Siang terik musim panas melepuhkan aspal dan bebatuan kota Trinketshore. Di bayang-bayang gang sempit kota, seorang manusia yang tidak jelas bentuknya diselimuti oleh jubah hitam yang malah menyerap hawa panas. Dirinya setengah telanjang tanpa jubah tersebut. Pakaiannya compang-camping seperti digerogoti segerombolan serigala.
Caleb Dune mencoba mencari kenyamanan di balik tempat teduh itu. Mukanya merah panas dan berkujur keringat. Matanya melotot jelalatan, dan tangannya mengikis kulit leher. Caleb yang sakau meluluhlantakkan kontainer sampah dan berbisik-bisik tak jelas.
"Meth, meth … di mana kau?"
Terkadang suaranya pun sedikit lebih keras.
"Aku—butuh—benda—itu! Penyihir, aku tau kau mendengarku! Keluarlah dari lubang persembunyianmu!"
Sosok penyihir berkepala elk keluar dari bayangan kontainer sampah, mengabulkan permintaannya. "Siap melayani, Tuan."
Padahal pria terpuruk itu yang meminta, tapi ujung-ujungnya sang pecandu tetap tersentak juga! Ia langsung menoleh ke belakang—ke arah suara—melihat sosok berjubah hitam, berkepala binatang dengan tanduk bercabang dan leher menjulang. Perawakan tersebut tidak akan pernah membuat orang terbiasa melihatnya.
"Kau! Syukurlah." Mulut Caleb berbuih. "Aku membutuhkan meth itu lagi! Sekelompok remaja menguras habis semua kekuatanku! Aku ingin balas dendam! AKU INGIN MELELEHKAN ANAK-ANAK JAHANAM ITU!"
"Menguras habis kekuatanmu?" Sang penyihir melihat tubuhnya yang kurus kerempeng memerah akibat digaruk. Sihir hitam di tubuhnya memang hampir tak bisa dirasakan. "Sihir itu terlalu kuat untuk dikuras habis seperti itu. Siapa yang melakukannya, dan jenis sihir apa yang dia gunakan?"
"Seorang perempuan, dia memakai semacam bola sihir, sihirnya berwarna biru benderang— AH SUDAHLAH! Persetan dengan detailnya. Berikan saja batu ungu itu!"
Sang penyihir memang tidak memerlukan detail darinya. Sepertinya dirinya sudah tau apa yang Caleb maksud. Walaupun wajah aslinya tidak terungkap di balik leher elk, Caleb dapat merasakan si penyihir sedang dalam histeria hebat.
"Begitu, rupanya. Aku mengerti." Sang elk mengeluarkan suara tawa setengah ikhlas di balik topengnya. "Tidak kuduga aku 'seberuntung' ini. Ini hampir mustahil, tapi sudah diprediksikan. Kami semakin dekat menuju Rancangan Besar. Aku harus memberitahukan yang lain."
Caleb hanya melongo terhadap gumaman sang rusa. "Apa yang kau bicarakan?"
"Tidak ada, ini bukan andilmu. Tapi ini, terimalah hadiah dariku untukmu." Si penyihir memberikan sebongkah partikel Protos berukuran tiga kali lipat besar dari sampel kemarin malam. "Ini gratis. Bersenang-senanglah dengan ini."
Mata Caleb berbinar, tapi juga bingung tak percaya. Si pecandu kemudian merampas batu tersebut dari tangan sang penyihir, membalikkan badannya, dan berjalan cepat tanpa sekalipun mengucapkan sepatah kata.
"Saranku padamu. Jangan menghisap semua kekuatannya sekaligus."
"Terserah kau saja, pecundang! Caleb bergelak dan meninggalkan penyihir.
Di kolong jembatan, dia sudah mengumpulkan perkakas yang dibutuhkan untuk mengeksekusi 'makan siangnya" itu. Dia menyimpan semua asapnya kedalam toples kaca besar untuk menahannya.
Kehilangan kesabaran, si pecandu menghirup habis sebongkah batu yang menyublim menjadi gas sihir. Setiap esensinya tidak ada yang luput dari hisapan hidungnya. Tubuhnya kembali pulih dan menghitam seperti sedia kala. Dia merasakan energi sihir skala masif mengalir ke tubuhnya. Dia kembali berkuasa dan siap menaklukan dunia!
Tiba-tiba badannya menjadi tidak nyaman. Tubuhnya semakin panas, semakin panas dia merasakan organ pencernaannya meleleh. Caleb menjerit melengking, suaranya yang berlapis berdengung di sekitar sungai. Kulit hitamnya ikut melepuh dan mencair seperti lumpur panas. Matanya muncrat. Bau busuk hebat menyebar ke pelosok jembatan. Ikan-ikan di sungai mengapung mati akibat aroma busuk yang menusuk meracuni para mahluk malang itu. Caleb meninggal dengan cara yang sama dirinya membunuh nenek tua malam itu.
Caleb overdosis partikel Protos.