Diandra melepaskan pelukannya dan membawa Bian memasuki rumah tersebut, Diandra membawa Bian ke kamar yang akan di tempatinya malam ini.
"Kamu tidur disini ya, aku dikamar itu."
Bian mengangguk setuju, bukan masalah karena Bian bisa tidur dimana saja asalkan bisa menjaga Diandra.
"Bian, aku sudah lelah dan mengantuk sekarang, apa aku boleh tidur?"
"Ya boleh dong, memangnya kamu mau apa lagi, aku juga mau istirahat kok."
Diandra tersenyum dan mengangguk, mereka lantas berpisah dan masuk ke kamar mereka masing-masing.
Diandra sangat lelah dan lebih nyaman lagi jika Diandra mandi sebelum tidur, Diandra menyimpan tasnya dan berlalu memasuki kamar mandi.
Di tempat lain Bian terlihat merebahkan tubuhnya di kasur, malam ini untuk pertama kalinya Bian akan tidur di tempat asing dan demi menjaga orang asing juga.
Tapi Bian merasa senang dengan semua itu, dan tentu saja Bian tidak keberatan dengan hal itu, Bian akan di sana menjaga Diandra agar Agista tidak mengganggunya.
Bian kembali duduk untuk melepas jas kerjanya, setelah itu Bian kembali berbaring dan memejamkan matanya.
"Selamat malam, Diandra."
Bian tersenyum, mimpinya pasti akan indah malam ini karena di sebelah sana ada wanita yang juga sedang tidur.
Bian bergerak mencari kenyamanan untuk tidurnya, dan terdiam untuk mulai meraih alam mimpinya.
Lama berselang saat Bian sudah terlelap, suara Diandra berhasil membuatnya kembali tersadar.
"Aaaa .... tolooong," jerit Diandra.
Bian seketika duduk, penglihatannya mendadak hitam, Bian tidak bisa melihat apa pun juga.
"Toloong," jerit Diandra lagi.
Bian mengucek matanya dan melihat sekitar, kenapa gelap sekali saat ini.
"Apa mati lampu."
Bian meraba-raba mencari ponselnya, setelah meraihnya Bian lantas menyalakan senternya, sepertinya benar telah mati lampu saat ini.
"Tolong .... tolong aku takut."
Bian langsung berjalan keluar dengan bermodalkan senter ponsel untuk penerangnya.
"Diandra," panggil Bian.
"Tolong, tolong aku tidak bisa jika gelap seperti ini."
"Diandra, kamu gunakan ponsel kamu, Di."
"Ponsel aku mati, dan aku tidak bisa menemukan cargernya."
Bian menggeleng, lalu apa yang harus dilakukannya sekarang, apa mungkin jika Bian masuk saja dan menemani Diandra di dalam sana.
"Tolong."
Bian memejamkan matanya sesaat, Bian tidak berniat kurang ajar sama sekali pada Diandra, keadaan yang memang memaksanya untuk masuk.
"Tolong, Bian aku takut."
"Aku masuk ya, Di."
"Iya, cepat tolong aku takut."
Bian lantas masuk dan mencari keberadaan Diandra di dalam sana.
"Di, kamu dimana, Di?"
"Bian, aku disini."
Bian menoleh dan melihat Diandra yang duduk diambang pintu kamar mandi, apa yang dilakukan wanita itu malam-malam seperti ini.
"Diandra."
Bian menghampiri Diandra di sana, Bian jongkok dan memeluk Diandra, wanita itu menangis dalam dekapannya.
Bian merasakan rambut Diandra yang basah, pasti Diandra baru selesai mandi dan keramas juga.
"Diandra, tenang ya, aku disini kamu tidak perlu takut."
Diandra menggeleng dan membalas pelukan Bian, Bian semakin merasakan dingin tubuh Diandra saat ini.
Kenapa Diandra harus mandi saat malam telah larut seperti saat ini, apa tidak ada hari esok saja untuk Diandra mandi.
"Di, tenang ya, aku tidak akan tinggalkan kamu."
Diandra tak menjawab dan memilih fokus dengan tangisnya, Bian menggeleng dan mengangkat tubuh Diandra, Bian membawa Diandra ke kasur.
Sial .... tangan Bian beradu dengan paha Diandra yang sangat dingin itu, sepertinya Diandra memakai kimono pendek saat ini.
"Di, kamu duduk ya."
Bian menurukan Diandra, tapi Diandra enggan melepaskan Bian, Diandra tetap memeluk Bian dan tak mengizinkan Bian bangkit.
"Diandra, aku tidak akan pergi, jangan takut."
"Enggak, aku gak mau ditinggal disini, kamu tidak boleh kemana-mana."
"Enggak. aku gak akan kemana-mana, kamu jangan nangis ya."
"Aku takut."
"Sutt, aku disini."
Bian turut duduk dan kembali memeluk Diandra, kasihan sekali wanita itu kenapa harus takut gelap seperti itu.
"Diandra, sudah jangan nangis lagi."
Diandra tak menjawab dan tidak juga menghentikan tangisnya, Bian jadi serba salah ditengah kegelapan itu, Bian jadi takut salah bergerak.
Lama bertahan dalam posisi itu, lampu akhirnya menyala juga dan mereka bisa saling melihat satu sama lain sekarang.
Pertama yang Bian lihat saat melepaskan pelukan Diandra adalah kaki Diandra, beranjak ke pahanya dan terus ke atas.
Diandra tampak menunduk dan masih saja menangis, Bian memejamkan matanya seraya berpaling, tidak bisa Bian tidak bisa melihat semua ini.
Bian membuka matanya dan menarik selimut yang kemudian dipakai untuk menutupi setengah tubuh Diandra, Diandra menoleh saat Bian menyelimutinya, pandangan mereka beradu tanpa jarak berarti.
Bian melihat jelas mata Diandra yang sembab, dengan rambut basah yang tak beraturan, Bian berpindah pada bibir Diandra, betapa wanita itu sangat mengusik kewarasannya saat ini.
Diandra kembali menunduk dan masih terisak, tangan Bian terangkat menyentuh pipi Diandra dan menghadapkannya lagi, pandangan itu kembali beradu dan kali ini membuat jantung Bian berdegup tak beraturan.
"Jangan nangis lagi, aku ada disini," ucap Bian.
Diandra tak menjawab apa pun juga, Bian mengusap pipi Diandra dengan ibu jarinya.
"Aku sudah bilang akan jaga kamu, jadi tidak perlu takut sekarang."
Perlahan Diandra tersenyum, dan menyentuh tangan Bian yang ada di pipinya, Bian turut tersenyum dan bergerak perlahan hingga menghilangkan jarak diantara mereka.
Mata Diandra terpejam saat merasakan kehangatan di bibirnya akibat Bian, Diandra merasakan permainan bibir Bian di bibirnya.
Perlahan Bian membawa Diandra berbaring tanpa melepaskan pautan bibir mereka, tidak ada penolakan apa pun juga dari Diandra dan itu membuat Bian merasa senang.
Tengah malam seperti ini, mereka merasakan hal yang membuat keduanya melayang dan tenggelam tanpa bisa menghindar.
Mereka melakukan semuanya tanpa ada perdebatan, itu salah dan jelas salah, tapi itulah yang sedang terjadi saat ini.
Tidak ada yang bisa menghindar dari keadaan tersebut, dimata Bian mata sembab, rambut basah dan tubuh yang begitu dingin itu sangat menggodanya.
Dan penerimaan Diandra pun semakin menepis jauh kata salah yang terjadi diantara mereka, yang ada sekarang hanyalah kehangatan yang sedang berusaha mereka berikan untuk satu sama lain.
Diandra perlahan memeluk Bian, lembutnya cara Bian melumat bibir Diandra telah membangkitkan gairah keduanya.
Bian meremas satu tangan Diandra, berangsur menyusuri tangan itu sampai kepundak Diandra, tangan Bian terus bergerak ke leher hingga ke nyaris sampai di dada Diandra.
Tapi Bian menghentikannya, dan memilih untuk bertahan dileher saja, Bian mengusap telinga Diandra dengan ibu jarinya tanpa sedetik pun menghentikan permainan bibirnya.
Mereka telah melupakan semuanya, karena yang ada sekarang hanya gairah dari diri mereka masing-masing, tanpa ada salah yang diperdulikan lagi.