Bian memasuki rumahnya dan langsung menemui Asti di sana, Asti terdiam menatap Bian dengan penuh kekesalan dan tanda tanya.
"Mamih, Bian ...."
"Gista putuskan hubungan kalian?"
Bian mengangguk membenarkan kalimat Asti, Asti menghembuskan nafasnya sekaligus dan bangkit, padahal Asti berharap jika semua itu tidaklah benar.
"Apa yang sudah kamu lakukan, kenapa Gista sampai memutuskan hubungan kalian berdua seperti itu?"
Bian diam, kenapa Asti bertanya seperti itu, bukankah Agista sudah mengatakan semuanya.
"Jawab, Bian."
"Mamih, pasti sudah dengar semuanya dari Agista kan?"
Asti mengernyit, bukan itu kalimat yang ingin didengarnya sekarang, Bian tidak perlu menambah kemarahannya saat ini.
"Gista, kesini kan?"
"Untuk apa kamu bertanya seperti itu, lagi pula kenapa kalau Gista datang kesini?"
"Kalau benar kesini, berarti Mamih sudah dengar semuanya dari, Gista."
"Cukup Bian, jangan berbelit seperti itu, katakan saja semuanya sama Mamih sekarang."
Bian kembali diam, apa harus Bian ceritakan semua tentang Diandra.
"Bukan Gista yang datang kesini, tapi Mamahnya yang telepon Mamih dan katakan kalau Gista telah mengakhiri hubungan kalian sekarang."
Bian mengangkat sebelah alisnya, berarti Bian telah salah fikir kalau Agista datang ke rumah.
"Kenapa masih diam saja, jelaskan kenapa Gista sampai mengatakan itu?"
"Dia salah paham saja."
"Iya salah paham, salah paham apa tapi?"
"Gista, fikir aku selingkuh dengan, Diandra."
"Diandra?"
"Dia Sekretaris aku di Kantor."
"Sekretaris kamu, Diandra, sejak kapan bukannya Sekretaris kamu itu Sinta?"
"Baru satu hari saja, Mih."
"Baru satu hari saja tapi Gista sudah bisa salah paham, yang benar kamu kalau ngomong."
"Ya makanya aku bilang salah paham, karena memang aku juga gak ngerti kenapa Gista bisa berfikir seperti itu."
"Ya pasti kamu melakukan hal yang membuat dia salah paham."
"melakukan apa, aku cuma sebatas profesional kerja saja sama Diandra, dia kan Sekretaris aku jadi hubungan kerjanya ya sama aku, salahnya dimana?"
Asti diam, tentu saja Asti tahu tentang itu, tapi pasti ada hal lainnya lagi, bukankah mereka baru bersama satu hari saja.
"Mamih, jangan terlalu mendengarkan Gista, mungkin dia memang sedang pusing saja makanya jadi sensitif seperti itu."
"Jangan menyepelekan masalah kamu ini."
"Kok menyepelekan sih, memang benar, Mamih, fikir saja Diandra baru masuk sudah dicurigai."
"Ya pasti ada sebabnya."
"Ya karena aku pergi meeting sama dia, Mamih, aku bukan baru kali ini kerja di Kantor, dan bukan baru Diandra juga yang jadi Sekretaris aku, aku setiap punya Sekretaris pasti aku ajak dia kalau ada meeting, salahnya dimana?"
Asti menggeleng dan mengangkat sebelah tangannya, pusing sekali mendengarkan Bian bicara seperti itu.
"Sekarang bawa Mamih ke rumah Gista, Mamih akan tanyakan alasan dia kenapa memutuskan hubungan sama kamu."
"Ya enggaklah," ucap Bian cepat.
Asti mengernyit, kenapa enggak, biarkan saja karena Asti harus dengar penjelasan dari kedua belah pihak.
"Apa maksud kamu bilang enggak?"
"Gak usahlah Mamih, biar Bian sendiri yang temui Gista dan bicarakan semuanya."
"Bohong, gak bisa, Mamih harus ketemu Gista sekarang."
"Mamih, Gista masih marah sekarang, aku saja belum berani menemuinya."
"Ya marah kenapa, Mamih harus tahu alasan kemarahannya itu."
"Ya tadi kan sudah aku jelaskan."
"Enggak, Mamih gak percaya sama kamu, Mamih juga harus dengar penjelasan Gista."
Bian memejamkan matanya seraya berpaling, bagaimana mungkin Bian mempertemukan mereka sekarang, Agista pasti akan mengatakan semuanya pada Asti.
"Bian."
"Mamih, sudahlah biarkan aku coba selesaikan masalah ini sendiri dulu, nanti kalau memang aku gak bisa selesaikan, baru aku akan minta bantuan, Mamih."
"Oke, kalau seperti itu kemauan kamu, tapi ingat kalau sampai Mamahnya Gista telepon Mamih dan marah lagi sama Mamih, kamu akan rasakan akibatnya."
Bian mengangguk, itu bukan masalah untuk saat ini, yang penting Asti tidak dulu bertemu dengan Agista.
Bian harus bicara dulu dengan wanita itu, dan semoga saja Agista mau mendengarkan dan menerima penjelasannya, agar hubungan mereka juga bisa baik-baik saja.
"Kenapa kamu masih diam?"
"Lalu aku harus apa?"
"Ya temui Gista, bicara sama dia, dan kamu kembali kesini lagi jelaskan sama Mamih hasilnya."
"Nanti saja Mamih, kalau memang Gista sudah lebih tenang lagi, baru aku akan temui dia."
"Alasan kamu."
"Bukan alasan, tapi sekarang aku harus kembali ke Kantor, aku harus kembali bekerja jadi mana sempat untuk menemui, Gista."
"Awas kamu ya, kalau sampai benar kamu ada main dengan Sekretaris baru kamu itu, kamu akan dapatkan amarah, Mamih."
Bian tak menjawab, mau bagaimana lagi jika memang Bian tertarik pada Diandra sekarang, tapi ya sudahlah biarkan saja Bian tutup dulu semua itu.
Bian harus selesaikan masalahnya satu demi satu, dan lagi Bian juga ingin meyakinkan jika perasaan yang dimilikinya itu benar cinta atau bukan.
"Pergi kamu sekarang," ucap Asti.
Bian menoleh, baru kali ini Asti seperti itu padanya, padahal biasanya Asti selalu lembut padanya.
"Sana pergi, bukannya kamu harus kembali ke Kantor?"
"Aku lapar, masa gak boleh makan dulu."
Asti berdecak, mengesalkan sekali anak itu, kenapa tidak mengerti jika Asti sedang kesal padanya.
"Mamih."
"Ya makan makan sana, jangan lama kamu harus langsung pergi lagi."
Bian tersenyum dan memeluk Asti, mau Bian menjengkelkan seperti apa pun, Asti memang tidak akan bisa mengabaikannya.
Asti teramat menyayangi anak itu, karena selama ini Asti merasa jika Bian memang selalu membanggakannya.
"Terimakasih, Mamih."
"Sss sudah ah, jangan lama makan karena kamu harus segera pergi lagi."
Asti melepaskan pelukan Bian dan berlalu meninggalkannya, Bian kembali tersenyum dan menggeleng.
Biarkan saja yang penting Asti tidak memaksanya untuk bertemu dengan Gista sekarang, Bian akan mempertemukan mereka saat nanti masalahnya telah selesai.
Bian berjalan ke ruang makan, dan memang sudah ada makanan di sana, tidak apa meski hanya sedikit saja yang penting Bian bisa makan sekarang.
Bian akan kembali ke kantor saja dulu, dan saat jam kantor selesai, baru Bian akan kembali menemui Diandra.
Karena saat sore nanti, Diandra pasti sudah diperbolehkan untuk pulang, dan Bian akan mengantarkannya pulang.
Bian mengisi piring makannya, niatnya untuk makan siang bersama Diandra harus gagal karena keadaan Diandra sendiri.
Tapi tidak masalah, Bian akan mengajaknya makan malam nanti, Diandra pasti tidak akan menolaknya sama sekali.
"Den, ada yang kurang?" tanya mbak rumah.
"Tidak, ini saja sudah cukup, aku cuma sedikit lapar kok, jadi cukup ini saja."
"Baik Den, permisi."
"Iya, terimakasih banyak ya, Bi."
Bian mengangguk dan membiarkannya pergi lagi, Bian hanya makan sendirian saja jadi tidak perlu ada banyak makanan.