana, semua akan terbongkar saat ini juga.
"Ayo pulang," ucap Bian menarik tangan Diandra.
"Aduh, enggak."
Diandra melepaskan tarikan Bian, Bian terdiam kembali menatap Diandra.
"Maksud aku, gak sekarang gitu, aku sudah beli makan dan aku mau makan malam disini, gitu maksudnya."
"Ya sudah, aku tunggu kamu sampai selesai."
Diandra memejamkan matanya seraya menunduk, harus bagaimana Diandra agar membuat Bian pergi dari rumahnya.
Diana tidak boleh sampai melihat Bian, Bian orang asing dan bisa saja membuat Diana histeris kembali.
"Kamu keberatan?"
Diandra menoleh dan menggeleng, entahlah Diandra tidak tahu harus seperti apa sekarang, Bian telah terlanjur datang dan tidak mungkin Diandra mengusirnya begitu saja.
"Di, Ibu bangun cari kamu, Di," ucap Maya.
Diandra mengangkat kedua alisnya dengan mata yang setengah membulat, Diandra menatap Bian yang terlihat berusaha melihat ke dalam sana.
"Emmm Bian, kamu pulang duluan saja ya, aku nanti nyusul."
"Ibu .... Ibu siapa maksudnya?"
"Ibu .... itu Ibu .... ssss emmm, ya Ibu teman akulah, masa iya Ibu aku."
"Terus Ibu teman kamu bangun, kenapa panggil kamu?"
Diandra berpaling, banyak tanya sekali lelaki itu, tidak bisakah jika langsung pergi saja sekarang.
"Diandra, kamu tutupi sesuatu dari aku?"
"Hah .... tu .... tutupi .... tutupi apa sih, enggak kok mana mungkin."
Diandra tersenyum dan mengangguk, pusing Diandra sekarang, menyesal sekali tadi Diandra tidak naik taxi saja untuk pergi dan pulang dari membeli makan.
"Diandra, cepat," panggil Maya.
"Iya, iya sebentar, maaf Bian, aku harus masuk, nanti saja aku jelaskan dan sekarang lebih baik kamu pulang dan temui Agista saja, aku urusan belakangan."
Diandra menutup pintunya begitu saja, tak lupa untuk menguncinya juga, Diandra menghembuskan nafasnya sekaligus.
Benar-benar di luar dugaan, Diandra telah membuat dirinya terjebak dalam langkah sendiri saat ini.
"Diandra," panggil Diana.
Diandra menoleh dan langsung memasuki kamar Diana, wanita itu sudah terlihat gelisah karena Diandra yang tidak juga datang.
"Mamah," ucap Diandra seraya duduk di samping Diana.
"Mamah, sudah bangun."
"Jangan temui mereka."
"Iya, Diandra tadi habis beli makan, kita makan sama-sama ya."
Diana mengangguk saja dan terdiam, Diandra dan Maya terlihat saling lirik satu sama lain, Maya berisyarat tentang siapa yang datang, tapi Diandra hanya menggeleng saja tanpa mau mengatakan apa pun juga.
Bian berjalan meninggalkan rumah tersebut, Diandra tidak berhasil dibawanya pulang sekarang, itu bukan masalah utama yang mengganggu fikiran Bian.
Ibu, itulah yang mengganggu fikirannya saat ini, Ibu siapa dan kenapa harus memanggil Diandra.
"Diandra juga tiba-tiba sebut Agista, terlihat sekali jika Diandra memang sedang menghindar dari ku, apa benar Diandra juga marah dan akan pergi sama seperti, Agista."
Bian menggeleng, itu tidak boleh terjadi, Bian masih ingin bersama Diandra dan meski Bian juga masih ingin bersama Agista.
Bian memasuki mobilnya dan mengeluarkan ponselnya, Bian menulis pesan untuk Diandra di sana.
"Aku tunggu kamu di rumah sewa, kalau kamu gak datang aku akan balik ke rumah teman kamu lagi," ucap Bian seraya menuliskannya.
Bian mengangguk dan mengirimkan pada Diandra, Diandra harus tahu jika Bian tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Bian menyimpan ponselnya dan melajukan mobilnya, baiklah Bian akan temui Agista sekarang.
Bukankah Diandra bilang akan makan malam bersama temannya di sana, berarti Diandra baru akan pergi dari sana setelah selesai makan malam.
Bian masih ada waktu untuk menemui Agista sekarang, semoga saja Bian bisa mendapat hasil atas kedatangannya menemui Agista.
Mungkin saja wanita itu sudah lebih tenang sekarang dan mau untuk bicara dengannya, Bian akan berusaha jelaskan semuanya sesuai dengan kebenaran yang sebenarnya, Agista hanya salah paham karena tidak terjadi apa pun antara dirinya dan Diandra.
Dan kalau perlu Bian akan pertemukan mereka, Diandra juga sempat meminta pertemuan itu dan mungkin saja itu jadi jalan terakhir untuk memperbaiki hubungannya dengan Agista.
Bian tersenyum, bisa-bisanya Bian bersikap seperti itu, menginginkan dua wanita sekaligus tapi memang itulah yang dirasakan Bian.
"Diandra memang sedikit istimewa dan keistimewaan itu membuat ku tertarik."
Bian mengangkat kedua bahunya sekilas, baru kali ini Bian bisa tertarik dengan wanita lain selama bersama Agista.
Dulu, Bian selalu merasa kalau Agista adalah satu-satunya wanita yang istimewa dan mampu menarik perhatiannya, tapi sekarang perasaan itu telah berubah karena ternyata ada Diandra yang berhasil membagi perhatiannya dari Agista.
"Sudahlah, jalani saja seperti apa keharusan saat ini, Agista memang masih menguasai hati ku tapi tidak menutup kemungkinan Diandra juga bisa menggantikannya."
Bian kembali tersenyum, apa Bian termasuk laki-laki jahat karena menyukai dua wanita sekaligus, dan salah satu dari wanita itu adalah kekasihnya sendiri yang sudah bersamanya selama dua tahun.
"Maaf Gista, tapi aku tidak pernah tahu kapan dan pada siapa hati aku akan tertarik, meski aku mengaku sangat menyayangi dan mencintai kamu, tapi Diandra sudah berhasil memalingkan sebagian fokus dan perhatian aku terhadap kamu pada dirinya."
Bian mengetuk-ngetuk stir mobil dengan kedua jari telunjuknya, Bian memang tidak ingin Diandra menjauh sekarang darinya.
Bian masih ingin kebersamaan dengan wanita itu, dan bukankah ada alasannya juga, karena Diandra masih jadi sekretarisnya sekarang.
Diandra masih harus bekerja dengannya, dan itu satu-satunya jalan agar Bian masih tetap bisa bersama Diandra.
Bian akan tahan Diandra untuk tetap bekerja di perusahaannya, meski mungkin Diandra akan menolaknya sakali pun.