Chereads / Jemput Kehancuran Mu / Chapter 26 - Bab26. Tak Sadarkan Diri

Chapter 26 - Bab26. Tak Sadarkan Diri

Saat siang telah datang, Bian telah selesai dengan kesibukannya di kantor, Bian akan kembali ke rumah Diandra karena untuk menemui Agista pasti akan terlalu sulit.

Bian akan membiarkan Agista lebih tenang dulu saat ini, mungkin dengan begitu Bian bisa bicara lebih tenang lagi dengan Agista.

Bian menghentikan laju mobilnya di halaman rumah Diandra, Bian berlari memasuki rumah tersebut tanpa permisi, Diandra tidak datang ke kantor dan sudah pasti Diandra ada di rumah.

"Diandra," panggil Bian.

Bian melihat sekitar tapi tidak menemukan Diandra di sana, Bian lantas mendatangi setiap ruangan di sana untuk bisa menemukan Diandra.

"Diandra."

Bian diam, tidak ada Diandra, mungkin saja Diandra sedang tidur di kamarnya sekarang, Diandra juga sedang berusaha menenangkan dirinya.

Bian mengangguk dan berjalan ke kamar, tapi Bian juga tidak melihat Diandra di kasur itu, lalu kemana Diandra karena ke kantor pun Diandra tidak datang.

"Di, kamu dimana, Diandra."

Bian diam, ada suara air di sana, Bian tersenyum rupanya Diandra ada di kamar mandi sekarang.

Bian duduk di kasur tersebut, fikirannya menerawang ke saat malam tadi, apa yang dilakukan mereka.

Bian rasanya sadar kalau tidak melakukan apa pun juga, iya, memang Bian akui jika menyentuh Diandra tapi tidak sampai merusak kehormatannya.

"Memang tidak mungkin, sangat tidak mungkin semua itu terjadi."

Bian mengangguk dan bangkit, suara air itu datar saja tidak ada perubahan, memangnya apa yang sedang dilakukan Diandra di dalam sana.

"Diandra," panggil Bian seraya mengetuk pintu.

"Diandra, kamu lagi apa, aku tunggu kamu."

Tak ada jawaban, Bian diam untuk beberapa saat, mungkin saja Diandra juga marah pada Bian atas apa yang telah dilakukannya semalam.

"Di, aku minta maaf ya, tapi kamu pasti tahu kalau aku tidak melakukan apa pun juga sama kamu."

Bian kembali mengetuk pintu tersebut, tapi kenapa Diandra tak juga menjawabnya, dan sejak kapan Diandra ada di dalam sana.

"Diandra, tolong jawab, aku tunggu kamu disini."

Bian melihat jam di pergelangan tangannya, lapar sekali Bian sekarang dan Bian ingin mengajak Diandra makan bareng.

Tapi mana Diandra, kenapa tidak keluar juga dan tidak menjawab ucapan Bian sama sekali, apa yang sedang dilakukan Diandra di dalam sana.

"Diandra, kamu mau aku buka pintunya?"

Bian berdecak, kenapa masih hanya diam saja wanita itu, apa semarah itu Diandra pada Bian sekarang dan tidak ada kesempatan untuk Bian meminta maaf.

"Diandra, aku buka pintunya ya, kamu mau jawab gak, kalau kamu gak mau jawab aku masuk ya."

Bian kembali mengetuk pintu tersebut, sama sekali tak ada jawaban, lalu apa yang harus dilakukan Bian sekarang karena Bian tidak mau kalau sampai langkahnya itu sia-sia.

Bian masih mengabaikan Agista saat ini demi bisa meminta maaf pada Diandra, dan sudah seharusnya Bian bertemu dengan Diandra sekarang ini, tapi kemana wanita itu dan kenapa terus saja mengabaikan Bian seperti saat ini.

"Diandra."

Bian kembali diam beberapa saat, hingga akhirnya tangannya terangkat dan membuka pintu itu perlahan.

Bian tidak boleh membuat Diandra semakin marah lagi padanya, Bian harus hati-hati sekarang karena bisa saja Diandra sengaja melakukan semua itu.

"Diandra," panggil Bian pelan.

Masih tidak ada jawaban padahal Bian sudah membuka pintunya, apa benar Diandra tidak menyadari pintu yang terbuka.

"Diandra,"

Bian semakin membuka pintunya dan perlahan melihat ke dalam sana, Bian melihat kaki Diandra yang tampak selonjoran di lantai.

Bian mengernyit, sedang apa dia, kenapa seperti itu dan kenapa suara air itu juga tidak berhenti.

"Diandra, maaf ya."

Bian membuka pintu itu sepenuhnya dan menunjukan tubuh Diandra yang tergeletak di lantai sana, mata Bian seketika membulat saat melihat itu dan dengan cepat Bian menghampiri Diandra.

Wanita itu masih memakai pakaian yang sama dengan tadi pagi, ia terbaring di sana tanpa ada pergerakan apa pun.

"Diandra," panggil Bian seraya mematikan shower.

Bian kembali melihat Diandra, wanita itu tak sadarkan diri terlihat dari tidak adanya respon saat air mati, wajahnya pucat dengan bibir yang membiru.

Bian menggeleng lantas jongkok dan mengangkat kepala Diandra, Bian tak peduli dengan tubuh Diandra yang begitu leluasa ditatapnya.

"Diandra, bagun."

Bian menepuk pipi Diandra, dingin sekali sudah seperti es, Bian teringat saat Bian berangkat tadi pagi, Diandra sedang di kamar mandi.

"Apa kamu di kamar mandi sejak tadi pagi, Diandra."

Bian memejamkan matanya sesaat, apa yang telah dilakukan Diandra sampai melakukan semua itu.

Diandra telah membahayakan nyawanya sendiri dengan melakukan hal seperti itu, padahal tidak ada apa pun yang terjadi antara mereka berdua, seharusnya Diandra ingat itu dan tetap waras.

"Diandra bangun."

Bian mengepalkan tangannya dan membawa Diandra keluar kamar mandi, tak ada yang difikirkannya saat ini selain dari pada keselamatan Diandra.

Bian akan disalahkan jika sampai terjadi hal buruk pada Diandra, Bian membaringkan Diandra di kasur, dengan cepat Bian melepaskan kain yang menutupi tubuhnya, dan menggantinya dengan selimut.

Bian membalut tubuh Diandra dengan selimut tebal itu, kepanikannya tidak boleh sampai membuat Bian bodoh, Bian harus tetap sadar dan bisa mengontrol semuanya.

"Diandra bangun, Di."

Bian duduk dan memeluk tubuh tak berdaya itu, sedikit pun tidak ada terlintas di benak Bian kalau Diandra akan melakukan hal bodoh seperti ini.

"Diandra."

Bian menggeleng dan langsung membawanya keluar, Bian membuka pintu mobilnya dan membaringkan Diandra di sana.

Tidak ada banyak waktu untuk menunggu Diandra sadar, Bian memasuki mobilnya dan melajukannya cepat.

Bian harus segera sampai ke rumah sakit untuk bisa menyelamatkan Diandra, sekarang semua beban telah menghilang difikiran Bian dan yang tersisa hanya tentang keselamatan Diandra.

Lama berselang, Bian menghentikan mobilnya dan keluar dengan membawa Diandra juga. Bian berteriak meminta pertolongan pada orang di sana.

Beruntung perawat di sana merespon cepat teriakan Bian, ada dua orang perawat yang menghampiri dengan membawa brankar, Bian langsung membaringkan Diandra di sana dan ikut mendorongnya.

"Tolong cepat, dia sudah kedinginan sejak pagi."

"Iya Pak, sabar dulu."

Bian menggeleng, tidak bisa, Diandra harus segera ditangani saat ini juga.

"Maaf Pak, silahkan tunggu disini saja, biar Dokter yang akan tangani pasien."

Bian menghentikan langkahnya dan membiarkan Diandra dibawa masuk.

"Tolong sus, tolong selamatkan, Diandra."

"Baik Pak, kami akan berusaha, Bapak tenang dan tetap berdoa untuk kebaikannya."

Suster itu lantas masuk saat dokter juga sudah memasuki ruangan, Bian mengusap wajahnya.

Semua itu memang salah Bian, apa yang telah dilakukannya semalam, Diandra pasti kecewa dengan Bian dan dirinya sendiri.