Chereads / Thaumaturgy (INA) / Chapter 6 - FILLED VOID OF HEART

Chapter 6 - FILLED VOID OF HEART

Sementara itu, di dalam gundukan puing-puing, Alicia yang awalnya pingsan setelah barusan dihantam meteor tiba-tiba terbangun dalam keadaan terkejut, hampir sesak napas. Dia segera memeriksa kondisi tubunya. Badanya kusam akibat tanah dan debu. Terdapat luka goresan dan lecet di bagian kaki dan tangan, serta rasa sakit pada tulang belakang. Badannya hampir tidak dapat bergerak karena ruang geraknya dibatasi puing-puing bangunan. Beberapa bagian pakaiannya sobek, namun selebihnya dirinya baik-baik saja. Jubah merahnya tampak berpendar sebentar sebelum akhirnya meredup. Kain pelindung ibunya yang masih utuh benar-benar menyelamatkan hidupnya. Ini adalah kesekian kalinya Alicia dikejutkan akan hal tak terduga dalam satu hari, mungkin jumlah kaget terbanyak sepanjang hidupnya.

Di hadapan mukanya terdapat sebuah bongkahan tembok yang cukup lebar. Untungnya tiap-tiap sisi ditopang bongkahan puing-puing yang lain, sehingga batu besar tersebut tidak langsung menimpanya. Alicia mencoba meraba-meraba dan mendorong batu tersebut, walaupun dia sadar betul itu tindakan mubazir karena dengan badan sekuat Gilmore pun tidak akan bisa menyingkirkan tembok tersebut, yang pasti tertimpa oleh lapis reruntuhan lain di atasnya. Alicia berusaha mengetuk dan berteriak untuk memberikan sinyal ke dunia luar.

"TEMAN-TEMAN! NADINE! GILMORE! SIAPAPUN! TOLONG AKU! AKU TERJEBAK DI DALAM!"

Tidak ada respon dari siapapun.

"TEMAN-TEMAN! SIAPAPUN! TOLONG AKU! AKU MOHON …"

Tidak ada yang membalas.

Perlahan namun pasti, Alicia mulai berkeringat dan kecemasannya semakin menjadi-menjadi. Udara semakin pengap karena ruang yang terlalu sempit. Di tengah pikirannya berputar-putar mencari jalan keluar, sang gadis menyadari sesuatu yang janggal. Ruangan dimana dirinya terjebak tidak benar-benar gelap, melainkan dihiasi cahaya berwarna biru. Alicia kemudian tersadar bahwa sumber cahaya tersebut berada di belakang dirinya.

Seraya membalikkan badan, di hadapannya terdapat sebuah bola terang berwarna biru dengan garis-garis gradien ungu. Ukurannya hampir sebesar bola bowling. Permukaan bola tersebut seperti terbuat dari kaca yang transparan dan kuat, dan di dalamnya terdapat ratusan atau ribuan aliran plasma yang saling bergerak secara melingkar. Alicia tercengang. Jangan-jangan ini adalah bola yang sama dengan bola yang melayang tadi? Ukurannya sangat kecil dari yang sebelumnya!

Alicia kemudian merangkak mendekati bola tersebut, dan menatapnya secara dekat. Kepalanya miring ke kiri dan kekanan guna menginspeksi bola tersebut. Ribuan aliran plasma yang bergerak berantakan secara melingkar tersebut kemudian merapatkan diri dan membentuk gerakan lingkaran yang sejajar satu sama lain, sehingga kelihatan seperti bola biru dengan lingkaran putih di tengahnya. Dan ternyata bola itu sedang memperhatikan Alicia pula.

"Benda apa kamu ini?" tanya Alicia sambil mencoba menyentuh bola itu dengan kedua tangannya. Saat menyentuh permukaan bola tersebut, Alicia dapat merasakan permukaannya yang keras dan hangat. Selain itu, sang bola juga memberikan sensasi bergetar di tangannya, seolah-olah ia punya kesadaran tersendiri.

Sesaat setelah bola itu diraba-raba, ia menyalurkan energi ke kedua tangan sang gadis. Alicia melihat sesaat aliran biru terang mengalir di dalam kulitnya, menampilkan siluet urat dan jaringan otot, sebelum asap keluar dari belakang pergelangan kanannya karena terbakar hebat! Alicia menjerit kesakitan, mencoba melepaskan tangannya dari bola sihir tersebut. Usahanya sia-sia. Tangannya secara ajaib melekat kuat pada bola sihir itu, seraya aliran energi asing terus menyusuri tubuh Alicia sampai melesat menuju otaknya. Alhasil, tubuh sang gadis terkena lonjakan listrik, dan Alicia menambah jumlah kagetnya lagi dalam satu hari! Daya kejut itu tanpa sengaja membuatnya melompat dan kepalanya membentur tembok.

"AHH! Adudududuh! Aduh! Kepalaku!

Benturan kepalanya disusul oleh sensasi gering luar biasa di tangannya yang terbakar. Alicia melihat tangannya bekas diukir oleh aliran energi bola sihir. Bentuk ukirannya tidak jelas karena tertutup oleh darah dan jaringan tisu yang melepuh. Alicia menangis sejadi-jadinya.

Bola tersebut kemudian mengeluarkan suara seperti bunyi mesin yang mencicit.

"NGUINGUINGUINGUINGUING"

Tangisan sang gadis tiba-tiba berhenti. Sambil cegukan, Alicia memandang bola sihir yang bersuara dengan alis yang mengerut.

"Hei—" Alicia cegukan "—Itu tidak lucu, tahu!" balas Alicia setengah marah dengan mata sebelahnya terpejam menahan sakit.

Bola tersebut kemudian kembali mengeluarkan efek suara seperti mengejek sebagai balasan untuk Alicia.

"Mengapa kamu tidak bisa melakukannya lebih lembut …. Tunggu! Apa-apaan!" Alicia tersentak lagi.

"Ba-bagaimana? Bagaimana kamu bisa mengerti perkatannku?? Tidak, tunggu! Mengapa aku bisa mengerti maksudmu?? Oh tidak, aku rasa …. Aku rasa aku kekurangan udara. Aku berhalusinasi. Oh demi Pengampunan Ilahi. Demi murka Elysium, aku sudah gila! Aku sekarat! AKU SEKARAT! GILMORE, NADINE, TOLONG!, "

Bola tersebut kembali mengeluarkan efek suara mencicit, lalu kemudian dilanjutkan dengan nada yang lebih stabil. Alicia masih menganga tidak percaya kalau dia mengerti pesan yang disampaikan dari bola tersebut.

"Aliran energi yang mengalir di tanganku …? Lonjakan energi tadi memicu sarafku, dan membuatku bisa terhubung dan berkomunikasi denganmu? Kedengarannya tidak masuk akal. Seperti …."

Bola itu menyela perkataan Alicia.

"Sihir. Ya, seperti sihir." Setelah beberapa saat, Alicia perlahan tersenyum, lalu memberanikan diri untuk tertawa lepas. Alicia mungkin sungguh-sungguh sudah tak waras. Belum lagi bola itu ikut mencicit meniru reaksi sang gadis. Alicia menaruh dagunya di atas tangannya yang terlipat di tanah, lalu mencoba bertanya kepada sang bola.

"Tapi kau belum menjawab pertanyaanku; kau ini benda apa? Bagaimana kau bisa ada di tempat ini?" Lalu suara Alicia naik satu oktaf "Dan Mengapa kau malah menghantamku seperti meteor dan membuat kita berakhir terjebak di tempat seperti ini? Belum lagi kau malah membakar tanganku!"

Bola itu kembali memberikan suara seperti alunan musik, yang menjelaskan alasan tujuan keberadaannya.

"Baik. Biar aku perjelas. Kamu dipanggil oleh Languoreth, dan tujuanmu adalah untuk mencari orang yang terpilih untuk menjadi 'teman' mu. Dan karena kamu telah menemukan orang tersebut, yaitu aku, dan kamu terlalu bersemangat melihatku karena aku terlihat menarik, kamu malah salah tingkah, menabrakku, menghancurkan pemakaman dan untuk menutup serangakaian aksi gilamu, kamu mencap diriku?" Alicia mulai memasang muka sedikit cemberut. "Kamu, sangat mencurigakan."

Bola itu lalu memberikan alunan nada seperti lagu sedih, sepertinya sedang mengungkapkan penyesalannya karena menabrak Alicia dan menggusur rumah orang mati secara paksa.

"Baiklah, aku memaafkanmu. Setidaknya ada orang yang tertarik kepadaku. Bukan orang, maaf, bola. Tapi yah, lebih baik bola atau tidak sama sekali." Alicia kembali tertawa kecil. Namun Alicia semakin penasaran dengan benda bundar itu. "Tapi bisakah aku menanyakan hal lain kepadamu? Maksudku, Languoreth sudah lama meninggal, tapi bagaimana dia bisa memanggilmu? Maafkan aku, tapi aku punya banyak pertanyaan di kepalaku."

Bola itu memberikan alunan lagu dengan nada major. Sepertinya bola itu belum mau menyanggupi keinginannya dan memberikannya sebuah peringatan. Alicia yang mengerti peringatan apa yang dimaksud, menengadah kepalanya ke atas untuk melihat tembok yang menjebak mereka dari tadi. "Oh, Iya. Aku masih terperangkap disini. Bodohnya aku." Alicia kembali tertawa, diawasi oleh kumpulan tengkorak "marah" yang terjepit di celah bebatuan.

"Baiklah, Bola, tolong aku untuk keluar dari sini, ya!" Katanya sambil mengangkat bola tersebut dengan kedua tangannya menghadap tembok itu. Bola itu memberikan bunyi kepada Alicia. "Apa? Aku yang akan melakukannya? Apa maksudmu?"

Bola tersebut besenandung lagi kepadanya.

"Kau … akan meminjamkan kekuatanmu dan mengajariku cara menggunakannya?"

Bola itu memberikan suara tanda setuju. Demi Kesunyian Ilahi … Di relung hati sang gadis, kegembiraan sudah tak terbendung, bagaikan menapaki setengah jalan menuju surga. Bola matanya mulai lembab. Sepertinya sang Ilahi yang sunyi menjawab permohonannya. Dan percayalah, dia masih tidak percaya akan apa yang dia alami dan ingin mencengkram tangannya yang terbakar untuk mengujinya.

Lukanya masih sakit. Bentuknya masih menjijikan. Ini bukan mimpi.

Bagaimanapun, keluar dari reruntuhan merupakan prioritas nomor satu. Bola itu mulai mengalunkan suara yang merdu, dan Alicia menerjemahkan maksudnya.

"Fokus …. Anggaplah aku adalah kamu. Aku adalah bola. Aku dan kamu adalah satu. Oh maaf, Bola. Aku harus membiasakan diriku untuk menerjemahkan setiap pesanmu secara langsung, supaya orang lain tidak menganggapku aneh ketika aku berbicara denganmu, dan asal kamu tau, mereka tidak punya bola sihir! Oke, aku terlalu banyak bicara. Sampai dimana tadi? Baiklah. Aku adalah kamu. Aku akan menggunakan energiku …." Permukaan tangan Alicia mengaliran energi dari bola asing yang kemudian menyebar ke seluruh tubuhnya …. []