"Kamu benar-benar chef yang hebat, Nadine. Terima kasih banyak!" kata Alicia yang akhrinya kembali menampilkan senyuman lebarnya yang disukai semua orang. Nadine hanya melambaikan tangannya mengisyaratkan bahwa hal tersebut bukanlah masalah. Mereka bertiga sudah duduk di meja makan. Gilmore memberanikan diri untuk berbicara dengan Alicia sambil memikirkan padanan kata yang tepat.
"Aku senang kau baik-baik saja, tapi jujur saja kami masih bingung." Gilmore menunjuk bola aneh yang dipegang Alicia. "Bagaimana bisa kau ...?"
"Ceritanya mungkin cukup aneh, tapi bola ini seperti tertarik denganku saat melihat kita melakukan observasi di sekitar pemakaman. Dia bilang dia 'salah tingkah' ... mungkin? Dan langsung memilihku dengan cara yang sangat tidak terduga sama sekali," Alicia mencoba menjelaskan dengan kata-kata yang mudah dimengerti. Gilmore langsung mengkonfrontasi Alicia karena tidak percaya. Instingnya mengatakan bola tersebut adalah ancaman.
"Dan kau percaya bola ini bukan ancaman?" Gilmore menyatakan keraguannya "Dia hampir membunuhmu, Alicia! Dan kau, Bola, kalau macam-macam dengan Alicia, aku bersumpah aku akan ...." Gilmore memamerkan kepalan tangannya, Alicia dengan refleks mendekap bola tersebut seolah benda itu hewan peliharaannya--atau jangan-jangan bayinya sendiri.
"Gilmore, sudahlah!" Alicia yang nanar memohon pelan kepada Gilmore. "Bola itu sudah mengaku dan menyatakannya penyesalannya. Tidak perlu memperumit keadaan."
"Bagaimana kau bisa tahu, Alicia? Bahwa benda ini tidak akan menaruhmu ke dalam bahaya lagi?"
"Saat aku di reruntuhan," Jawab Alicia. "Aku dan bola ini ... menyatukan pikiran satu sama lain, sehingga kami saling terhubung." Alicia seolah mengekspresikan pikirannya buyar. "Aku mengerti isi pikiran bola, dan sebaliknya. Sepertinya bola ini muncul dan memilihku untuk suatu tujuan. Aku hanya belum tahu apa itu. Tapi yang pasti, bola ini tidak akan bermaksud untuk menyakiti diriku, atau kalian."
Semakin bingung Gilmore akan pernyataan sang gadis. Terutama saat Alicia mengatakan bahwa dirinya dan bola mempunyai keterikatan yang lebih intim dari sejoli insan di belahan dunia manapun--sampai mengatahui isi dan pikiran masing-masing. Padahal mereka belum genap satu hari bertemu. Gilmore lalu berujar, "Entahlah Alicia, aku pikir ini adalah ide yang buruk untuk menyimpan barang yang berbahaya di dalam rumah seseorang. Tidakkah seharusnya kita melapor pelindung sipil atau otoritas sihir, atau--"
"Itu tidak mungkin, Gilmore!" Alicia menolak dengan tegas sambil berdiri. "Kau sendiri yang mengajakku ke sana untuk mendapatkan sesuatu mengenai sihir alih-alih melapor ke pihak berwajib! Dan lihat!" Alicia yang menunjukkan bola tersebut ke kedua sahabatnya. "Kita menemukan sesuatu yang besar! Kita bisa saja mempelajari bola sihir ini dan belajar banyak darinya." Alicia menarik napas sebentar lalu melanjutkan, "M-mengapa kita harus mengorbankan waktu dan nyawa kita untuk mendapatkan bola ini, hanya untuk diserahkan begitu saja?"
"A-aku tahu kami salah, harusnya kami tidak nekat seperti itu. Seharusnya kami langsung melapor pelindung sipil saja sejak awal kami melihat cahaya itu."
"Tidak, Gilmore. Kau tidak salah. Mungkin itulah yang seharusnya terjadi. A-aku ...," Alicia melepaskan bola tersebut dari genggaman kedua tangannya. Bola tersebut kemudian mulai bersinar lebih terang dari sebelumnya, melayang di depan Alicia. Mata Alicia mulai berkaca-kaca melihat kilatan cahaya halus dengan gradien biru menuju merah muda, lalu melanjutkan perkataannya. "Aku akhirnya tahu jalan hidupku selanjutnya. Aku tidak merasa kosong lagi. Dengan ini, aku akhirnya bisa mewujudkan mimpiku sebagai seorang penyihir. Maka dari itu Gilmore dan Nadine." Alicia menatap Gilmore dan Nadine secara bergantian. "Aku mohon ..., sangat sangat memohon pada kalian, jangan beritahukan siapapun ke pelindung sipil, ke otoritas penyihir, siapapun! Setidaknya sampai waktunya tepat."
"Bagaimana dengan keluargamu, Alicia?" tanya Nadine. "Kamu tahu cepat atau lambat mereka akan menemukannya, bukan?"
"Urusan keluarga biarlah menjadi urusanku! Aku hanya meminta kalian untuk tidak memberitahukannya ke orang lain!" sahutnya yakin.
Gilmore dan Nadine menatap satu sama lain. Kapan waktu yang tepat itu datang? Sepertinya waktu tersebut tidak akan datang dalam waktu dekat menurut mereka. Dengan semua perasaan khawatirnya terhadap Alicia dan kehadiran bola baru tersebut, Bagaimanapun juga semua ini terjadi karena ulah mereka juga telah mengajak Alicia untuk memeriksa kejadian aneh itu. Dan untuk bola itu, bola itu mungkin telah membuat ketiganya takut bukan kepalang, tapi mereka juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa, bola tersebutlah yang menyelamatkan Alicia dari puing-puing yang juga hasil kekacauan sang bola sendiri. Setidaknya Alicia berhak untuk memiliki dan mempelajari bola tersebut, dan sang bola mungkin bisa diberikan kesempatan untuk bersama-sama dengan teman baiknya. Setelah merenungkan persoalan ini, maka Nadine mulai menyatakan keputusannya.
"Bola ini mencegah Alicia terbunuh. Bola ini membuat seolah kejadian di kuburan kemarin tidak pernah ada. Dan yang terakhir, bola dan Alicia saling mengerti satu sama lain. Aku pikir tidak ada salahnya untuk menyimpan rahasia kecil kita ini untuk kita bertiga saja, untuk sementara," tutur Nadine.
Alicia mulai menunjukkan senyumannya kepada Nadine yang memang sangat pengertian kepadanya. Alicia pun kemudian memandang Gilmore dengan penuh harap. Gilmore yang mencoba memasang muka datar namun tidak tahan dengan wajah memelas Alicia, akhirnya mengalah juga. Desahan pasrah keluar dari mulutnya.
"Baiklah, baiklah. Kalau Nadine setuju, itu sudah dua banding satu. Aku tidak mungkin menolak. Tapi Alicia, aku harap kau jangan sampai memamerkan kemampuanmu ke khalayak banyak. Setidaknya sampai kau betul-betul mengenali bola ini," ujar Gilmore. Alicia yang mendengar persetujuan Gilmore mengungkapkan rasa bersyukurnya dengan berlari dan memeluk Gilmore.
"Hei, tunggu! Tunggu! Kau memelukku sambil membawa bola itu?" Gilmore setengah terkejut, khawatir kalau bola tersebut akan menyetrumnya.
"Bola juga ingin menyatakan rasa terima kasih kepadamu Gilmore. Jangan kamu tolak," kata Alicia. Bola tersebut menyentuh tubuh Gilmore, anehnya Gilmore tidak merasakan sensasi setruman seperti sebelumnya. Malahan, Bola tersebut terasa hangat seperti pelukan manusia, dan memberikan sensasi positif ke seluruh tubuhnya. Gilmore yang merasa nyaman memeluk balik Alicia.
"Hei, Apa aku juga akan mendapatkan pelukan?" tanya Nadine dengan nada gurau.
"Hmph! Dasar manja!" Alicia yang bercanda dan tertawa kecil lanjut memeluk Nadine. Sejak saat itu, adanya sang bola ajaib sudah resmi membentuk persahabatan empat serangkai.
"Ngomong-ngomong, karena sekarang kau sudah resmi menjadi 'penyihir', bagaimana caranya kau ... kau tahu, merapal mantra, mengeluarkan kekuatan dan hal penyihir lainnya?" tanya Gilmore. Alicia yang tersenyum beranjak dari kursinya.
"Aku baru tahu sedikit sih, tapi ikut aku," ajak Alicia kepada kedua sahabatnya untuk pergi ke luar serambi, dimana biasanya keluarga mereka menghabiskan waktu senjanya untuk minum teh. Mereka keluar dari teras berlapis kaca itu, menghadap hamparan luas hanya untuk mereka berempat. Kini saatnya Alicia memberikan sedikit demonstrasi.
"Well, seperti yang aku katakan sebelumnya, aku dan bola saling terhubung. Jika aku ingin mengakes kekuatan dari bola, aku harus bisa mengalirkan kekuatan bola ke seluruh tubuhku, kemudian kembali ke bola, lalu mengalir lagi ke tubuhku dan seterusnya, menciptakan sistem aliran energi hidup yang baru." Alicia mengangkat bola ajaib itu dengan satu tangannya, dan menutup matanya. "Agar itu terjadi, aku dan bola harus menjadi 'satu'. Keinginanku harus sinkron dengan keinginan bola. Untuk mencapai sinkron aku harus mengerahkan fokusku kepada Bola. Dengan cara ini aku bisa menguasai kekuatan bola secara sepenuhnya."
Bola yang diangkat tersebut mulai bersinar terang, dan mengeluarkan energi plasma yang menari-nari. Tubuh Alicia pun juga perlahan bersinar biru kemerahan, dan di sekitarnya mulai bermunculan titik cahaya menyerupai bintang dari tanah dan naik ke atas. Alicia membuka matanya dan mengarahkan tangan yang satunya lagi ke arah buah apel yang sedang dimakan oleh Gilmore, aliran plasma tadi melesat dan mengerumuni apel tersebut sehingga mereka juga dipenuhi cahaya. Alicia kemudian menarik tangannya, dan apel tersebut lenyap dari tangan Gilmore, mengambang sesuai arah gerakan tanganya. Ia mengarahkan tangannya ke atas dan memutarkan tangannya perlahan, apel yang melayang juga terangkat dan berputar-putar sesuai instruksinya, sebelum akhirnya mengarahkan apel tersebut kembali ke mulut Gilmore yang menganga. Alicia bisa mengaplikasikan telekinesis sederhana, namun sudah cukup membuat Nadine dan Gilmore terkagum-kagum.
"Lagi! Lagi! Tunjukkan kami yang lain!" seru Gilmore semangat padahal belum lama dialah yang paling mencurigai bola tersebut.
"Selain menggerakkan objek sederhana, selama aku dan Orb bersatu, aku juga bisa mengendalikan bola tanpa harus memegangnya." Alicia dengan sengaja menurunkan tangannya yang memegang bola, sedangkan tangan kirinya ditarik ke atas. Bola itu tidak ikut turun, tetap melayang dengan posisi yang sama. Kemudian ia melambai kedua tangannya pelan bagai gerakan untuk memandu kemana bola tersebut pergi. Alicia bukan seorang penari yang lincah, namun bola itu dengan anggun menyelaraskan arah dan gerakan sesuai tari anggun sang gadis. Cahaya yang dipancarkan meninggalkan jejak panjang berpendar biru bergradien merah, membuat gerakan tari Alicia menyerupai sebuah tarian pita yang terlampau elok, gemulai, dan magis. Sebuah pertunjukan yang spektakuler menurut Nadine dan Si Besar, Gilmore.
"Dan yang terakhir, kurasa. Setidaknya yang kutahu." Bola Ajaib jatuh ke genggaman tangannya. "Aku bisa menembakkan energi," tutur Alicia sambil tertawa kecil. Dia memegang bola di tangan kanannya, sementara tangan kirinya berada di sisi bola tersebut sambil menggerakkan jarinya guna memusatkan kekuatan yang keluar untuk berkumpul pada satu titik. Alicia membidik bola tersebut ke atas langit, seiring dengan bola yang semakin terang siap untuk meluncurkan tembakannya, dan POW! Keluar tembakan energi panjang ke atas langit! Energi itu cukup menyilaukan mata dan tidak lama, energi itu hancur dan menyebar ke segala arah.
"Alicia! Jangan ditembak ke langit! Kalau orang lihat bagaimana?" seru Nadine panik.
"Oops," Alicia menyunggingkan sengiran malu, menyadari kecerobohannya. "Maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana. Semoga saja tidak ada yang melihat."
"Tapi jujur saja, itu sangat keren, Alicia. Maksudku, kau dulunya seorang kutu buku anti sosial dan sekarang, seorang penyihir bola! Benar-benar suatu kemajuan!" ujar Gilmore.
"Hei, aku tidak anti sosial, tahu! Aku cukup pandai bersosialisasi!" Alicia bersungut dengan muka cemberut. Yang lainnya hanya tertawa.
"Jadi, tiga teknik sejauh ini?" tanya Nadine.
"Hanya tiga itu yang bisa kukuasai, untuk sekarang. Mungkin seiring waktu, bola dan aku akan mempelajari lebih banyak teknik sihir, siapa tahu, kan?"
"Dan kau melakukannya tanpa merapal mantara?"
"Tidak. Kurasa tidak. Memusatkan fokusku untuk menyatu dengan bola. Itu saja."
"Alicia Crimsonmane, The Orb Mage. Kedengaran sangat cocok untukmu!" kata Gilmore.
Nadine membantah pernyataan Gilmore, katanya, "Tapi Alicia tidak merapal mantera untuk mengaktifkan sihirnya. Lalu dari gerakannya, kurasa dia lebih mirip seorang sorcerer dari pada mage."
"Aku mungkin tidak merapal mantera, tapi aku harus mempunyai alat atau wadah yang dapat membantuku mengendalikan sihir layaknya seorang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥. Entahlah, sepertinya bola ini merupakan jenis sihir baru. Atau mungkin bagian dari seni mistik kuno yang hilang. Bagaimana menurutmu, Bola?"
Sang Bola merespon dengan alunan suara rendah.
"Kau tidak terikat seni mistik apapun? Menarik! Mungkin kita berdua harus membahasnya empat mata!"
"Kenapa tidak langsung cerita saja sekarang?"
Sang Bola merespon, Alicia menerjemahkan, "Dia bilang dia tidak punya kepentingan untuk berbicara ke kalian."
"Bah! Dingin sekali kamu, Bola. Yasudah sih, kalau memang mau cipika-cipiki lebih intim dengan Alicia, Terserah saja."
Alicia yang jergah mengalihkan topik. "Ah, ngomong-ngomong, karena kau sudah menjadi bagian dari kami, aku akan memberimu nama. Mulai sekarang aku akan menamaimu ... ORB!"
Sang bola, yang kini dipanggil Orb menyerukan seruan setuju kepada Alicia. Nadine teralihkan dengan nama yang diberi Alicia, sedangkan Gilmore tersedak dengan apelnya.
"Kau menamai bola (orb) ajaibmu ... ORB!?" Mata Nadine melebar. Betapa Alicia tidak kreatif dalam menamai sebuah benda keramat yang bangkit dari kubur.
"Hah? Terserah aku dong ingin menamainya apa!" balas Alicia cuek. "Dan karena Orb resmi bergabung di pertemanan kita, Bagaimana kita rayakan dengan makan malam? Apa kalian ingin makanan yang dibawa pulang? Atau kita pergi nongkrong ke Howlett's lagi, atau ke Café Dandelion-Eight? Aku akan menyembunyikan Orb di tas, tenang saja!"
Gilmore yang mendengar hal itu melirik Nadine dan menanyakan sesuatu kepadanya "Hei. kau tidak memberitahukan peristiwa itu kepadanya?"
"Sial, bagaimana aku bisa lupa!" respon Nadine sambil menepuk jidatnya.
Alicia langsung memperhatikan Gilmore dan Nadine. "Perisitiwa apa itu?"
"Kau mungkin masih tertidur pulas tadi, tapi tadi pagi, ada suatu keributan di kota. Orang banyak berbondong-bondong ke kota," jawab Gilmore. Alicia menatap Gilmore dengan fokus penuh. "Restoran tercinta kita, Howlett's, hancur tak tersisa. Pemiliknya menemukan gedung tersebut sudah rata dengan tanah."
Dengan terheran-heran Alicia langsung menyahut, "Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Bagaimana itu terjadi, tidak jelas," Nadine membantu menjelaskan. "Saat orang-orang ramai melewati rumahmu, kami mendengar kabar tersebut. Howlett's hangus seperti bekas kebakaran. Tapi anehnya mereka tidak merasakan adanya tanda-tanda kebakaran pada malam itu. Tidak ada asap, tidak ada sulutan api, tidak ada apapun sama sekali. Gedung sebelah bahkan tidak terpengaruh. Seakan-akan restoran itu terbakar dan mejadi arang seketika."
Alicia kemudian mengingat saat malam itu. Kota Trinketshore benar-benar sepi, tidak ada orang sama sekali. Dan hanya ada mereka dan bola aneh bersinar yang melayang di langit, yang sekarang berada di tangan Alicia. Mereka juga tidak tahu bagaimana keadaan restoran tersebut saat malam hari karena mereka tidak melewati jalan menuju restoran tersebut. Tapi Alicia cukup yakin bahwa satu-satunya cahaya yang mencolok malam itu adalah Orb. Mereka tidak melihat adanya kobaran api baik dari arah restoran atau dari arah manapun.
"Ini ... tidak ada hubungannya dengan kita, kan?" tanya Alicia setengah gugup.
"Tidak, harusnya tidak mungkin. Kita tidak melewati jalan menuju restoran. Jadi kita sama kali tidak terlibat. Tuan Howlett yang malang. Tidak ada lagi buffet daging Trinketshore!" ucap Gilmore dengan nada sedih dan ekspresi seakan mau menangis.
Alicia kemudian mencoba bertanya kepada Orb, untuk memastikan kalau saat kejadian yang dialami ketiga serangkai tersebut juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya. "Orb, apa kamu tahu tentang ini?"
Orb merespon dengan nada yang lemah, menandakan bahwa ia tidak mengingat apapun tentang membakar restoran daging.
Alicia yang tidak puas dengan jawaban Gilmore dan Orb langsung berdiri dari kursinya. "Aku ingin pergi memeriksa tempat tersebut," ucap Alicia tegas.
"Hei, tunggu dulu! Kau baru saja siuman dan badanmu belum pulih sepenuhnya! Kau tidak bisa langsung keluar rumah begitu saja!" tegur Nadine.
"Tentu saja aku bisa!" Alicia membantahnya. "Aku harus melihatnya secara langsung. Kita mungkin tidak melewati restoran itu saat mengambil Orb. Tapi aku khawatir hancurnya restoran tersebut mungkin ada hubungannya dengan semua yang terjadi kemarin malam. Kilatan cahaya, suara gemuruh, lonjakan energi. Hal tersebut bisa saja saling berkaitan!"
Nadine menatap Gilmore lalu menjawab Alicia. "Tapi Alicia! Bagaimana kalau itu memang tidak berhubungan dengan Orb? Atau lebih parah, itu hasil kekuatan aneh yang lain? Walaupun Orb ada bersama kita ... entahlah, kami masih belum yakin kalau kejadian sebelumnya tidak terulang lagi, karena—"
"Hei!" Teguran Alicia menyela Nadine untuk menyadarkan mereka. "Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Dengar, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Peristiwa kemarin memang kejadian tak terduga. Namun dengan segala hal yang terjadi, aku berhasil selamat, bahkan mendapatkan teman baru. Tapi kalian tetap menjadi sahabat yang paling aku andalkan. Aku masih membutuhkan kalian."
Alicia lalu memegang tangan dari masing-masing temannya, dan berkata. "Kali ini kita akan bersama-sama, tidak ada lagi berpisah satu sama lain." Nadine dan Gilmore masih belum bisa berkata-kata. "Lagipula, kita tidak lagi bertiga! Orb akan turut terjun ke petualangan kecil ini! Benar kan, Orb?" Orb memberikan sinyal tanda setuju.
Gilmore menyerukan tanda persetujuan menyusul sang Orb. "Jikalau kita memang harus memeriksanya, maka lebih kita periksa daripada kita mati gentayangan tidak tahu apa yang terjadi pada kota. Tapi kita harus menyamarkan identitas kita."
"Hah? Memangnya buat apa?" Tanya Nadine.
"Tentu saja agar tidak ada yang mengetahui identitas kita saat kita akan memeriksa tempat tersebut. Ingat, kita akan membawa Alicia dan teman baru kita yang bahkan baru muncul baru seharian ini dan tidak ada warga kota yang mengetahui keberadaan bola tersebut. Jika ada ancaman dan kita mau tidak mau harus memanfaatkan Orb tersebut, setidaknya tidak ada orang yang mengetahui siapa majikan Orb, atau siapa teman-temannya. Walaupun Trinketshore kota kecil, tidak bisa dipungkiri banyak hal aneh yang berkaitan dengan sihir di kota ini."
Gilmore berkata panjang lebar dengan isi yang lumayan berbobot cukup mengesankan si gadis Crimsonmane.
"Wow, Gilmore. Tidak kusangka kau sangat cermat! Kau habis makan apa?"
"Entahlah, mungkin karena terkena 'radiasi' dari bola itu membuat kemampuan berpikirku meningkat, sedangkan kemampuan berpikir Nadine menurun!" olok Gilmore dengan percaya diri. Nadine dengan muka masamnya melemparkan sebuah apel miliknya. Apel hijau sebesar bola kasti itu berhasil menghantam pelipis kiri kepala Gilmore sampai mengeluarkan suara 'TUK' yang cukup keras, omong-omong mengenai bidikan anak tentara. "Aw! Hei!" Gilmore mengerang.
"Oh, diamlah, Gilmore! Nampaknya otakmu tidak jadi berfungsi secara optimal" olok Nadine balik.
Alicia kembali melanjutkan perbincangannya dengan mereka. "Aku tidak punya topeng atau apapun, tapi aku punya beberapa set pakaian bekas, dan sepasang google. Kurasa cukup untuk berbaur sebagai seorang gelandangan."
"Yap tentu. Gelandanganpun jadilah." ujar Gilmore. []