Diandra beranjak masuk setelah kedatangan Agista diantara mereka, tapi Bian menahan kepergian Diandra tanpa peduli dengan Agista.
"Kamu mau kemana?" tanya Bian.
"Aku mau masuk, aku gak mau jadi benalu untuk kalian berdua."
"Aku kesini untuk menemui kamu, jadi kamu gak bisa pergi begitu saja saat aku masih disini."
"Bian, cukup ya."
Agista melepaskan tahanan Bian pada tangan Diandra, menjengkelkan sekali mereka berdua, memang kurang ajar.
"Di, aku masih harus bicara sama kamu, jadi lebih baik kita pergi dari sini sekarang."
Bian menarik pergi Diandra dari hadapan Agista, Diandra mengikut saja tarikan itu, dengan sengaja Diandra menatap Agista saat melewatinya, Diandra tersenyum sinis pada wanita itu.
"Bian," panggil Agista.
"Ssss eeuh ...."
Agista menghentakan kakinya jengkel, Agista semakin yakin jika Diandra memang memiliki niatan lain tentang kedekatannya dengan Bian.
"Tapi aku gak akan biarkan itu terjadi, kamu lihat saja Diandra, aku akan bongkar niat buruk kamu itu."
Agista mengangguk dan turut pergi meninggalkan rumah Diandra, sekarang Agista sudah tahu dimana Diandra tinggal dan Agista bisa datang kapan saja semaunya dia.
"Bian, kita mau kemana sekarang, aku mau istirahat kenapa kamu malah bawa aku pergi?"
"Nanti aku akan antar kamu pulang kalau Agista tidak ada lagi disana."
"Kenapa harus seperti itu, yang seharusnya kamu bawa pergi itu Agista, bukan aku."
Bian tersenyum dan mengangguk, biarkan saja lagi pula Bian memang masih ingin pergi bersama Diandra.
"Bian, aku gak mau dianggap perusak hubungan orang."
"Apa sih, siapa yang bakal sebut kamu seperti itu?"
"Ya siapa saja yang tahu hubungan kamu dengan, Agista."
Bian menggeleng, itu biar menjadi urusan Bian saja dan Diandra tidak perlu memikirkan tentang itu.
"Bian."
"Apa, Diandra?"
"Kalau kamu mau dekat sama aku, kamu harus tinggalkan, Agista."
Bian seketika menghentikan laju mobilnya, apa yang didengarnya barusan, bagaimana bisa Bian melakukan semua itu sedangkan Bian masih sangat mencintai wanita itu.
"Kenapa, kok sampai syok seperti itu?"
"Di, aku belum bisa melakukan itu."
"Ya sudah, simple kok kamu tinggal jauhi aku, dan hubungan kita profesional kerja saja."
Bian diam seraya mengusap dagunya, tapi sepertinya Bian juga tidak inginkan hal itu, Bian ingin agar mereka bisa lebih dekat di luar jam kerja.
"Ya sudah, aku mau pulang sekarang."
"Diandra."
"Aku gak mau dianggap merusak hubungan kamu dan Agista, bukankah di Kantor sudah tahu semuanya kalau kamu sama Agista itu pasangan."
"Iya memang benar, tapi kan itu biar jadi urusan aku saja."
"Ya gak bisa dong Bian, aku juga ada di Kantor itu, memangnya kamu akan selalu di sisi aku selama aku di Kantor?"
"Kamu ssekretaris aku loh, Di."
"Ya terus kenapa?"
"Ya wajar saja kalau kamu sama aku terus, urusan kamu di Kantor itu sama aku, masa kamu gak ngerti kalau kita akan terus bersama."
Diandra berpaling, senyumannya perlahan terlihat dan sampai saat ini perkembangan yang bagus yang didapatkan Diandra.
Bian semakin mendekat padanya dan bahkan lebih membelanya dari kekasih Bian sendiri, baguslah sekarang Diandra hanya harus mempertahankan keadaan tersebut.
"Diandra."
"Oke, oke terserah kamu, tapi kalau sampai ada yang berani maki aku dan sampai sentuh aku gara-gara aku sama kamu, aku akan langsung resign dari Kantor."
"Oke, deal."
Diandra mengangguk, begitu juga dengan Bian, Diandra kembali berpaling, untuk selanjutnya Diandra akan fikirkan bagaimana caranya membuat orang kantor itu marah padanya.
Dengan mereka marah pada Diandra, Bian akan terang-terangan membela Diandra dan itu akan sangat menguntungkan bagi Diandra.
"Di, kamu mau makan malam sama aku sekarang?"
"Boleh saja, tapi menurut aku mending kamu urus dulu, Agista."
"Sudahlah, kenapa kamu masih bahas dia sih, mending kita nikmati kebersamaan kita sekarang."
Diandra mengangguk perlahan, tentu saja Diandra akan sangat menikmati kebersamaan mereka sekarang, karena dengan begitu Diandra akan membuat Bian semakin tertarik lagi padanya.
----
Agista memasuki kamarnya, sedikit pun Agista tidak bisa melupakan apa yang telah terjadi antara dirinya dan dua orang itu.
Agista merasa telah sangat dipermainkan oleh Bian, bagaimana bisa Agista terima semua itu begitu saja, Agista akan membalasnya dengan caranya sendiri.
Agista akan membuat Diandra menyesal karena telah berani mengganggu hubungannya dengan Bian, siapa pun tidak pernah ada yang berani melakukan hal seperti itu dan baru Diandra yang berani.
"Memang hanya orang tidak tahu diri yang berani mengganggu kebahagiaan orang lain, dan orang tidak tahu diri itu adalah, Diandra."
Agista mengepalkan kedua tangannya, dia benar-benar menunjukan senyum mengejeknya pada Agista, dan itu cukup menjelaskan dan membuktikan jika Diandra memang memiliki niat jahat atas sikapnya saat ini.
"Tapi apa, atas dasar apa Diandra menggangu aku dan Bian, memangnya siapa dia, Bian bilang mereka bertemu tidak sengaja karena Bian yang menabrak taxi Diandra waktu itu."
Agista mengangguk, ingatannya masih sangat kuat tentang penjelasan Bian waktu itu, dan sepertinya Bian tidak berbohong tentang semua itu.
"Aku harus tetap tenang, aku harus bisa lebih hati-hati dan lebih pintar lagi dari pada Diandra, aku akan cari kelemahan dia apa sebelum nanti aku serang balik dia."
Agista mengangguk, hubungannya dengan Bian bukan main-main jadi Agista tidak akan membiarkan perempuan lain mengganggu Bian, apa lagi sampai membuat hubungan mereka berantakan.
"Apa aku bilang sama orang tua Bian tentang hal ini, tapi Bian bilang kalau Diandra sudah bertemu dengan Om Burhan, itu berarti mereka sudah saling mengenal sekarang."
Agista melangkah mendekati jendela kamarnya, mungkin saja Diandra menunjukan sikap yang teramat baik di depan Burhan, demi bisa mendapatkan hati Burhan juga.
"Iya, itu pasti dilakukan Diandra, dan untuk sekarang sepertinya akan percuma jika aku katakan tentang Bian dan Diandra."
Agista memejamkan matanya sesaat, padahal Agista baru kembali dari luar kota, Agista ingin melepas rindu bersama Bian sekarang tapi kenapa justru seperti itu keadaannya.
Agista tak habis fikir jika kepergiannya kemarin justru mendatangkan masalah, dan sekarang hubungannya dengan Bian tak sebaik sebelumnya.
"Sabar Gista, kamu tidak boleh terpancing emosi, sekarang semua jelas kalau Diandra memang berniat bermain api tapi lihat saja aku tidak akan diam saja."
Agista melirik jam di dinding kamarnya, Bian pasti masih dengan wanita itu, Agista meraih ponselnya dan langsung menghubungi Bian.
"Angkat dong Bian, tidak mungkin kamu abaikan aku begitu saja seperti sekarang, sikap kamu salah karena tidak seharusnya kamu seperti ini sama aku, Bian."
Agista terus saja mengulang panggilannya, karena Bian yang tak juga mau menjawabnya.