"Vera," panggil Agista.
Vera bangkit dan mengangguk hormat padanya, Agista terdiam menatap wanita di hadapannya, selama ini Agista sudah akrab dengan karyawan Bian yang satu ini dan sepertinya dia bisa membantu Agista.
"Ada apa, Bu?" tanya Vera.
"Kamu tahu, Sekretaris barunya, Bian?"
"Tahu, Bu."
"Kamu sering lihat mereka ngapain saja?"
"Mereka bekerja, lagi pula kan baru sekarang Sekretarisnya itu ada."
Agista diam, benar juga wanita itu memang baru datang sekarang, sekarang adalah hari pertama wanita itu bekerja.
"Ada apa, Bu?"
"Saya mau kamu awasi mereka berdua."
Vera diam, kenapa harus seperti itu, baru kali ini Vera mendengar kalimat seperti itu dari Agista.
"Kamu dengar saya?"
"Iya, Bu."
"Pokoknya apa pun yang kamu lihat dari mereka, yang memang mencurigakan dan tidak seharusnya, kamu laporkan ke saya, jangan sampai terlewatkan meski hanya sedikit saja."
"Baik, Bu."
Agista mengangguk, dan berlalu begitu saja,Vera menatap kepergian Agista dengan bingung.
Apa yang terjadi antara mereka, baru kali ini Agista meminta hal seperti itu, apa mungkin sekretaris baru itu telah mengganggu kekasihnya.
Vera menggeleng, biarkan saja, lagi pula Vera sedang banyak pekerjaan sekarang dan tidak ada waktu untuk memikirkan semua itu.
Agista memasuki mobilnya dan melajukannya dengan cepat, Agista akan datang ke kantor Burhan untuk menanyakan kejujuran ucapan Bian dan Diandra.
Bukankah mereka mengaku bertemu dengan Burhan dan sempat berbincang juga, dan itu juga alasan mereka sampai keluar kantor selama itu.
Agista tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan mereka, apa lagi mendengar bicara Diandra yang terkesan gugup, Agista merasa ada kebohongan yang dilakukan mereka.
Agista memejamkan matanya sesaat, baru kali ini Agista merasa kesal dengan karyawan Bian, dan perasaan itu teramat kuat seolah tidak akan salah.
"Ada yang salah dengan wanita itu, aku yakin pasti ada yang salah."
Agista mengangguk pasti, suatu hari Agista pasti akan mendapatkan jawaban pasti untuk keyakinannya saat ini.
Pasti akan ada hal yang mampu membuktikan pada semuanya jika ia memang bermaksud lain, Diandra pasti memiliki niatan lain selain dari pada bekerja di kantor Bian.
"Lihat saja, aku akan cari bukti jika Bian telah salah karena menerimanya bekerja disana."
Agista melihat sekitar, memastikan dimana dirinya sekarang, dan sepertinya tidak lama lagi Agista akan sampai di kantor Burhan.
Dan saat itu Agista akan tahu apakah Bian dan Diandra itu berkata jujur atau tidak, kalau sampai terbukti bohong maka Agista akan kembali menemui Bian, lihat saja Agista tidak akan biarkan siapa pun mengganggu kekasihnya itu.
"Dia hanya orang baru kata Bian, tapi aku lihat mereka sudah begitu dekat, apa benar Bian tega membohongi aku sekarang."
Agista menghembuskan nafasnya sekaligus, padahal selama ini mereka selalu baik-baik saja, Agista tidak pernah merasa curiga seperti ini tentang Bian dan wanita lain.
"Diandra, siapa sebenarnya dia, kenapa aku tidak bisa merasa biasa saja dengan sosoknya."
Agista menggeleng, apa pun akan Agista lakukan untuk membuktikan kecurigaannya itu, Agista tidak ingin ada orang yang dengan sengaja merusak hubungan baiknya dengan Bian.
Agista memarkir mobilnya dan keluar dari mobilnya, Agista berjalan memasuki kantor dan bertanya tentang keberadaan Burhan di sana.
"Maaf Bu, Pak Burhan, sedang ada meeting di luar dan sepertinya baru kembali sore, atau mungkin besok pagi."
Agista mengernyit, apa harus selama itu dan sejak kapan Burhan pergi dari kantor.
"Bisa titipkan pesan, Bu, biar nanti saya sampaikan."
"Dari kapan Bapak pergi?"
"Pergi jam 10 kembali jam 12, dan barusan baru pergi lagi."
Agista mengernyit, Bian juga pergi jam 9 tapi baru kembali jam 2, apa maksudnya.
"Ada masalah, Bu?"
"Tidak, tidak ada, nanti kalau Bapak pulang tolong sampaikan saya datang."
"Baik, Bu."
"Terimakasih."
"Iya."
Agista kembali pergi, kenapa seperti itu, jadi Bian dan Diandra makan siang berdua saja, bukan dengan Burhan.
Dan mereka makan sampai dua jam lamanya, Agista menggeleng, kenapa semakin kacau saja fikirannya sekarang.
"Bian, apa-apaan kamu ini, berani sekali bohong sama aku."
Agista mengepalkan tangannya, baru kali ini Bian berani berkata tidak benar seperti itu, dan semua gara-gara Diandra.
"Aku harus temui wanita itu sekarang juga, tidak bisa menunggu lagi meski hanya sebentar saja."
Agista kembali memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan kantor Burhan.
----
"Lalu yang ini?"
"Sama saja, sesuaikan dengan yang pertama."
Diandra mengangguk, saat ini Bian sedang ada di ruangannya untuk membahas hasil pertemuan tadi.
Bian sengaja tidak memanggil Diandra datang ke ruangannya, karena Bian ingin ke ruangan Diandra saja, dan baguslah karena Diandra juga sedang ada di sana sehingga langkah Bian tidak sia-sia.
"Menurut kamu, bagaimana dengan menunya?"
Diandra terdiam membaca tulisan di hadapannya, Diandra tidak ada masalah dengan itu karena memang hanya harus ditambahkan saja bukan mengganti.
"Sudah cocok, aku rasa memang harus tetap ada, dan kita tinggal menambah menu ringan saja seperti yang aku katakan tadi."
Bian mengangguk, tentu saja Bian ingat itu jadi sepertinya Bian akan sekalian meminta Diandra untuk menentukan menunya juga.
"Kalau kamu yang tentukan menu tambahannya gimana?"
Diandra menoleh, kenapa harus dirinya, dan kenapa tidak mereka sama-sama saja.
"Kamu keberatan?"
"Tidak," ucap Diandra seraya bersandar.
Bian tersenyum dan sedikit duduk di meja, keduanya berhadapan dan kembali berbincang.
"Bagaimana dengan kekasih mu?"
"Bagaimana apanya?"
"Dia marah karena kamu sama aku."
Bian tersenyum dan menunduk sesaat, Diandra juga turut tersenyum, tentu saja respon itu sangat disukainya.
"Aku tidak mengerti, kenapa Agista bisa sensitif seperti itu sama kamu."
"Mungkin dia cemburu."
"Apanya yang harus dicemburui, kita kan kerja bukan jalan romantis."
Diandra tersenyum dan mengangguk, tapi Diandra harus pedulikan itu, Diandra harus buat Agista cemburu dan semakin cemburu lagi padanya.
"Kamu jangan tersinggung ya dengan sikap dia."
"Tidak apa-apa, aku juga tidak bermaksud untuk membuatnya cemburu."
"Tapi aku juga heran sekarang."
"Heran?"
"Iya, aku merasa kalau kamu memang berbeda dengan sekretaris aku yang lainnya."
"Maksudnya gimana?"
Bian menggeleng, entahlah yang jelas Bian merasa tertarik dengan sosok Diandra yang baru ditemuinya itu.
Diandra bangkit dan berjalan menjauhi Bian, tapi hanya dua langkah saja karena Bian menariknya kembali ke hadapan.
"Mau kemana?"
"Aku takut buat orang semakin salah paham."
"Siapa yang salah paham, kan gak orang lain juga?"
Diandra melirik tangan Bian yang meraih tangannya, kini kedua tangan Diandra ada dalam genggaman Bian.
Saat bersamaan, pintu ruangan terbuka dan Agista tampak masuk dan melihat genggaman tangan Bian pada tangan Diandra.