Chereads / Jemput Kehancuran Mu / Chapter 37 - Bab37. Fikirkan

Chapter 37 - Bab37. Fikirkan

Ketika makan malam sedang berlangsung, Agista datang menghampiri kedua orang tuanya di sana, penampilannya sudah rapi dan memang siap untuk pergi.

"Gista, kamu mau kemana?" tanya Intan.

"Aku mau pergi sebentar."

"Makan dulu, ayo."

"Gak usah, Mah, nanti saja aku juga cuma pergi sebentar saja."

"Ya tapi mau kemana?"

Agista tak menjawab dan memilih langsung berpamitan saja, Agista meninggalkan keduanya tanpa mengatakan kemana tujuan kepergiannya kali ini.

Biarkan saja lagi pula Agista tidak mau mereka tahu kalau Bian adalah tujuan Agista sekarang, karena mungkin saja mereka akan melarang Agista pergi jika tahu untuk menemui Bian.

"Agista," panggil Intan.

Agista tak menjawab sampai akhirnya menghilang dari pandangan, Agista pergi dengan mobilnya, melaju cepat melewati panjangnya jalan.

Agista tahu, kali ini Bian pasti sedang ada di rumah wanita itu, dan Agista akan menemui keduanya sekaligus.

Agista memang sakit hati dengan kelakuan mereka berdua, tapi rasa sayang Agista terhadap Bian masih sangat kuat, dan membuat Agista tak rela jika Bian hanya dipermainkan saja.

"Apa pun alasan wanita itu, Bian tidak boleh lemah dan percaya begitu saja dengan wanita itu."

Agista mengangguk, setelah melewati panjangnya perjalanan, Agista menghentikan laju mobilnya di depan rumah Diandra.

Agista melihat sekitar, kenapa tidak ada mobil Bian, apa mungkin mereka sedang pergi keluar bersama.

"Tapi kemana," ucap Agista pelan.

Agista lantas mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Bian, mungkin saja Bian mau menjawab panggilannya setelah pengusiran Agista tadi.

Mungkin memang Agista aneh, padahal sudah jelas jika Agista mengaku benci pada Bian, tapi sekarang Agista justru sibuk mencarinya.

"Gak diangkat, kemana lelaki itu, apa mungkin belum sampai kesini."

Agista menyimpan ponselnya, sebaiknya Agista menunggu untuk beberapa saat saja, mungkin benar jika Bian belum sampai, atau mungkin juga Bian sedang pergi dengan Diandra sekarang.

"Apa mungkin Bian pulang ke rumahya, bisa saja Diandra juga marah pada Bian dan gak mau bertemu dengannya saat ini."

Agista merapatkan bibirnya, mungkin saja itu benar, dan sebaiknya sekarang Agista ke rumah Bian saja langsung.

Agista melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut, dengan harapan jika Bian memang ada di rumahnya dan bisa berbicara dengannya.

----

"Bian, masih belum pulang?" tanya Burhan.

"Belum, entah kemana anak itu pergi, sampai jam segini masih belum kembali."

Burhan mengangguk, keduanya tengah menikmati makan malam meski dengan perasaan gelisah.

Lelaki yang sejak tadi dinantikannya tak kunjung datang, padahal sudah berulang kali dihubungi.

"Agista, juga gak ada kabar?" tanya Burhan lagi.

"Gak ada, mungkin dia masih marah sama Bian."

Burhan kembali mengangguk, sebenarnya Burhan merasa sangat penasaran dengan permasalahan yang sedang terjadi antara mereka.

Kenapa bisa Agista memutuskan hubungan begitu saja, kesalahan apa yang telah dilakukan putranya hingga membuat wanita itu menyerah dengan mudahnya.

Kringg .... keduanya menoleh bersamaan saat mendengar suara bel, mungkin saja itu Bian yang telah pulang.

Mbak rumah tampak berjalan cepat untuk membuka pintu, bagaimana pun itu adalah tugasnya mau jam berapa pun juga.

"Non Gista."

"Bian mana, Bi?"

"Den Bian, belum pulang."

Agista mengernyit, apa maksudnya belum pulang, jadi benar jika mereka sedang jalan bersama.

"Silahkan masuk Non, ada Ibu dan Bapak di dalam."

Agista mengangguk dan mengikuti langkah ART itu, tidak ada salahnya Agista menemui mereka, mungkin saja mereka bisa membantu Agista untuk mengingatkan dan mengawasi Bian.

"Permisi Bu, ada Non Gista."

Keduanya menoleh bersamaan, Asti mengangguk dan meminta mbak rumahnya untuk pergi saja.

Asti langsung bangkit dan melupakan makanannya saat ini, Agista menyalaminya hormat meski Bian telah menyakitinya, Agista harus tetap baik pada orang tuanya.

"Bagaimana, kamu sudah bertemu Bian, ada apa sebenarnya Gista, kenapa kamu melakukan semua ini?"

Agista menunduk sesaat, dan melirik Burhan di sana, lelaki itu hanya diam saja memperhatikannya.

"Gista, jawab," ucap Asti.

Agista menoleh dan mengangguk, Bian pasti belum katakan apa pun tentang permasalahan mereka.

"Aku harus ceritakan semuanya, kenapa Bian tidak katakan?"

"Sudahlah, Bian belum kembali sampai saat ini, Tante, gak bisa menunggu lagi."

Agista menghela nafasnya, mungkin Bian akan marah padanya jika tahu cerita Agista sekarang.

"Agista, katakan."

"Bian ada wanita lain, Tante."

"Wanita lain?"

"Diandra, Sekretaris barunya."

"Ada apa dengan mereka?"

Agista kembali menunduk, bayangan itu kembali menari indah diingatannya, Agista tidak boleh menangis sekarang apa lagi di depan mereka.

"Jangan banyak diam, ayo katakan."

"Suruh dia duduk dulu," ucap Burhan.

Asti menoleh dan langsung membawa Agista untuk duduk, kebetulan Agista datang sehingga Asti tidak perlu menunggu lagi.

"Ada apa Gista, katakan saja semuanya."

"Bian, tidur dengan wanita itu, aku melihat semuanya dengan jelas, Bian memeluk wanita itu dan mereka terlelap dalam satu balutan selimut, Tante harus tahu kalau wanita itu nyaris tak berpakaian."

Baik Asti atau pun Burhan, keduanya menggeleng bersamaan, apa yang harus mereka fikirkan tentang kalimat Agista.

"Aku gak bisa terima itu, Tante."

Lagi dan lagi Agista menunduk, kali ini air matanya tak mampu ditahan, Agista terisak karena luka itu kembali menekannya.

Asti berpaling saat mendengar isakan Agista, mana mungkin putranya seperti itu, Bian tidak pernah kurang ajar pada perempuan.

"Aku tidak akan katakan ini kalau aku tidak melihatnya secara langsung, aku tahu karena aku melihatnya."

"Diam kamu," ucap Burhan seraya bangkit.

Sedikit pun Burhan tak bisa terima dengan kalimat Agista tentang putranya, Bian memang kerap kurang ajar padanya, tapi Burhan yakin jika Bian tidak akan berani kurang ajar pada perempuan, apa lagi samapi seperti itu.

"Kalau kamu memang mau berpisah dengan Bian, silahkan saja, tapi tidak perlu berkata seperti itu."

Agista menoleh dan turut bangkit, apa mereka menganggap semua hanya omong kosong.

"Aku bicara apa adanya, anak Om memang seperti itu."

"Cukup, bukankah kamu sudah memutuskan hubungan dengan anak saya, lalu untuk apa datang kesini?"

"Aku datang kesini untuk mengingatkan Om dan Tante, aku yakin dibalik sikap Diandra terhadap Bian saat ini, pasti ada niat lain untuk Bian atau mungkin keluarga kalian."

Burhan mengernyit, apa maksudnya, bisa sekali Agista berkata seperti itu.

"Aku yakin, kalian lebih tahu seperti apa Bian, dan kalian tidak akan percaya dengan perkataan aku, tapi itu kebenarannya, dan sebaiknya kalian fikirkan tentang perkataan aku, Bian lelaki baik mana mungkin melakukan hal seperti itu kalau bukan karena rayuan wanita itu, atau bahkan paksaan, bisa saja ini jebakan."

Asti dan Burhan saling lirik, kalimat Agista memang mengganggu fikirannya, tidak percaya tapi tidak mungkin Agista berbohong.