Perjalanan Burhan terasa menyebalkan, rumah Diandra cukup sulit ditemukannya, dan lagi mobil tidak bisa masuk sehingga membuat Burhan harus berjalan kaki.
Tapi paling tidak, Burhan bisa menemukannya dan bisa bertemu dengan Diandra juga, Burhan akan cari tahu kebenarannya dari wanita itu.
Bagaimana pun sikap Bian terhadapnya, Burhan tidak bisa begitu saja percaya dengan apa yang dikatakan Agista, Burhan merasa sangat tidak mungkin jika Bian melakukan hal kurang ajar seperti itu.
"Bukankah ini rumahnya."
Burhan menghentikan langkahnya dan melihat sekitar, rumah itu begitu sederhana, jadi Diandra hanya orang biasa saja bukan orang berkelas, tapi penampilannya sangatlah elegan sewaktu bertemu dengan Burhan.
"Sudahlah."
Burhan berjalan mendekati pintu dan mengetuknya, tidak ada bel, Burhan harus menggunakan tenaganya untuk mengetuk pintu tersebut.
Tak lama, pintu terbuka dan menunjukan Maya di hadapannya, keduanya sama-sama terdiam, itu bukan Diandra dan itu bukan Bian.
"Cari siapa, Pak?"
"Saya mau bertemu, Diandra."
Maya mengernyit, Diandra lagi, tapi siapa lelaki ini, setelah Bian sekarang datang lagi lelaki ini.
"Apa benar ini rumah, Diandra?"
"Maya, minum, Maya," teriak Diana.
Maya mengangkat kedua alisnya tanpa berpaling dari lelaki di hadapannya, Burhan juga tak bergeming, suara itu seperti tak asing bagi Burhan.
"Maya, minum."
"Oh iya, iya, Bu."
Maya dengan tergesa menutup pintu dan mengabaikan Burhan begitu saja, Maya langsung menghampiri Diana di sana, sebelum Diana teringat Diandra tentu saja Maya harus gerak cepat.
"Maya," ucap Burhan pelan.
~Flashback~
Ditengah rumah yang begitu luas, seorang wanita menangis histeris melihat suaminya yang tak lagi bernyawa, ia menjerit meminta agar suaminya itu kembali membuka mata dan mau berbicara padanya.
"Hentikan, tidak perlu drama seperti itu."
Wanita itu menoleh dan menatap lelaki yang baru datang itu dengan penuh kebencian.
"Untuk apa datang kesini!" bentak wanita itu.
"Untuk apa, kenapa masih saja bertanya, sekarang cepat bawa bangkai itu pergi dari rumah ini."
Kalimat itu sangatlah menyakiti perasaannya, bisa sekali lelaki itu berkata seperti itu pada jasad suaminya.
"Pergi, atau harus aku buang bangkai itu ke Lautan?"
"Tutup mulut mu itu, kotor sekali."
Lelaki itu tersenyum dan melirik para pengawalnya, ia meminta agar mereka mengusir wanita itu dan juga jasad suaminya.
Sesuai dengan perintahnya, mereka menarik wanita itu berserta dengan jasad suaminya, sangat tidak berperasaan karena mereka menyeret tubuh tak bernyawa itu seperti bangkai menjijikan.
"Lepas, jangan perlakukan suami ku sehina itu, kalian tidak berhak melakukan itu."
Mereka tak peduli dengan jeritan wanita itu, mereka menyeretnya keluar dari rumah tersebut, yang notabennya adalah rumah mereka sendiri.
"Mamah," jerit seorang anak perempuan kecil yang berlari dari arah belakang.
Wanita itu seketika berontak melepaskan diri dari tahanan mereka, ia memeluk putrinya yang kini turut menangis histeris dalam pelukannya.
Lelaki itu berjalan dengan penuh keangkuhan menghampiri mereka semua.
"Biarkan saja mereka disana, kita masuk."
Mereka mengangguk kompak, dan mengikuti lelaki itu meninggalkan tiga orang di sana.
Anak kecil itu berlari dan memukul pintu dengan tangan mungilnya itu, tidak ada suara yang dihasilkan dari pukulan itu, karena memang tenaganya yang tidak kuat.
"Buka, buka, buka."
Teriakan anak itu pun tak akan mampu menembus pintu tebal itu, jadi bagaimana bisa orang di dalam sana untuk mendengarnya.
"Ayo masuk, aku takut."
Anak kecil itu kembali ke pelukan ibunya, keduanya menangis di samping jasad lelaki itu.
Wanita itu manatap jasad di sampingnya tanpa celah, entah apa yang difikirkannya, yang jelas anak kecil itu merasa pelukan itu justru menyakitinya.
Tangisnya semakin dalam karena rasa sakit itu, tapi wanita itu seolah tak peduli dan tak mengerti dengan tangis kesakitannya.
~~~
"Diana," ucap Burhan pelan.
Burhan memijat keningnya, tidak mungkin salah jika suara itu adalah suara Diana, Burhan masih sangat mengingatnya sampai sekarang.
"Maya, jadi anak itu adalah anak Diana, jadi mereka masih hidup sampai sekarang."
Burhan mengusap wajahnya, bertahun lamanya Burhan mengira mereka sudah meninggal, tapi kenapa sekarang mereka kembali hadir di kehidupannya.
"Apa maksudnya Bian mengantarkan ku kesini, bukankah yang bermasalah dengannya adalah, Diandra."
Burhan melihat sekitar, apa mungkin jika Burhan salah rumah sehingga bukan Diandra yang ditemuinya.
"Ibu," teriak Maya.
Burhan kembali melirik pintu itu, suara Maya terdengar jelas di telinganya.
"Ibu, Ibu tunggu."
Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka, mereka berapasan, Burhan dan Diana berpapasan tanpa jarak yang berarti.
Mereka sama-sama terkejut, ditengah ketidak warasan Diana saat ini, tapi Diana masih mampu mengingat sosok Burhan.
"Diana, kamu?"
"Aaaa ...." jerit Diana menutup kedua telinganya.
Burhan dan Maya kaget dengan jeritan itu, Maya langsung mendekati Diana dan mengusap punggungnya.
"Ibu, Ibu kenapa?" tanya Maya bingung.
"Pengkhianat, jahat, dia harus mati, harus mati."
Diana tak henti menjerit, membuat Maya semakin tak mengerti, Burhan menatap dua wanita itu bergantian.
Maya sepertinya tidak mengingat Burhan, karena buktinya tidak ada kemarahan darinya saat ini.
Burhan mengangguk, baguslah, dengan begitu tidak ada ancaman untuk Burhan meski mereka masih hidup.
"Mati, mati, dia harus mati, pengkhianat harus mati."
"Iya, Iya sabar, Bu."
Maya memejamkan matanya sesaat, sedikit pun Maya tidak mengerti dengan keadaan saat ini.
"Pak, maaf ya Pak, aku harus tenangkan Ibu aku dulu."
Burhan hanya mengangguk, ibu aku, tepat sudah jika anak itu adalah anak Diana yang waktu itu dilihatnya sekilasan.
Jadi namanya Maya, Burhan tidak bisa biarkan mereka tetap ada di dunia, Maya pamit dan menutup pintunya, tapi seketika itu Burhan menahannya.
"Ada apa, Pak?" tanya Maya.
"Ibu kamu kenapa?" tanya Burhan.
"Ibu .... Ibu terganggu kejiwaannya, maaf aku harus tenangkan, Ibu."
"Oh, oke silahkan."
"Pengkhianat, mati dia harus mati, harus mati."
"Iya, iya sabar, Bu."
Maya menutup pintunya dan membawa Diana ke kamar, Diandra sedang tidak ada di rumah sekarang, obat Diana habis sehingga Diandra harus segera membelinya lagi.
"Bu, sabar ya, Bu."
"Mati, dia harus mati, dia jahat sekali, jahat, mana Diandra, mana."
Maya memejamkan matanya saat Diana menarik bajunya.
"Mereka jahat, Diandra tidak boleh dekat dengan mereka."
"Suttt, iya Bu, tenang dulu, Diandra akan tetap baik-baik saja."
Diana berbalik dan menjauh dari Maya.
"Jahat sekali, lelaki itu jahat sekali, kurang ajar, dia jahat pengkhianat, dia harus mati sekarang."
Diana histeris dan mengacak semuanya, Maya hanya diam saja, bagaimana caranya agar Maya bisa menenangkan Diana sekarang.
Siapa lelaki itu, kenapa Diana seperti itu ketika melihatnya, dan apa urusannya dengan Diandra, kedatangannya itu untuk menemui Diandra.