Lovita berjalan sepanjang koridor melewati beberapa siswa yang tengah berjalan saat istirahat. Gadis ABG itu ingin menemui Desta. Ia ingin minta maaf atas sikap kasarnya. Ia juga tidak mengira jika lelaki itu memang tulus membantunya.
Angel berusaha memanggil Lovita dari belakang, tetapi gadis itu masih kekeh berjalan mencari keberadaan Desta di ruang guru. Tidak menemukan guru magang tersebut, Lovita langsung beralih ke perpustakaan. Ia sangat yakin jika Desta berada di sana.
Lovita melihat Desta baru saja keluar bersama beberapa siswi. Ia langsung bergegas ingin menyusul, tetapi langkahnya tiba-tiba saja berhenti saat Bu Rosma dan Pak Thomas berdiri di depannya. Pak Thomas membenarkan posisi kacamatanya dan terlihat dingin kepadanya. Sedangkan Bu Rosma melipat tangannya seolah sudah biasa dengan tingkah anak temannya itu.
"Kamu mau ke mana? Bukannya kamu harusnya masih di UKS?" Bu Rosma menegur Lovita.
"Saya mau ke perpus."
"Untuk apa? Sebentar lagi mamamu akan datang ke sini untuk menjemput. Jadi jangan buat perkara lagi."
"Mama?" Lovita tidak percaya jika apa yang terjadi dengannya sudah sampai ke telinga mamanya. Gadis itu merasa tidak suka dengan pihak sekolah yang selalu mengaitkannya pada kedua orang tuanya saat ada dalam masalah.
"Kenapa harus panggil Mama, sih, Bu. Aku enggak salah. Lagian ini semua karena Pak Thomas yang enggak mau bukain gerbang sekolah." Lovita membela diri. Ia menatap tajam lelaki yang terlihat bersikap dingin dengannya.
"Ikut saya ke ruangan."
"Bu … Lovita merengek. Kalau sampai ikut ke ruangan Bu Rosma. Lovita akan kehilangan kesempatan bertemu dengan Desta.
Bu Rosma langsung menarik Lovita ke ruangannya. Pak Thomas mengikuti mereka dari belakang. Lovita masih berusaha mencari keberadaan Desta kembali. Namun, ia tidak bisa melihatnya. Gadis itu hanya bisa pasrah ke mana Bu Rosma akan membawanya.
"Kamu duduk. Aku akan kembali menelepon Rania. Pak, nanti jelaskan saja apa yang sebenarnya terjadi biar Rania tidak salah paham."
Pak Thomas hanya mengangguk dan duduk di samping Bu Rosma. Lelaki itu masih menunjukkan sikap datar dan sama sekali tidak takut apa yang akan terjadi. Tidak hanya satu kali ia bermasalah dengan Lovita. Pak Thomas adalah satu-satunya guru yang membuat Lovita kepayahan. Gadis itu pun selalu tidak luput dari hukumannya saat melanggar.
"Permisi, Bu. Bisa saya masuk?"
Suara Desta membuat Lovita menoleh, senyumnya terlihat mengembang saat melihat Desta datang. Degup jantung Lovita makin berdebar saat Desta duduk di sampingnya. Ia merasa Desta memang berjodoh dengannya. Ia tidak perlu mencari keberadaan Desta. Guru magang itu datang dengan sendirinya dan muncul tiba=tiba.
"Eh, Mas Desta ada di sini?"
"Ehem…ehem."
Bu Rosma langsung berdehem saat Lovita menyapa Desta. Guru BK itu tahu bagaimana gelagat Lovita saat melihat Desta datang.
"Pak! Iya Pak Desta ada di sini juga?" Lovita langsung meralat panggilannya.
"Pak Desta di sini hanya akan menjadi saksi apa yang terjadi tadi pagi."
Bu Rosma langsung menjelaskan. Lovita langsung memberengut kesal karena Bu Rosma terlalu ikut campur urusannya. Harusnya Desta yang menjawab pertanyaannya, bukan Bu Rosma.
"Maaf, Bu. Sebenarnya saya tidak perlu ada di sini." Desta terdengar merasa tidak enak. Apa lagi wajah Pak Thomas sudah tidak beraturan melihatnya.
"Kamu tetap di sini. Jelaskan pada mamanya betapa ngeyelnya anak perempuannya saat di sekolah!"
Pak Thomas terdengar tegas. Lelaki itu terdengar berada di ujung kesabaran. Ia harus terlibat masalah berulang kali dengan anak didiknya. Apa lagi tidak satu kali Lovita selalu melawan perintahnya.
"Pak! Saya tidak ngeyel! Saya hanya menunjukkan fakta. Bapak aja yang semena-mena kepada saya."
Lovita tidak terima. Ia terus membela diri. Wajahnya yang masih terlihat pucat sama sekali tidak membuat gadis itu gentar dan takut berada di ruangan bersama Bu Rosma.
"Lovita!!!"
Suara seorang wanita datang membentak Lovita. Mereka langsung menoleh meihat Rania bersama sang suami berdiri di ambang pintu. Lovita langsung tersenyum kecut saat melihat kedua orang tuanya mendengarnya membantah omongan Pak Thomas.
Desta dan lainnya langsung terdiam saat melihat Rania dan Arga datang. Bu Rosma langsung menyambut kedatangan teman lamanya. Arga langsung duduk melihat anak gadisnya yang masih diam. Pandangannya terlihat tajam meihat keadaan Lovita yang pucat.
"Apa seperti ini keseharianmu di sekolah? Belum puas membuat kami malu setiap kali datang ke sekolah?" Arga mulai berbicara. Melihat sendiri sikap Lovita yang tidak sopan membuatnya yakin jika memang puterinya yang bermasalah.
"Pa, kenapa Papa tidak tanya dulu apa masalahnya?"
Lovita kecewa dengan perkataan Arga. Ia merasa malu karena Arga menghakiminya di depan Desta. Ia malu dengan apa yang terjadi. Sedangkan Pak Thomas terdengar mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Lelaki itu menyudutkan Lovita dan ia menghukum Lovita dengan dalih agar Lovita bisa lebih disiplin saat berangkat sekolah.
"Benar begitu bukan, Pak Desta?"
Pak Thomas langsung meminta pembenaran. Ia merasa tidak salah dan Lovita memang sudah menyalahi aturan sekolah dengan datang berangkat.
Desta masih terdiam. Ia bingung harus menjawab bagaimana. Sebenarnya Lovita memang masih mempunyai kesempatan tiga menit sebelum benar-benar terlambat. Pasalnya sebelum kedatangan Lovita ada satu siswa yang lolos dari hukuman Pak Thomas.
"Mas Desta, jelaskan sama Papa apa yang terjadi sebenarnya."
"Katakan saja Pak Desta, tidak usah takut. Kita berada di pihak yang benar. Membuat anak disiplin adalah tanggung jawab kita."
Pak Thomas memicingkan mata. Ia tahu Desta berada dalam kebingungan. Lovita pun berharap Desta membelanya. Percuma lelaki itu khawatir padanya jika sama sekali tidak membantunya.
"Lovita memang datang kurang dari tiga menit menurut jamnya, tetapi jam di sekolah menunjukkan jika Lovita sudah datang terlambat."
Penjelasan Desta hanya membuat Lovita tersenyum kecut. Ia kecewa berulang kali karena Desta sama sekali tidak membantunya. Lelaki itu malah membantu Pak Thomas yang jelas-jelas sudah semena-mena kepadanya.
"Anda dengar sendiri? Saya menghukum Lovita bukan tanpa alasan."
Rania langsung mendekati Lovita. Wanita itu merasa sangat malu karena anak gadisnya selalu membuat ulah. Terlebih mereka kenal betul siapa guru Bk Lovita. Mereka juga memiliki pengaruh besar di lingkungan Yayasan.
"Lovita! Sampai kapan kamu selalu membuat malu kami?"
Bu Rosma mendekati Rania. Berharap sang teman lama bisa sabar menghadapi Lovita. Ia juga tidak ingin Lovita merasa tertekan dengan sikap kedua orang tuanya.
"Hentikan buat konten sampah! Apa yang bisa kamu banggakan membuat konten tidak berguna itu? Kamu hanya menjadi anak pembangkang!"
Arga tampak emosi meluapkan semua kemarahan. Lelaki itu baru saja membatalkan meetingnya dan mendapat kabar yang tidak menyenangkan dari istrinya. Mereka langsung pergi ke sekolah untuk memastikan apa yang terjadi.
Suasana di ruang BK terasa begitu tegang. Desta sama sekali tidak berani berbicara apa pun. Rania dan Arga terus saja menyalahkan Lovita dan membuat gadis remaja itu sangat malu. Rania menarik Lovita beranjak dan langsung mengajak anak gadisnya pulang. Ia meminta waktu pada Bu Rosma agar mengizinkan Lovita beristirahat di rumah sampai sembuh.
Lovita hanya bisa diam tidak melakukan pembelaan. Ia merasa kalah dan kecewa. Ia terus saja melihat Desta yang menunduk. Awalnya ia merasa senang karena Desta begitu perhatian, tetapi semua itu terpatahkan saat Desta lebih membela pak Thomas dari pada dirinya.
"Terima kasih sudah membela Pak Thomas. Semoga Mas Desta selalu ingat kejadian ini."