Chereads / Jemput Kehancuran Mu / Chapter 18 - Bab18. Mendadak

Chapter 18 - Bab18. Mendadak

Agista berjalan cepat dan memisahkan kedua tangan itu, Bian langsung berdiri karena baru menyadari kedatangan Agista.

Ditengah jantungnya yang bergemuruh, Agista diam menatap Diandra tanpa celah, tapi bukannya menghindar Diandra justru menatap balik Agista.

"Gista, kamu ...."

Plakk .... Agista menampar Diandra begitu saja tanpa peduli dengan apa yang akan dikatakan Bian, Bian mengernyit dan menahan Agista yang akan kembali menampar Diandra.

"Lepas."

"Apa-apaan kamu ini?" tanya Bian.

"Lepas."

Agista mendorong Bian dengan kuatnya, kini Agista bisa menatap mereka dengan jelas.

"Kurang ajar kamu," ucap Agista menunjuk Diandra.

"Tidak tahu diri kamu ya, ini cara kamu berterimakasih atas kebaikan Bian?"

"Aku hanya ...."

"Diam," Agista menghentikan kalimat Diandra."Aku sudah curiga sejak awal kalau kamu memang memiliki niat lain disini."

"Agista, diam."

Agista tak peduli dengan ucapan Bian, karena sekarang Agista hanya ingin berbicara dengan Diandra saja.

"Jangan macam-macam kamu, kamu harus sadar kalau tingkah kamu itu sudah keterlaluan."

"Gista, cukup."

Bian menarik Agista untuk pergi dari sana, tapi Agista menolak dan kembali melepaskan Bian.

"Aku masih harus bicara dengan wanita ini, dia harus sadar diri siapa dia disini, dan tak seharusnya dia berani bersikap seperti itu sama kamu."

Diandra hanya diam saja, tamparan Agista telah membuat emosinya memuncak tapi Diandra harus tetap menahannya.

"Gista, ayo keluar."

"Kenapa .... kenapa harus keluar, kamu bukannya betah sama dia?"

"Sutt, sudah ayo keluar."

Bian kembali menarik Agista keluar ruangan Diandra, membawanya masuk ke ruangan Bian dan melepaskannya di sana.

"Kenapa kamu kembali lagi?"

"Aku kembali lagi, karena aku yakin kalau kamu dan wanita itu memang ada kesalahan."

"Agista, aku ...."

"Diam, jangan katakan apa pun juga jika itu hanya kebohongan."

Bian diam, kenapa Agista harus kembali lagi sekarang padahal dia sudah pergi sejak tadi.

"Aku sudah ingatkan kamu sejak awal, wanita itu pasti ada niat lain atas kedatangannya kesini."

"Niat lain apa sih, kamu jangan curiga seperti itu."

"Curiga kamu bilang, aku yang curiga atau kamu yang memang tergoda, apa maksudnya tadi kamu genggam tangan dia?"

Bian tak menjawab, Agista memang telah mengganggunya sekarang, dan dia telah membuat kegaduhan di kantor.

"Jawab."

"Cukup, untuk apa kamu kembali kesini, kamu sengaja ingin membuat kekacauan disini?"

Agista mengernyit, kenapa jadi Bian yang marah padanya, padahal sudah jelas jika Bian yang salah.

"Untuk apa, untuk apa kamu kembali?"

Agista menggeleng perlahan, bukannya minta maaf, Bian justru memarahinya seperti itu.

"Sekarang kamu pulang, dan jangan datang kesini kalau kamu cuma mau buat keributan."

"Bisa kamu bicara seperti itu sama aku sekarang."

"Ya memang itu kebenarannya, diam disini dan jangan ikuti aku atau kamu gak perlu lagi temui aku."

"Bian."

Bian berlalu begitu saja meninggalkan ruangan, Bian akan kembali ke ruangan Diandra sekarang.

"Baik, May aku pulang sekarang, tunggu sebentar."

Diandra menutup sambungannya dan menyimpan ponselnya ke dalam tas, Diandra merapikan semuanya dan berjalan.

Pintu terbuka sebelum Diandra membukanya, Bian lebih dulu sampai ke ruangan Diandra.

"Di, aku minta maaf untuk perlakuan, Agista."

Diandra diam, itu bukan masalah baginya dan Diandra tidak akan memperdulikan itu sama sekali.

"Diandra, aku benar-benar minta maaf."

Diandra masih diam, lebih baik Diandra abaikan Bian saja sekarang, agar Bian semakin merasa bersalah dan akan semakin mengerjarnya.

"Diandra."

"Tenang saja, aku akan pergi dari sini."

Diandra dengan sengaja menabrak Bian yang berdiri diambang pintu, Diandra meninggalkannya begitu saja tanpa peduli dengan panggilan Bian.

"Diandra."

Bian lantas mengejarnya tapi tertahan oleh Agista yang menarik tangannya.

"Diandra."

"Berisik kamu."

Agista menarik Bian kembali memasuki ruangan, hal itu telah berhasil menarik perhatian mereka semua yang ada di sana.

"Apa sih kamu, harusnya kamu yang minta maaf sama Diandra."

"Aku harus minta maaf, gak salah kamu?"

Bian diam, kenapa Diandra harus pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan Bian terlebih dahulu.

Agista memang keterlaluan karena telah melakukan itu pada Diandra, lihat saja kalau sampai Diandra tidak kembali ke kantor, Bian tidak akan mau berurusan lagi dengan Agista.

----

"Diandra," jerit Diana

Maya menahan Diana yang hendak mengacak semuanya, apa ada dengan wanita itu kenapa mendadak seperti itu padahal Diana sedang anteng makan tadi.

"Bu, Ibu, tenang ya."

"Diandra."

"Iya sabar, Diandra, sedang di jalan."

"Jahat sekali mereka, Diandra.

"Iya, Bu, iya, Diandra lagi jalan pulang, tunggu sebentar ya."

"Pulang, mereka jahat sekali, Diandra pulang."

Maya memejamkan matanya, tenaganya semakin berkurang untuk menahan Diana yang terus saja berontak.

Tapi Maya harus kuat agar semua tidak semakin berantakan, apa yang terjadi saat ini karena Maya melihat Diana yang begitu tenang menjadi sangat kacau seperti saat ini.

"Diandra, pulang."

"Iya, Bu, iya sabar."

"Pulang, mereka jahat sekali, pulang."

"Mamah," panggil Diandra memasuki kamar.

Keduanya menoleh bersamaan, Maya melepaskan Diana yang berlari dan memeluk Diandra di sana.

"Mamah, kenapa?" tanya Diandra membalas pelukannya.

Tak ada jawaban, Diana diam memeluk Diandra dengan eratnya, Diandra melirik Maya di sana dan meminta kejelasan untuk semuanya.

Tapi Maya justru menggeleng tanpa mengatakan apa pun juga, Diandra mengusap punggung Diana saat mendengar wanita itu yang justru menangis.

"Mamah, kenapa, ada apa, ada yang sakit?"

Diana masih tak menjawab, Diandra tak mengerti dan tak mungkin jika sampai Maya menyakiti Diana saat Diandra tak ada di rumah.

Diana melepaskan pelukannya dan menatap Diandra, tangannya terangkat menyentuh pipi Diandra yang terlihat sedikit berbeda.

"Mereka jahat."

Diandra mengernyit dan menurunkan tangan Diana, sekuat itukah perasaan Diana terhadap Diandra.

"Mereka jahat, kamu jangan kerja, tidak boleh."

Diandra tidak tahu harus berkata apa sekarang, sepertinya Diana memang tidak bisa dibohongi sama sekali.

"Mereka jahat, kamu jangan dekati mereka lagi."

"Dekati siapa, Diandra gak dekat dengan siapa pun."

Diana menggeleng dan kembali menyentuh pipi Diandra, tidak salah lagi, Diandra yakin jika Diana merasakan apa yang telah terjadi pada Diandra di kantor tadi.

"Mamah, Diandra baik-baik saja, jangan kahawatir ya."

"Tidak, mereka jahat kamu jangan dekati mereka, tidak boleh."

Maya bangkit dan berjalan menghampiri keduanya, Diandra harus mengakui jika perasaan seorang ibu tidak bisa dibohongi.

"Mungkin, Ibu, merasakan semuanya, jadi dia seperti ini."

"Mereka jahat, Maya, mereka jahat."

Maya hanya mengangguk saja dan kembali pada Diandra, mungkin sebaiknya Diandra katakan saja semuanya.

"Tidak ada salahnya kamu cerita."

Diandra tak menjawab, kalau Diandra jujur dengan semuanya, Diana pasti akan semakin mengkhawatirkannya dan tidak akan mengizinkannya keluar rumah, Diandra tidak bisa cerita.