Hawa musim panas berhasil membuat Alicia yang terbaring lemah membuka matanya secara perlahan, hanya untuk disambut dengan sengatan sinar mentari yang menembus dari kaca jendela. Dia menghalangi sinar tersebut agar tak langsung menyerang matanya yang memang sudah mengalami gangguan.
Si putri tidur akhirnya terbangun. Alicia kemudian membalikkan badannya dan menarik kedua kaki tangannya sebagai peregangan sederhana. Alicia mendesah dalam bungkaman bantalnya. Ia terdiam sebentar lalu mencoba mencari tahu ada di mana dirinya berada saat ini. Dia kembali membalikkan badannya, secara refleks mengambil kacamata di meja sebelah tempat tidur, dan mengamati sekitar. Alicia melihat sebuah ruangan yang sangat familiar, kamar tidurnya sendiri. Napas lega keluar dari mulutnya, sebelum ia kembali mengingat sesuatu yang janggal akan keadaanya sekarang. Terakhir kali dia memegang kesadaran adalah saat dirinya berada di pemakaman di hadapan kedua sahabatnya, dengan badan terluka dan pakaian koyak. Ia melihat bahwa ia telah mengenakan piama yang sama sebelum berangkat dengan kedua sahabatnya. Lukar di sekuju tubuh dan kepala ditutup dengan plester medis. Lepuh parah di tangan kanan pun sudah terbalut perban. Seketika Raut wajahnya menjadi malu dan mukanya memerah.
Siapa yang membawanya ke rumah, menggantikan pakaiannya dan membersihkan badannya? Saat Alicia sedang berpikir keras, terdengar alunan suara merdu yang menyambut dirinya. Alicia mulai tersadar saat mendengar suara itu dan melakukan pemindaian kamarnya sekali lagi, sampai akhirnya dia mendapati bahwa sumber suara tersebut datang dari meja di sebelah tepat dia biasa meletakkan kacamatanya. Bola itu masih utuh bersamanya di kamar.
"Oh, selamat pagi, Bola," sambut Alicia dengan suara yang masih lemah karena lelah.
Bola tersebut membalasnya dengan alunan yang sedikit menekan.
"Siang menjelang sore?" Dilihatnya jam di dinding kamarnya, menunjukkan pukul setengah tiga siang. Alicia hampir tidak pernah bangun ๐ด๐ฆ๐ญ๐ข๐ณ๐ถ๐ต itu. Ia kemudian mencoba untuk beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil bola sihir itu. Bola tersebut masih mengeluarkan remangan energi plasma menari-nari di dalamnya yang didominasi matahari siang. Alicia mencoba berjalan dan meraih pintu. Penglihatannya masih sedikit kabur dan jalannya sempoyongan, namun dirinya tetap bersikeras untuk menuju ruangan lain.
Alicia akhirnya berhasil menemukan tangga dan turun kebawah. Dia melihat di ruangan keluarga, temannya, Nadine, sedang duduk di sofa sambil menonton sebuah film aksi di sebuah layar teater rumahan berukuran besar. Nadine juga mendengar suara langkah kaki dan menoleh untuk menemukan matanya dan mata Alicia saling bertatapan.
"Demi Ilahi, disitu kau rupanya! Bagaimana kabarmu, Tukang Tidur?" ucap Nadine yang langsung berdiri saat melihat Alicia masih setengah terpejam, dan rambut bergelombang sepanjang bahunya sedikit berantakan.
Alicia melihat Nadine dengan senyum. "Halo, Nadine. Masih sedikit lelah, tapi selebihnya aku baik-baik saja. Apa yang sedang kamu tonton?"
"Oh ini?" Nadine menunjuk layar televisinya. "Hanya film aksi yang aku temukan dari koleksi papamu. Kuharap kau tidak keberatan."
"Keberatan? Oh tidak-tidak. Tidak sama sekali. Jangan sungkan-sungkan." Alicia tertawa kecil.
"Oh, ngomong-ngomong, apa kau lapar? Aku akan membuatkan sarapan untukmu."
"Apa? Nadine, tidak perlu merepotkan diri sendiri!" jawab Alicia dengan suaranya yang masih lemah.
"Oh, jangan konyol, Alicia. Kau hampir tidak ada tenaga untuk berbicara. Semua kejadian kemarin malam membuat energi kita semua terkuras, dan mungkin kekuatanmu yang paling terkuras. Biarkan aku membuatkan set sarapan Caledonia klasik untukmu seperti yang telah aku buat untuk diriku dan Gilmore."
"Kalau begitu โฆ, apakah kau bisa membuatkan porsi ganda? Maaf merepotkanmu," tutur Alicia dengan senyum tersipu. Nadine memandang Alicia dengan senyum lirih.
"Tentu saja tidak masalah. Sekarang duduklah di kursi, Sayang. Makanan akan segera siap."
Alicia duduk di meja makan dan menyimpan bola tersebut di atas meja. Nadine mempersiapkan semua bahan dari kulkas dan mulai menyalakan ketiga kompornya. Tidak butuh lama, dia mulai memanaskan kacang merah kaleng di kompor pertama, Di kompor kedua Nadine memanggang sosis, sosis lone dan puding hitam, masing-masing dua porsi secara bergantian, dan kompor ketiga dia gunakan untuk memangang tomat dan menumis jamur. Sembari memasak Nadine membuka percakapan dengan Alicia di dapur.
"Sepertinya kamu sudah akrab sekali dengan bola itu sampai kamu bawa kemana-mana," kata Nadine.
Alicia sedikit tertawa lepas, menjawab, "Well, dia menyambutku saat aku bangun, dan ketika aku sadar aku sudah berada di kamarku, aku membawa bola untuk memastikan keadaan rumah."
"Betapa bijaksana kamu."
"Ngomong-ngomong, dimana Gilmore?"
"Oh, Gilmore sedang pergi ke rumahnya untuk mengambil pakaiannya dan dia juga akan ke rumahku untuk mengambil pakaianku juga," jawab Nadine "Kami mungkin akan menginap disini beberapa hari, setidaknya sampai keluargamu datang. Dan tidak, aku tidak menerima jawaban 'tidak'. Kita belum tau tabiat bola itu sebenarnya jadi kami tidak bisa meninggalkan dirimu sendirian begitu saja."
Bola mendengar perkataan Nadine, merespon dengan alunan suara.
"Katanya Bola adalah bola yang ramah. Dia telah menjadi temanku dan dia akan melindungiku. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku," kata Alicia, mencoba menerjemahkan maksud dari alunan suara si Bola.
"Oh tidak, tidak, Bola. Semua orang bisa mengatakan itu. Tapi aku telah berteman dengan Alicia sejak kecil, aku tidak mungkin bisa dengan mudahnya digantikan oleh sebuah bola aneh sepertimu," balas Nadine dengan memasang muka cemberut sambil memancangkan jarinya ke bola tersebut.
Alicia tertawa mendengar respon Nadine. "Tenanglah, Bola dan Nadine. Aku yakin kalian bisa saling berteman dan bekerja sama. Dan Nadine, seperti biasa anggap saja rumah sendiri."
Nadine meniriskan kacang merah, tomat dan jamur yang telah matang, lalu melanjutkan menggoreng telur, sedangkan kompor yang satunya lagi digunakan untuk menggoreng dendeng dan memanaskan ๐ด๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฆ.
"Uhh, Nadine? Aku ingin bertanya kepadamu. Apa yang terjadi kepadaku sesaat setelah kejadian di pemakaman itu?"
"Kamu langsung pingsan, Alicia." Jawab Nadine. "Setelah itu Gilmore menggotongmu kembali ke rumah. Bolamu itu sangat cerewet saat dibawa. Kelihatannya dia hanya ingin tanganmu yang menyentuhnya. Aku dan Gilmore kesulitan menyentuh bola tersebut karena dia selalu menyetrum kami. Jadi Gilmore melepaskan jubahmu dan menutup bola tersebut dengan kain tersebut sebagai isolator. Lalu, Aku yang membawanya ke rumahmu."
"Begitu." Alicia terdiam sesaat. Lalu dirinya kembali bertanya dengan penuh penasaran. "L-lalu! S-siapa yang mengganti bajuku dan membersihkan badanku saat itu?"
"Siapa lagi? Tentu saja Gilmore!" Nadine menjawab dengan sedikit menggoda. "Dia sangat mengkhawatirkanmu saat kau tertabrak oleh bola itu dan tertimbun oleh reruntuhan, Alicia. Dan kami tidak mungkin menggeletakanmu begitu saja di tempat tidur dengan pakaian yang penuh tanah dan kotoran. Jadi saat sampai di rumah dia langsung melepaskan pakaianmu dan memandikanmu di bak mandi. Dia juga yang memakaikan piama dan mengobati luka-luka mu. Ternyata dia cukup lembut saat merawatmu dan aku sendiri terkejut kau sama sekali tidak sadar saat dia menyikat badanmu!"
Alicia yang sedang minum hampir menyemburkan minumannya saat Nadine berkata demikian. Matanya terbuka lebar, badannya mulai bergetar, dan mukanya memerah seperti udang rebus. "HAH!? G-G-Gil-Gilmore? Kau bercanda! Kau bercanda! Aku tahu kau bercanda!"
Bola yang tergeletak di meja memberikan sinyal bagi Alicia.
"NADINE TIDAK BERBOHONG? Bola kau tidak mungkin bercanda seperti itu! Tidak! Tidak mungkin! Gil-Gilmore โฆ menatap tubuhku ...."
"Lihat, bahkan bola ajaibmu saksi matanya." Nadine menoleh ke arah Alicia sambil menyengir dan lalu memandang bola sekilas secara kagum sebelum berfokus kembali ke masakannya. Nadine tidak menyangka bola ajaib tersebut cukup pintar untuk ikut menjahili Alicia.
"T-tidakโฆ," Alicia menjadi lemas dan membayangkan harinya yang hancur dengan tatapan kosong. Gilmore berhasil melihat tubuhnya saat telanjang. Dan lebih parahnya lagi Gilmore yang memandikannya. Alicia tidak dapat membayangkan saat Gilmore mencoba menyentuh tubuh Alicia dan meraba-rabanya untuk membersihkan dirinya, lebih parahnya lagi dirinya masih pingsan saat itu. Apa reaksi Gilmore saat dia melihat tubuhnya? Apakah dirinya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan saat Alicia tidak sadarkan diri di bak mandi? Semakin dia membayangkan hal tersebut, semakin nyawanya tertarik untuk keluar dari tubuhnya.
Nadine menoleh Alicia yang masih syok lalu tertawa terbahak-bahak.
"Hei! Aku bercanda! Astaga Alicia, kamu sangat polos sekali. Tidak mungkin aku membiarkan laki-laki itu memandikanmu begitu saja!" Nadine berkata demikian dengan tawa lepasnya masih terselip di dalamnya. Alicia masih mencoba memahami perkataan Nadine dengan alis yang mengernyit dan mulut menganga.
"J-jadi โฆ Gilmore tidak benar-benar melihatku tanpa busana?"
"Entahlah. Mungkin tidak?"
"Nadine!"
"Baik, baik, Alicia, tenanglah." Nadine kembali tertawa. "Aku yang mengurusmu saat sampai di rumah. Gilmore berjaga sementara untuk memastikan tidak ada orang yang mengikuti kita."
"Tapi! Bola โฆ?"
"Sepertinya teman barumu tahu kalau kau sangat menggemaskan saat dijahili."
Alicia melihat Bola tak percaya. Bola tersebut hanya mengeluarkan alunan suara tertawa seperti saat mereka bertemu. Alicia menutup muka dengan tangannya sambil perlahan menurunkan tangannya ke bawah mukanya.
"Kalian benar-benar membuatku harus membayangkan hal tersebut, hah?"
"Lah, kamu dan Gilmore kan sudah biasa berbagi lelucon dan konten vulgar?" Nadine kembali menggodanya, Alicia sampai tidak tahu harus menaruh mukanya dimana. "Untuk anak yang baru masuk usia akil balig, kau cukup mesum."
Alicia memalingkan mukanya yang sama sekali masih merah. "Uh, baiklah Nadine. Aku pikir saatnya kita bicarakan hal yang lain."
Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan terdengar suara yang berat. Alicia sedikit terkejut saat mendengar suara yang sangat familiar tersebut, seperti sebuah kebetulan. Gilmore baru saja kembali.
"Aku pulang! Eh, tidak pulang, maksudku, Aku kembali ke rumah Alicia! Nadine di mana kau?" Gilmore berteriak dari pintu depan sambil melangkah masuk.
"Di dapur! Hei, cepatlah kemari, lihat siapa yang sudah bangun!" Balas Nadine dari dapur. Tidak butuh lama Gilmore memasuki ruangan dapur dan melihat Alicia duduk di sebelah kiri meja makan dengan muka yang tersipu. Mata Gilmore langsung berbinar melihat Alicia yang kelihatannya baik-baik saja.
"Alicia? ALICIA!" Seru Gilmore dengan senyuman yang lebar, tangannya terbuka lebar dan hampir memeluknya, namun kali ini Gilmore cukup bijaksana untuk tidak langsung mendekap badannya dengan kuat seperti sebelumnya mengingat Alicia masih harus memulihkan tubuhnya.
"Hah? G-Gilmore! H-hai! Ah โฆ Uh โฆ kau k-kembali!" terbata-terbata respon sang gadis yang masih tersipu malu. Sepertinya dia menjadi gugup melihat Gilmore setelah mendengar lelucon Nadine yang membuat imajinasinya liar tak terkendali.
"Hmmm? Kenapa kau gugup sekali Alicia? Kau seperti melihat orang mesuโ"
"Ah t-tidak, tidak, tidak, Gilmore! Aku โฆ. Aku baik-baik saja. H-hanya lelah, kamu tau. Saking lelahnya aku mudah kaget saat kau berteriak begitu!" jawab Alicia, lalu pura-pura tertawa. Dan Gilmore, seperti biasa, mudah percaya dengan pernyataan dusta itu.
"Oh benarkah? Maafkan aku, Alicia. Aku akan berbicara lebih pelan. Yang penting kau baik-baik saja, hidupku sudah baik!" Gilmore menepuk pundak Alicia dan tertawa lepas. Alicia juga merespon dengan tertawa yang dibuat-buat, dan Nadine turut bergelak kecil akan tingkah aneh mereka sembari menyelesaikan masakannya. Nadine sudah selesai menata makannya dan berbalik untuk menghidangkan makanannya. Scone, sosis, sosis lone, puding hitam, kacang merah, tomat, jamur, dan telur mata sapi. Disajikan panas. Perpaduan tiada duanya.
"Makanan sudah siap. Selamat menikmati, Nona!" Nadine mengantarkan makanan ke Alicia bak pelayan istana yang melayani ratunya. Alicia melihat hidangan lezat itu, mulutnya mungkin hanya menunjukkan senyuman sekilas, tapi matanya yang bersinar menunjukkan kegirangannya melihat penampilan makanan yang sangat menggugah selera. Alicia tidak membuang waktunya. Dirinya langsung mengambil garpu dan pisau dan mulai menusuk dan mengiris sosis tersebut dan mengantarkannya masuk ke dalam mulutnya. Setelah mencicipi sosis tersebut, Alicia langsung melahap semua makanan tersebut secepat ๐๐ช๐ญ๐ข๐ต ๐๐ฆ๐ฏ๐ซ๐ข๐จ๐ข ๐๐ฆ๐ต๐ช๐ณ, seperti orang yang tidak pernah makan berhari-hari saja. Nadine dan Gilmore yang sudah duduk di meja makan tercengang melihat gadis mungil itu. Mereka tidak pernah melihatnya makan begitu lahap seumur hidup mereka. Tidak di restoran Howlett's, di restoran berkelas, di mana pun. Tapi mereka membiarkan Alicia menikmati waktu makannya. Alicia yang tidak peduli tetap menghantam sajian hidangan tersebut sampai di titik dia tidak lagi memperhatikan etiket makan. Dia sudah melupakan pisau di piringnya dan menggantinya dengan tangan kanannya memegang scone tangan girinya memegang garpu yang sudah ditusuki dengan puding hitam.
Tidak membutuhkan waktu lama Alicia menghabiskan semua makanannya. Dua porsi set sarapan Caledonia, tidak tersisa. Ini merupakan rekor terbaru bagi Alicia. Sepertinya yang dikatakan Nadine, kejadian tadi malam benar-benar menguras tenaganya secara drastis sampai pingsan. Setelah memakan semua makanan tersebut, Alicia yang awalnya kelihatan lemas terlihat lebih baik. Wajahnya kembali cerah seperti yang selalu dipuja oleh setiap mata asing yang memandangnya. []