Lovita membuka matanya perlahan. Ia melihat ruangan bercat putih yang sangat asing baginya. Selama sekolah. Ia belum pernah sekali pun masuk ke ruangan cat putih tersebut. Ia merasa kepalanya sangat pusing. Ia mencoba bangkit dan duduk, tetapi kepalanya begitu terasa berat.
"Sebaiknya kamu berbaring dulu, wajahmu sangat pucat. Kamu belum makan?" tanya pegawai UKS.
Lovita menggeleng memang pagi tadi belum makan. Gadis itu pun tidak mengira kondisinya begitu lemah.
"Pak Thomas memang keterlaluan. Dia tidak takut apa mendapat teguran dari pihak Yayasan."
Salah satu pegawai UKS ikut menimpali apa yang menimpa Lovita. Mereka mengenal betul siapa Lovita. Bahkan kejadian ini bisa membuat posisi Pak Thomas terancam jika pihak Yayasan mendengarnya. Lovita memang bandel dan suka sekali melanggar aturan. Namun, mereka tidak mau bermasalah dengan pihak Yayasan karena Lovita adalah anak salah satu penyumbang dana terbesar di Yayasan mereka.
"Untungnya Pak Desta langsung membawamu ke sini. Kalau tidak, mungkin kami harus membawamu ke rumah sakit. Bisa dipastikan Pak Thomas tidak akan selamat."
"Mas Desta yang bawa saya ke sini?" tanya Lovita lemah. Gadis itu memang terasa tidak memiliki daya.
Ia sendiri juga tidak tahu kenapa begitu lemah. Tiba-tiba saja kepala Lovita terasa pening saat berdiri lama. Gadis itu langsung jatuh pingsan dan tidak ingat apa-apa.
"Sebaiknya kamu istirahat saja di sini. Masalah izin. Saya yang akan memberikan surat rekomendasi pada wali kelasmu."
Pegawai UKS langsung beranjak menjauh. Ia membuat sebuah surat agar wali kelas Lovita tahu keadaan salah satu siswanya. Ia meminta rekannya untuk mengantarnya ke ruang BK dan ruang kelas. Kejadian Lovita pingsan memang membuat heboh guru dan seisi sekolah.
Desta terlihat ragu masuk ke ruangan. Lelaki itu mengetuk pelan dan meminta izin petugas UKS untuk masuk. Desta langsung masuk setelah mendapat izin. Ia melihat Lovita yang masih berbaring lemah. Bibirnya pun terlihat sangat pucat. Ia meletakkan bungkusan plastik dan air mineral di samping tempat Lovita. Ia langsung duduk menarik kursi mendekat.
"Kamu sakit?"
"Aku enggak sakit. Aku cuma sedang lengah."
"Minum ini."
Desta menyodorkan sebotol kecil air mineral yang dibeli di koperasi. Lovita masih diam tidak mengambilnya.
"Bagaimana aku bisa meminumnya dalam keadaan seperti ini?"
Desta mengalah dan menarik punggung Lovita. Ia mengambil sedotan dan menuntun Lovita minum. Gadis itu tersenyum melihat Desta dari dekat. Ia bahkan tidak mengira Desta begitu perhatian dengannya.
"Kamu sudah makan?"
Lovita menggeleng. Desta langsung mengambil satu bungkus roti dan membukanya. Ia menyobeknya dan meminta Lovita membuka mulut. Gadis itu langsung menguyah roti pemberian Desta. Setelah habis, Desta langsung kembali menyodorkan minuman.
Lovita terlihat lebih cerah setelah kedatangan Desta. Tragedi pingsan ternyata membawa keberuntungan sendiri untuknya tanpa diminta.
"Pak Thomas khawatir dan takut sesuatu terjadi padamu. Beliau sedang ada di ruang kepala sekolah." Desta menceritakan apa yang terjadi.
Lovita sendiri terkejut mendengar apa yang terjadi. Namun, ia juga kesal karena Pak Thomas tidak mengizinkannya masuk. Padahal Lovita belum terlambat. Ia masih memiliki waktu tiga menit sebelum jam pelajaran dimulai.
"Salah sendiri kenapa juga aku enggak boleh masuk? Aku belum terlambat. Aku masih memiliki waktu tiga menit."
"Lov, kamu marah sama Pak Thomas?"
Mendegar panggilan Desta padanya membuta Lovita tersipu malu. Panggilan Desta terdengar seperti menyebut kata cinta dalam Bahasa Indonesia.
"Lovita …"
"Ish, Mas Desta ganggu aja orang ngayal."
"Kamu mau, kan, maafin Pak Thomas?"
"Aku enggak salah! Aku belum terlambat."
Lovita masih kekeh dengan pendiriannya. Ia juga tidak meminta pihak sekolah ikut campur masalahnya. Ia merasa kekeh karena merasa belum terlambat. Ia masih memiliki waktu tiga menit. Hal itu yang menjadi patokan Lovita.
"Kamu enggak berniat mengatakan apa yang terjadi pada orang tuamu bukan?" Desta menjelaskan maksudnya.
"Memangnya aku tukang ngadu? Lagian apa yang terjadi padaku juga bukan urusan Mama Papa. Semuanya tidak akan berpengaruh. So… kalau Mas Desta hanya khawatir dengan keadaan Pak Thomas. Mas Desta bisa pergi. Aku mau tidur. Malas kalau harus balik ke kelas."
Perkataan Lovita cukup menohok. Gadis remaja itu tidak tanggung-tanggung menyinggung Desta. Awalnya ia senang Desta datang menjenguknya. Ia pikir Desta merasa bersalah dan khawatir dengan keadaannya. Namun, nyatanya Desta hanyalah mengkhawatirkan posisi Pak Thomas yang harusnya sama sekali tidak perlu dikhawatirkan. Lovita sudah terbiasa dengan hukuman. Kalau ia memang merasa bersalah, Lovita akan menerimanya. Namun, saat Lovita tidak merasa bersalah. Sampai mati pun Lovita tidak akan mau mengalah.
***
Kabar Lovita pingsan ternyata sudah menyebar luas. Termasuk ke Bu Rosma sang guru Bk dan Angel sahabatnya Lovita. Teman baiknya itu langsung mengunjungi Lovita saat istirahat. Ia khawatir terjadi sesuatu pada temannya. Angel tahu betul Lovita baru saja sakit, tetapi temannya itu masih memaksa masuk sekolah karena hanya ingin bertemu Desta.
"Ya ampun Lovita … kamu ini enak banget sekolah cuma tidur di UKS."
"Teman sakit bukannya dikasihani malah diejek. Sialan emang kamu!" Lovita menggerutu kesal.
Angel menarik kursi melihat bungkusan plastic di meja. Ia melihat isi di dalamnya penuh makanan.
"Siapa yang datang? "
"Mas Desta."
"Pak Desta?"
"Huum, tapi datang hanya untuk membela Pak Thomas. Ya udah Aku usir aja sekalian. Malas banget datang cuma buat bela Pak Thomas."
Angel menggeleng melihat sikap keras kepala temannya yang tidak pernah berubah. Lovita tidak pernah takut sedikitpun melawan guru.
"Gila kamu, ya! Enggak kapok apa dapat hukuman dari Pak Thomas? Kamu kangen apa emang naksir doi, sih. Ngebet banget pengen dijewer Pak Thomas."
Angel tertawa Lovita. Sahabatnya itu dengan Pak Thomas seolah musuh bebuyutan abadi sejak mereka kelas X. Lovita tidak henti-hentinya membuat masalah dengan guru matematika itu. Meskipun guru berganti pun Lovita tetap saja bermasalah.
"Dia yang cari gara-gara! Bukan aku."
"kamunya emang bandel, sih."
"Angel, tadi, kan ada matematika, tuh. Mas Desta gimana?"
"Pak Desta hanya kasih tugas. Ia juga meminta doa buat kesehatan kamu. Dia yang bilang sama semua teman di kelas kalau kamu pingsan. Makanya aku sekarang ke sini."
"Beneran?"
Lovita tidak percaya. Sepertinya perkataan Angel begitu mustahil. Lovita langsung bangkit dan hendak turun.
"Eh, kamu mau ke mana?"
Lovita langsung memakai sepatu dan meminta Angel menuntunnya. Ia merasa tubuhnya mulai membaik. Hanya saja kepalanya masih terasa pusing.
"Kamu mau ke mana Lov, udah kamu di sini aja."
"Aku mau ketemu Mas Desta. Aku mau minta maaf udah usir dia."
"Hah? Kamu ngusir dia?"
Lovita mengangguk. Ia juga menyesal telah berbuat kasar pada lelaki yang membuat harinya cerah itu. Ia takut Desta akan semakin menjauh darinya karena sikapnya yang terlalu kasar.