Tiga hari beristirahat di rumah membuat Lovita bosan. Tiga hari pula Rania menyita ponsel dan semua gadget miliknya. Ia tidak bisa mengakses media sosial atau menghubungi Angel. Gadis itu hanya bisa menonton televisi dan membaca beberapa novel cetak yang ia beli di toko buku bulan lalu.
Hidupnya begitu sepi sendiri bersama beberapa para pekerja di rumah. Setiap harinya Lovita mengurung di kamar dan hanya keluar untuk makan. Kedua orang tuanya pun sama sekali tidak peduli dengan keadaan dan perasaan anaknya semanjak kejadian di ruang BK.
Rasa kecewa pun masih menyelimuti perasaan Lovita. Ia sama sekali tidak berminat memikirkan Desta. Guru magang itu harusnya bisa membela Lovita. Ia tahu betul jika Pak Thomas berbuat semena-mena. Lovita tidak takut dengan hukuman yang Pak Thomas berikan. Bahkan gadis itu sama sekali merasa tidak kapok saat pingsan. Ia hanya merasa Pak Thomas tidak adil. Lovita merasa masih memiliki waktu tiga menit untuk masuk ke dalam kelas.
"Non, susunya diminum, ya, abis itu minum obat. Malam nanti Tuan dan Nyonya tidak pulang. Mereka bilang akan langsung ke Singapura beberapa hari."
Lovita menarik napas berat. Ia sudah biasa dengan kesibukan kedua orang tuanya yang seragam. Keadaan Lovita sedang sakit pun mereka tidak peduli. Mereka malah mementingkan bisnis dan mengorbankan perasaan Lovita.
"Lovi ….!!!"
Angel tiba-tiba muncul di depan Lovita. Sahabatnya itu masih memakai seragam lengkap. Ia langsung masuk ke dalam kamar Lovita dan memeluk sahabatnya. Mendengar kejadian di ruang BK membuat Angel mengerti apa yang dirasakan sahabatnya itu. Ia datang untuk memberi semangat teman dekatnya itu.
"Kamu kok ada di sini?" Lovita bingung melihat Angel. Padahal harusnya Angel masih berada di sekolah.
"Aku kengen tauk! Enggak ada yang diejek. Kamu, sih, ngapain pake sakit segala, sih!"
"Iya ... ini , kan, masih jam pelajaran. Kamu enggak bolos, kan? Kena hukuman baru tau rasa kamu nangis-nangis kayak waktu itu."
Lovita mengingatkan kembali momen saat Angel menangis karena dihukum di lapangan bersama waktu saat bolos. Gadis itu menangis karena takut kedua orang tuanya dipanggil. Hal itu membuat Angel berhati-hati saat melakukan sesuatu bersama Lovita. Ia tidak mau mengambil resiko dan memilih tidak ikut-ikutan saat Lovita berbuat ulah.
"Ish jangan dingatkan lagi dong. Kamu, kan tahu kedua orang tuaku bukan kayak kamu. Aku enggak mau membuat mereka malu dan bermasalah. Kalau kamu, kan, Om Arga orang penting di Yayasan. Kamu kena hukum berkali-kali pun tidak akan ngaruh. Aku masih ingin sekolah, Lovi."
Lovita hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya. Kalau bisa memilih, Lovita lebih ingin hidup di keluarga biasa daripada hidup sebagai anak orang kaya, tetapi tidak bisa merasakan kehangatan sama sekali. Ia lebih suka dengan kehidupan Angel yang sederhana. Kedua orang tuanya pun begitu hangat dan perhatian pada Angel. Ada rasa iri ingin memiliki kedua orang tua seperti mereka.
Melihat Lovita bersama temannya, Bi Siti memilih pergi. Setelah memastikan Lovita minum obat, wanita baya itu merasa lega. Ia juga merasa senang kehadiran Angel membuat Lovita sedikit terhibur dari rasa sedih dan bosan.
"Lovi, dari kemarin aku telepon kok susah banget."
"Hapeku disita ama Mama."
Lovita mengayun kakinya. Ia sangat malu dan merasakan hal itu sangat menjengkelkan baginya. Rania menyita semua akses Lovita ke media social. Ponsel dan laptopnya diambil, Rania akan mengembalikannya setelah Lovita benar-benar menjadi anak yang baik dan penurut.
"Tadi Pak Desta nanyain keadaan kamu ke aku. Ya, aku bilang enggak tahu. Kamu aja enggak bisa dihubungi."
Mendengar nama Desta seolah tidak membuatnya semangat lagi. Ia sudah kecewa dan tidak begitu tertarik. Apa lagi Desta pernah mengingkari janji. Lelaki itu berjanji akan mengajari Lovita menghapal rumus aljabar dengan baik. Nyatanya, dia malah memilih pergi dengan Bu Livi. Sedangkan Lovita malah disuruh bersembunyi di bawah meja.
"Kamu kenapa? Biasanya juga semangat kalau dengar nama Pak Desta?"
Lovita tidak menjawab. Ia benar-benar kecewa dan enggan untuk menanggapi. Ia juga tidak tertarik untuk bertanya balik.
"Yakin kamu enggak mau denger Pak Desta ngomong apa lagi?"
Lovita menggeleng. Ia masih menutup rapat bibirnya. Gadis itu memilih beranjak dan memanggil Bi Siti untuk membawakan minuman dan makanan ke kamarnya. Ia sangat yakin jika Angel pastil apar sepulang sekolah.
"Dari tadi ngoceh lapar enggak, sih, kamu?"
"He-he-he aku enggak sabar pengen cerita sama kamu. Di media social juga lagi rame banget. Si Nana bearz bikin vlog nyindir kamu. Katanya Mrs Lovita queen tukang boong. Dia menantang kamu buat nunjukin Pak Desta yang selalu kamu sebut saat live."
"Biarin ajalah. Dia emang suka cari gara-gara. Followernya juga pada reseh. Aku juga tahu ada followernya yang masuk setiap aku live."
Lovita dengan santai menanggapinya. Biasanya gadis itu langsung kesal saat rivalnya itu mulai menyinggung namanya. Apa lagi jika selalu menjatuhkan namanya di live maupun postingannya. Lovita menganggap hal itu adalah sebuah perang.
"Eh, kok kamu biarin aja. Si Nana bearz udah kelewatan. Nih, aku lihatin videonya."
Angel langsung membuka ponselnya. Gadis itu membuka akun Instagram miliknya dan membuka postingan Nana bearz. Gadis berambut pirang itu menyebut Lovita pembohong besar soal Desta. Menurutnya Desta adalah khayalan Lovita semata. Bahkan gadis berlesung pipit itu juga mengatakan jika Lovita kena skors karena tingkah bandelnya di sekolah.
Lovita langsung menutup ponsel Angel. Melihat video itu hanya membuatnya tidak semangat. Bagi Lovita apa yang dikatakan Nana Bearz memang benar. Lovita hanyalah siswi bandel yang kena hukuman. Soal Desta, Lovita tidak mau membahasnya lagi. Ia pun tidak tertarik mau menyebut namanya lagi seperti dulu. Begitu antusias menjadikannya pacar agar tidak dikira anak kuper.
"Kamu serius gak mau bikin postingan balasan? Kamu disindir loh?"
"Ngapain, sih? Buang tenaga. Mending juga makan biar gendut."
Lovita masa bodoh. Ia langsung menyambar camilan yang baru saja dibawa Bi Siti masuk. Angel merasa aneh. Tidak masuk sekolah tiga hari membuat Lovita sangat berbeda dengan Lovita sebelumnya. Apa lagi menyangkut soal Desta. Lovita seperti tidak peduli lagi.
"Pak Desta gimana?"
"Ngapain nyebut namanya lagi, sih? Aku, kan, udah bilang, dia udah enggak penting."
"Lovi, kamu enggak kejedot tembok, kan? Tumben banget kalem menyangkut Pak Desta. Biasanya juga paling heboh. Apa karena Pak Desta enggak nongol di mimpimu lagi? Atau karena Pak Desta lagi dekat ama Bu Livi?"
Lovita langsung berbalik. Ia mendengar nama Desta dan Livi disebut secara bersamaan. Dugaannya selama ini pun terasa benar. Apa mungkin Desta menyukai guru seni budaya tersebut. Angel berusaha bersikap biasa. Namun, pikirannya langsung berkelana memikirkan perkataan Angel soal Desta dan Bu Livi yang digosipkan dekat.
"Bodo amat mau deket sama siapa. Lagian Mas Desta jahat banget sama aku! Pokonya jangan sebut nama dia lagi di depanku. Kalau perlu aku enggak akan masuk saat jam pelajarannya."
"Yakin? kamu aja barusan nyebut namanya. Jangan merengek menarik tanganku kalau nanti kamu minta bantuanku."
"Ogah! Aku udah males ama dia. Cowok super jahat!!!"
Lovita menekankan ucapannya. Ia benar-benar tidak ingin berurusan lagi dengan Desta. Ia juga malas jika harus bertemu dengan guru magang tersebut.
"Kali ini kamu ngomong kaya gitu, tapi aku jamin beberapa hari lagi kamu juga bakal balik kayak semula."
Angel sangat yakin dengan instingnya. Sahabatnya itu bukan tipe gadis yang mudah menyerah. Apa lagi gadis yang baru merasakan cinta itu masih terbawa perasaan soal masalah dan keluarganya.