Chereads / Jemput Kehancuran Mu / Chapter 25 - Bab25. Tidak Bisa Seperti Itu

Chapter 25 - Bab25. Tidak Bisa Seperti Itu

Agista memasuki rumahnya, tanpa peduli dengan kedua orang tua yang menyapanya, Agista terus saja berjalan menaiki tangga rumahnya, Agista memasuki kamarnya dan membanting pintunya dengan kasar.

"Aaaa ...." jerit Agista.

Ia terduduk tak berdaya di lantai setelah melempar tasnya, tangisnya semakin menjadi saat ini, semua yang dilihatnya pagi ini sangatlah menyakitkan.

Bian benar-benar sudah keterlalun, mereka yang baru kenal beberapa hari saja sudah berani melakukan hal seperti itu, apa yang harus difikirkan sekarang olehnya, apa Agista sial atau justru beruntung karena memiliki Bian.

"Aaaa ...." jeritnya lagi.

"Gista, Gista kamu kenapa, Sayang?"

Tanya Intan sang Mamah, tangannya terus bergerak mengetuk pintu kamar putrinya.

"Gista, Mamah, masuk ya?"

Tak ada jawaban, Agista masih saja setia dengan tangisnya saat ini, dan sebaiknya Intan tidak perlu mengganggu Agista sekarang.

"Gista, Mamah, buka ya pintunya."

Intan membuka pintu itu perlahan, dan masuk saat melihat Agista terduduk di lantai, Intan turut duduk dan memeluk putrinya itu.

"Kenapa, Gista?" tanya Intan.

Bukan menjawab Agista malah semakin menangis lagi, Agista tidak mau mengingat apa yang dilihatnya tadi, jadi apa bisa jika Intan tidak mengatakan apa pun juga.

"Jangan seperti ini, kalau ada masalah kamu cerita."

Agista menggeleng, saat ini Agista hanya ingin menangis saja bukan ingin bercerita, dan Agista ingin agar Intan ada untuk menemaninya saja bukan untuk menginterogasinya.

"Sudah, tenangkan diri kamu, jangan seperti ini apa pun masalahnya dan siapa pun orang yang bermasalah sama kamu, tidak akan melihat tangisan kamu, jadi percuma saja."

Tidak, Bian telah melihat tangisnya sejak awal, dan Bian pasti tahu jika sekarang Agista sedang menangis karena ulahnya.

"Ada apa, ini Mamah kamu sendiri, dan tidak ada salahnya kalau kamu cerita saja sama, Mamah."

"Aku putus sama, Bian."

Intan mengernyit mendengar ucapan Agista, bagaimana bisa itu terjadi, mereka akan menikah jadi mana mungkin berpisah.

"Apa alasannya, kalian sedang bermasalah tapi bukan berarti harus berpisah, Gista, tidak baik mengambil keputusan saat emosi memuncak."

Agista menggeleng, tapi semua memang sudah tidak bisa dimaafkan lagi, Bian sudah sangat keterlaluan dalam menghancurkan persaannya, jadi untuk apa Agista memberinya kesempatan lagi.

"Sutt, sudah kamu jangan nangis, kamu tenangkan diri dulu saja dan kamu fikirkan ulang semuanya ya."

"Enggak, aku tetap mau putus saja, aku gak mau memiliki pasangan hidup yang tidak bermoral seperti, Bian."

"Tidak bermoral, apa maksud kamu, memangnya apa yang dilakukan Bian, dia kurang ajar sama kamu?"

Agista menggeleng, Agista tidak ingin mengatakan itu sekarang, biarkan saja Agista simpan sendiri untuk sementara waktu.

Bian pasti akan berusaha menemuinya, dan saat itu baru Agista akan katakan semuanya pada Intan, atau kalau perlu biarkan Bian sendiri yang mengakui kelakuan bejadnya itu.

"Kamu mau dengar Mamah kan, kamu tenangkan diri dulu saja jangan berani mengambil keputusan apa pun juga tentang semuanya."

Agista mengangguk dan melepaskan pelukan Intan, Agista akan menenangkan diri tapi tidak untuk merubah keputusannya, sedikit pun Agista tidak akan mau melakukan itu.

"Sudah, kamu tidak boleh menangis."

Intan mengusap kedua pipi Agista dengan sayang, Intan memang baru kali ini melihat Agista seperti itu dan jujur saja Intan memang penasaran dengan permasalahan mereka berdua.

"Apa yang telah dilakukan Bian, tak lantas membuat kamu mengambil keputusan sendiri seperti itu, ingat Gista hubungan kalian sudah sangat serius dan kalau kalian berpisah, bukan hanya kalian yang kecewa, tapi kami sebagai orang tua kalian juga."

Agista tak menjawab, Agista tahu itu tapi jika Intan tahu masalahnya, sudah pasti Intan akan setuju dengan keputusan Agista saat ini.

"Ya sudah, Mamah, keluar dulu ya."

"Mah."

"Apa?"

"Kalau Gista mengecewakan Mamah, tolong maafkan Gista."

Intan tersenyum dan mengangguk, semarah apa pun orang tua tidak akan mungkin jika sampai tidak memaafkan kesalahan putrinya.

"Tapi kamu harus ingat, fikirkan ulang semuanya, bicarakan baik-baik dan jangan pernah mengambil keputusan saat emosi."

Agista mengangguk, biar saja Agista mengiyakan kalimat Intan saat ini, dari pada Agista harus terus berdebat dengan Intan nantinya.

"Ya sudah, Mamah, keluar."

Agista mengangguk dan membiarkan Intan pergi dari kamarnya, Agista mengusap wajahnya dan berpindah duduk di kasur.

Kedua tangannya mengepal, ingin sekali Agista melakukan semuanya pada Diandra tadi.

Tapi sakit hatinya telah melemahkan Agista, dan keinginannya untuk pergi dari mereka lebih kuat adanya.

Kriing .... Agista mendengar dering ponsenya, ia bangkit dan meraih tas yang tadi di lemparnya itu, meraih ponselnya dan melihat panggilan masuk dari Bian.

Bukankah benar jika Bian masih akan mengejarnya sekarang, Agista sedikit tersenyum bersamaan dengan air matanya yang menetes.

Agista tak pernah sangka jika Bian tega melakukan semua itu, Bian selalu berusaha untuk menjaga Agista tapi ternyata Bian melakukan itu bersama wanita lain.

"Gak bisa, aku gak bisa merubah semuanya dan kembali lagi, aku sudah tidak bisa lagi bersabar."

Agista menyimpan ponselnya dan mengabaikan panggilan dari Bian, Agista tidak butuh panggilannya sama sekali sekarang, karena Agista tahu jika Bian hanya akan mencari pembenaran saja atas kesalahannya.

"Jadi seperti itu hubungan yang kamu inginkan, kita sudah membahas pernikahan Bian, kenapa kamu tidak bisa bersabar saja sampai kita menikah."

Agista menunduk dan memejamkan matanya, sekarang waktu dua tahun yang dijaganya bersama Bian berakhir sia-sia, dan malangnya Bian sendiri yang telah merusak semua itu.

Kriing .... ponsel itu kembali berdering, Agista menutup kedua telinganya dengan kuat setelah tahu itu masih panggilan dari Bian.

Tidak punya malu sekali lelaki itu setelah ketahuan selingkuh dan sampai tidur bareng, Bian masih saja berusaha menghubungi Agista, apa seperti itu Bian sekarang.

Setelah beberapa waktu tidak bertemu, Bian berubah menjadi liar bahkan sangat liat terhadap perempuan.

Agista berlalu ke kamar mandi, Agista tidak boleh lemah meski sekarang hatinya tengah terluka hebat.

Agista harus tetap kuat meski hanya untuk di depan orang lain saja, biarkan Agista lemah saat dirinya sedang sendirian tanpa ada orang lain.

----

"Ya tolong dong, Bu." ucap Intan.

Saat ini Intan sedang telepon ibu dari Bian sendiri, Intan tidak terima jika putra mereka menyakiti putrinya.

Agista terlalu baik untuk disakiti seperti itu, mereka saja selalu menjaga Agista dengan baik, termasuk menjaga perasaannya.

"Ya sudah, kalau memang tidak bisa dengan cara baik-baik, saya akan putuskan semuanya sendiri saja."

Intan tidak bisa sabar dengan kalimat orang di seberang sana yang justru menyudutkan Agista, Intan sudah lihat sendiri seperti apa hancurnya Agista tadi, jadi tidak ada yang boleh menyalahkannya sama sekali.