"Bu, aku Cuma ingin tahu kenapa Mas, eh, Pak Desta enggak ngajar di kelas. Padahal waktu itu dia yang gantiin Pak Thomas." Lovita dengan santainya menyebutkan alasannya.
Gadis itu kini tengah duduk bersama Desta di ruang Bk. Bu Rosma meminta Desta dan Lovita ke ruangannya. Apa lagi suara Lovita telah membuat gaduh. Padahal salah satu siswi itu harusnya berada di dalam kelas mengikuti pelajaran. Namun, Lovita malah berkeliaran. Melihat tingkah Lovita mengigatkannya soal kemarin. Saat Arga membentak anaknya sendiri di depan umum. Tampak jelas hubungan keluarga mereka tidak baik.
Padahal secara finansial, Lovita bukanlah siswa yang kekurangan. Gadis itu cukup dalam segala hal hanya saja kesibukan kedua orang tuanya membuat Lovita kehilangan arah sosok yang harusnya jadi panutan.
"Desta, kamu bawa Lovita kembali ke kelas. Setelah ini kamu bisa temui saya lagi."
"Kok, udahan, Bu? Harusnya, kan aku dapat hukuman? Apa lagi kalau hukumannya bareng ama Mas Desta. Aku mau banget."
Lovita merasa aneh. Biasanya guru BK tersebut akan memberinya hukuman saat membolos atau berbuat ulah. Bahkan guru itu sudah terbiasa dengan sikap Lovita selama ini.
"Saya sudah bosan menghukum kamu! Saya akan memberi kamu skors satu bulan kalau kamu mau hukuman."
"Eh, jangan, Buk!!! Kalau enggak masuk satu bulan yang ada nanti aku enggak bisa ketemu Mas Desta."
Desta yang mendengar percakapan Lovita hanya bisa mengusap wajahnya. Kenapa ia harus berurusan dengan gadis seperti Lovita. Pertemuannya dengan Lovita seolah membuat diary kehidupannya buruk.
Gadis itu begitu agresif mengejarnya. Bahkan Lovita tidak segan mengatakannya di depan siapa saja. Desta merasa sangat malu karena statusnya sebagai guru magang baru hitungan hari. Ulah Lovita hanya akan membuatnya dalam masalah.
"Bu Rosma, saya bawa Lovita ke kelas dulu." Desta undur diri merasa tidak enak.
Sikap Lovita hanya membuatnya terpojok. Apa lagi nama baiknya sedang dipertaruhkan. Ia langsung menarik tangan Lovita keluar ruangan. Lelaki itu langsung membawa Lovita menyusuri koridor menuju kelas. Lovita hanya bisa tersenyum melihat punggung Desta. Ia tidak mengira lelaki itu akan menyentuh tangannya.
Desta merasa ada yang aneh. Suara Lovita tidak terdengar sama sekali. Gadis yang suaranya hampir mirip bebek tiba-tiba sunyi senyap. Langkah Desta terhenti dan berbalik melihat Lovita yang malah nyengir melihatnya. Gadis itu sama sekali merasa tidak berdosa. Ia malah mengeluarkan ponsel dan mengambil gambar Desta secara spontan.
Cekrek!!!
Lampu blitz kamera menyala. Lovita berhasil mengambil gambar Desta dan langsung kabur. Gadis itu begitu girang dan tersenyum lebar.
"Makasih, ya, Mas. Fotonya. Nanti jangan lupa mampir di akunku 'Miss Lovita Queen''' Lovita terdengar berteriak dari tempatnya. Gadis itu benar-benar tidak memiliki malu sama sekali.
Desta hanya bisa menarik napas tanpa berbuat apa-apa. Ia juga tidak tahu untuk apa Lovita mengambil fotonya. Kepala Desta semakin pusing memikirkannya. Gadis itu selalu meng-klaim bertemu dirinya. Padahal ia merasa sama sekali tidak merasa bertemu Lovita di luar sekolahan selain di kafe waktu itu. Rumah Lovita saja ia tidak tahu. Bagaimana mungkin ia bisa menemui Lovita.
"Kenapa nasibku apes banget ketemu dia. Kira-kira Bu Rosma mau bicara apa, ya?"
Desta memikirkan ucapan guru BK tersebut. Ia hanya takut jika magangnya akan bermasalah dan membuat kelulusannya tertunda. Ia langsung berbalik menuju ruangan Bu Rosma. Ia tidak ingin guru senior itu menunggunya terlalu lama.
Bu Rosma masih duduk di kursi yang sama. Desta masuk dan duduk di depannya. Pemuda itu mencoba manata hati sebelum mendengar hal yang tidak diinginkan.
"Kamu tahu kenapa saya panggil ke sini?" Suara Bu Rosma terdengar datar.
Desta merasa sedang disidang sebagai penjahat. Padahal ia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun. Lovita yang mendekat dan membuat kegaduhan.
"Maaf, saya tidak tahu, Bu."
"Baiklah, akan saya jelaskan. Kamu tahu apa statusmu di sini?"
"Hanya guru magang, Bu."
Desta menjawab singkat. Perasaannya mulai merasa tidak enak saat Bu Rosma menyebut statusnya di sekolah.
"Saya mohon kamu jaga sikap. Lovita hanyalah remaja yang sedang labil. Dia hanya berada di situasi yang membuat dia butuh pelarian untuk membuat hatinya senang."
Desta semakin tidak mengerti apa maksud Bu Rosma. Apa yang terjadi padanya tidak ada hubungannya dengan sikap Lovita yang labil.
"Begini, Lovita adalah anak salah satu donator dari Yayasan ini. Gadis itu … " Bu Rosma tidak melanjutkan ucapannya. "Mungkin kamu akan tahu nantinya. Saya hanya ingin kamu jaga sikap dan menghindar. Jangan sampai kalian terikat dalam satu hubungan dan membuatmu bermasalah sendiri nantinya."
Desta hanya mengangguk. Ia mulai paham dengan apa yang dikatakan Bu Rosma. Desta memang seharusnya tidak meladeni Lovita yang begitu agresif. Lelaki itu harus benar-benar harus menjaga hatinya selama magang di sekolah. Apa yang dikatakan Bu Rosma memang benar. Desta hanya akan mendapat masalah jika meladeni gadis yang notabene selalu membuat ulah di sekolah.
"Baik, Bu. Saya akan menjaga jarak dengannya."
"Kamu membawa nama baik kampus dan orang tuamu." Bu Rosma mengingatkan.
Desta mengangguk seolah mengerti. Pemuda itu langsung undur diri dari ruangan Bu Rosma kembali ke perpustakaan. Ia lupa jika ada beberapa peserta olimpiade yang tengah menunggu arahan darinya. Ia mendapat tugas dari Pak Thomas untuk membimbing para siswa yang berpartisipasi dalam olimpiade matematika tingkat kabupaten.
Sepanjang ia memikirkan betul apa kata guru BK tersebut. Ia merasa ada yang aneh saat menyebut Lovita sebagai anak salah satu donatur sekolah tempatnya magang. Bahkan Bu Rosma tidak melanjutkan ucapannya. Seperti ada hal yang memang tidak sesuai.
"Sudahlah, kenapa aku harus pusing memikirkannya. Itu bukan urusanku. Sekarang aku harus menghindari siswi genit itu." Desta terus berjalan masuk ke dalam perpustakaan.
Ia melanjutkan lagi pembahasan yang tertunda dan melupakan tentang Lovita. Namun, senyum renyah remaja itu membuat Desta justru malah semakin teringat. Perkataan Bu Rosma justru semakin membuatnya penasaran. Ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Lovita. Gadis itu terlihat sangat agresif dan mencolok. Senyum lebarnya menunjukkan gurat kesedihan yang begitu besar.
"Pak … untuk rumus ini bagaimana?" Salah seorang siswa terdengar bertanya. Namun, Desta masih belum bisa fokus dengan soal yang ia buat.
"Pak Desta? Apa Lovita sudah membuat Pak Desta pusing?" Seorang siswa lain menimpali.
Desta langsung terhenyak saat mendengar nama Lovita disebut.
"Kamu mengenalnya?"
"Jelaslah, Pak. Siapa yang tidak mengenal biang onar sekolah ini. Dia masih selamat karena kedua orang tuanya penyumbang pembangunan sekolah ini."
Desta berpikir sejenak. Ucapan mereka selaras dengan Bu Rosma. Latar belakang Lovita adalah anak berkecukupan. Mungkin saja hal itu yang membuatnya merasa bebas melakukan sesuatu di sekolah meskipun melanggar.
"Kamu kenal dia baik?"
"Enggak, sih. Saya cuma tahu dia sering muncul membuat konten di berbagai akun media social. Bisa dibilang dia itu ratunya sosmed. Tiap hari Live. Bahkan di sekolah pun sering buat ulah dan tidak kapok."
Desta benar-benar tidak percaya. Sosok Lovita sangat jauh dari standar gadis impiannya. Bahkan Desta adalah tipikal lelaki serius yang tidak suka dengan semua yang berbau media social. Ia lebih suka menjaga privasinya dari pada mengumbar di media social. Baginya bermain media social hanya akan membuatnya malas belajar.
"Apa yang dikatakan Bu Rosma memang benar. Aku memang harus menjauhinya." Desta hanya bisa membatinnya. Ia tidak ingin lainnya tahu apa yang sedang dipikirkan.