"Bagaimana, Dokter?" tanya Bian.
"Pasien masih tidak sadarkan diri, tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena pasien hanya kedinginan saja dan ada sedikit tekanan difikirannya."
Bian mengangguk, syukurlah kalau memang tidak apa-apa, dengan begitu Bian bisa merasa sedikit lebih tenang.
"Tunggu saja sampai pasien sadar nanti."
"Tapi saya boleh masuk?"
"Silahkan, kalau nanti pasien sadar tolong kabari saya."
"Baik, Dokter, terimakasih."
Dokter mengangguk dan meninggalkan Bian di sana, Bian lantas masuk melihat Diandra di dalam sana.
Sekarang Diandra telah berganti baju dengan baju pasien, dan diselimuti dengan selimut tebal yang dibawa dari rumah.
Bian terdiam menatap wajah yang pucat itu, kasihan sekali karena ulah Bian, Diandra jadi harus seperti itu.
"Bangun, Di," ucap Bian.
Bian menarik kursi dan duduk di samping Diandra, Bian menggenggam tangan di hadapannya itu.
Dingin sekali, suhu tubuhnya belum kembali normal, tapi Bian bersyukur karena Diandra tidak apa-apa.
Ditengah diamnya, ponsel Bian berdering dan Bian pun langsung menjawab panggilannya.
"Iya, Mamih," ucap Bian.
Bian terdiam mendengarkan kalimat panjang itu, memang aneh karena ternyata orang di seberang sana justru memarahinya.
"Aku lagi di Rumah Sakit."
Bian memejamkan matanya, menyebalkan sekali jika wanita itu telah memarahinya seperti itu.
Apa yang dilakukan Bian sampai membuatnya marah, Bian mengusap wajahnya, Bian ingat dan tidak akan salah jika Agista yang telah mengadu tentang semuanya.
"Nanti sore aku pulang, kita bisa bicara nanti sore."
Bian lantas menutup sambungannya setelah mendapatkan jawaban pastinya, Bian mengusap wajahnya dan kembali menatap Diandra.
Bian ingat jika Diandra meminta agar Bian meninggalkan Agista saja, dan apa mungkin pertanda jika Bian dan Agista memang sudah harus berpisah.
Tapi apa benar seperti itu, dan apa benar jika ternyata Bian menyukai Diandra sekarang, dan Bian akan lebih memilih Diandra dari pada Agista.
"Apa mungkin seperti itu, tapi perasaan untuk Agista masih sangat kuat."
Bian menunduk menatap tangan Diandra, bisakah Bian memiliki Diandra jika telah melepaskan Agista, atau mungkin saja Bian justru akan kehilangan keduanya.
Diandra bisa saja marah atas apa yang dilakuan Bian padanya, dan sama seperti Agista, pada akhirnya Diandra juga akan meninggalkan Bian.
"Bangun, Diandra, kita perlu bicara sebelum aku pulang, aku perlu tahu akan seperti apa sikap kamu sama aku setelah ini."
Bian kembali meraih tangan itu, terdiam menggenggamnya, Bian ingin agar Diandra sadar saat ini juga tapi bagaimana caranya jika ternyata dokter juga tidak bisa melakukan itu.
"Diandra, kamu dengar aku kan, ayo buka mata kamu, kita bisa bicarakan semuanya baik-baik tanpa harus kamu melakukan semua ini."
Bian mengusap punggung tangan itu dengan ibu jarinya, kenapa Diandra tidak juga bisa meresponnya apa terlalu sulit untuk Diandra kembali ke alam sadarnya.
"Diandra, bangun sekarang."
Bian teringat dengan apa yang terjadi kemarin malam, dan tidak mungkin salah jika Bian memang tidak melakukan apa pun padanya.
Diandra masih baik-baik saja sampai sekarang, Bian tidak merenggut kehormatannya, tapi apa yang difikirkan Diandra sampai membuatnya seperti sekarang.
"Bangun, Diandra, kamu harus dengarkan aku bicara sekarang, kita harus bicara tentang semuanya."
Bian mengusap kepala Diandra, rambutnya itu masih saja basah sampai sekarang, kasihan sekali bahkan tubuhnya pun masih sangat dingin saat ini.
"Diandra."
Bian menyentuh pipi Diandra, sentuhan itu sepertinya mampu mengusik Diandra, tangan yang digenggamnya terasa bergerak perlahan.
Bian mengangkat kedua alisnya, benarkah Diandra akan sadar sekarang dan mereka bisa bicara tentang semuanya.
"Diandra," panggil Bian pelan.
Mata itu perlahan terbuka, Bian tersenyum saat dua bola mata itu terarah padanya.
"Kamu sudah sadar."
Diandra tak menjawab, dimana Diandra sekarang, tubuhnya terasa hangat saat ini padahal tadi Diandra merasa sangat kedinginan.
"Kenapa, kamu mau apa?" tanya Bian.
"Aku mau pulang."
"Pulang, sebentar aku panggil Dokter dulu ya."
Diandra tak menjawab, dan membiarkan Bian pergi darinya, sekarang Diandra tahu jika Diandra ada di rumah sakit.
Diandra berfikir kalau sekarang ia ada di rumah Bian, tapi ternyata salah karena Bian justru membawanya ke rumah sakit.
----
"Aaaa ...." jerit Diana seraya mendorong Maya.
sejak tengah malam Diana sudah gelisah karena terbangun dan tidak ada Diandra, Maya sudah berulang kali menghubungi Diandra tapi tak kunjung mendapatkan jawaban.
"Kurang ajar!" bentak Diana.
Maya menunduk seraya memejamkan matanya, Maya sudah tidak tahu harus seperti apa menenangkan Diana.
Sejak pagi datang, Diana sudah mengamuk karena Diandra tak menemuinya sebelum pergi kerja, ya .... Maya memang mengatakan kalau Diandra telah berangkat ke kantor.
Tapi bukannya tenang dari gelisah, Diana justru mengamuk tanpa bisa ditahan, Diana membuat semuanya berantakan dan rusak.
"Diandra," teriak Diana.
Maya menoleh dan bangkit, sebenarnya kemana Diandra kenapa bisa-bisanya Diandra tidak kembali ke rumah sejak pergi kemarin sore.
Padahal Diandra tahu akan seperti apa jadinya jika Diana lama tidak melihatnya, Maya berpaling saat Diana melemparkan barang padanya.
"Diandra,"
Maya menggeleng, Maya tidak bisa seperti ini terus menerus tapi harus bagaimana pun Maya tidak tahu.
"Mana anak saya, mana?"
"Sabar Bu, mungkin Diandra sedang di jalan pulang."
"Bohong, mereka jahat dan kamu juga jahat"
Diana turut membentak Maya tepat di depan wajahnya, Maya berusaha agar kesabarannya tetap ada, karena tidak mungkin jika Maya balik memarahi Diana disaat seperti ini.
"Mana anak saya, mana?"
Diana mengoyak tubuh Maya, tidak ada yang bisa dikatakan Maya karena memang tidak tahu dimana keberadaan Diandra sekarang.
"Mana, aaa ....."
Diana mendorong Maya hingga kembali terjatuh, apa lagi sekarang, apa Diandra tidak kasihan padanya harus menghadapi Diana sendirian seperti ini.
"Diandra," jerit Diana
Maya menghembuskan nafasnya sekaligus dan berlalu meninggalkan kamar, Maya mengunci pintunya dari luar, biarkan saja Diana mengamuk di sana mungkin saat lelah Diana akan diam dengan sendirinya.
Maya meraih ponselnya dan menghubungi Diandra, seharusmya Diandra tahu akibat dari kepergiannya yang sampai selama ini.
"Dimana kamu, Di."
Maya terus mengulang panggilannya, yang jelas Maya harus mendapatkan jawaban dari Diandra, dan tidak peduli meski harus seribu kali Maya menghubungi Diandra, selagi masih aktif maka Maya akan terus menghubunginya.
"Diandra, kamu harus pulang," teriak Diana.
Maya melirik pintu kamar itu, tidak tahu lagi harus seperti apa sekarang karena Diandra sepertinya sudah tidak bisa ditenangkan, kecuali dengan kehadiran Diandra.
"Kemana aku harus cari kamu, Di."
Maya diam, mencoba mengingat mungkin saja ada sesuatu yang bisa menunjukan dimana Diandra sekarang.
"Sss, aku gak tahu, Diandra tidak pernah katakan alamat tinggalnya yang diberikan Bian, lalu bagaimana aku sekarang, Diandra."