"Capek?" Tanya Ricandra.
"Hmmmm." Jawab Imelda sambil memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi lalu menengadah ke atas.
"Sini aku pijitin." Tawar Ricandra sambil menarik tangan Imelda.
"Nggak usah Mas. Makasih" Tolak Imelda melepas tangan Ricandra.
"Kenapa?" Tanya Ricandra.
"Geli." Jawab Imelda.
"Beneran nggak mau nich?" Tanya Ricandra lagi. Imelda mengangguk.
"Ayo mandi. Sudah sore." Ajak Ricandra sambil berdiri. Imelda pun mengikuti Ricandra masuk ke dalam rumah.
Setelah Imelda mandi dan berganti pakaian, lalu ia menyisir rambutnya dan mendengar bel rumah berbunyi. Ia pun keluar kamar untuk membuka pintu ruang tamu. Tampaklah wajah Romaldy yang tersenyum manis saat melihat Imelda yang membuka pintu.
"Hai..." Sapa Romaldy sambil melambaikan tangannya.
"Mas Romaldy ya?" Tanya Imelda mengingat pernah bertemu Romaldy di perusahaan Ricandra.
"Yup betul. Boleh aku masuk?" Tanya Romaldy canggung karena Imelda mengajaknya bicara di depan pintu.
"Oh iya maaf. Silahkan masuk Mas." Jawab Imelda mempersilahkan masuk. Saat Romaldy akan duduk di sofa, Ricandra turun dari tangga dan melihat Romaldy di rumahnya.
'Ngapain tu anak kesini?' Batin Ricandra geram. Ia pun menghampiri Romaldy yang duduk di ruang tamunya.
"Mau minum apa Mas?" Tanya Imelda sebelum pergi ke dapur.
"Apa aja boleh." Jawab Romaldy sambil tersenyum dan memandang Imelda. Ricandra yang melihat Romaldy memandang Imelda seperti itu tentu saja tidak suka.
"Air putih saja! Romaldy suka minum air putih." Sahut Ricandra. Imelda pun mengangguk lalu pergi.
"Ngapain kamu kesini?" Tanya Ricandra pada Romaldy saat Imelda sudah pergi.
"Hei apa yang salah? Biasanya aku juga main kesini kan? Aku mau mengenal Imelda biar lebih dekat lagi." Jawab Romaldy tersenyum nakal.
"Nggak boleh. Aku sudah bilang dia istriku. Jangan dekati dia!" Balas Ricandra sewot.
"Hei dia masih sekolah kan? Nggak mungkin boleh menikah. Kalau tahu pihak sekolah dia bisa dikeluarkan. Bukankah kamu masih pacaran sama Roselia? Kalau memang kamu sudah menikah dengan Imelda mana surat nikahmu? Aku pengen lihat sekarang!" Tantang Romaldy sambil menyodorkan telapak tangannya. Itu membuat Ricandra sakit kepala karena surat nikahnya belum jadi sampai sekarang.
"Surat nikah belum jadi. Udah ya mending kamu pulang. Dia harus belajar besok ujian." Usir Ricandra.
"Tuh kan kamu bohong? Kamu nggak bisa nunjukkin ke aku kalo Imelda istrimu." Balas Romaldy. Ketika Ricandra akan membalas kata-kata Romaldy, Imelda datang dengan 2 cangkir kopi. Setelah menaruh kopi di meja ruang tamu, Imelda masuk ke kamarnya. Romaldy memperhatikan itu.
"Tu lihat? Kalo suami istri itu tidurnya sekamar. La ini dia tidur di kamar bawah. Aku kan tahu kamarmu di atas Ricandra." Ucap Romaldy. Ricandra pun kehabisan kata-kata. Ia tidak bisa membuktikan ke Romaldy kalau Imelda istrinya. Ia hanya bisa memijat celah di antara kedua alisnya.
Sementara itu Imelda sedang belajar di kamarnya. Ujian semakin dekat. Ia harus giat belajar agar mendapat nilai yang memuaskan. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya. Setelah lulus ia ingin kuliah dan setelah itu bekerja. Ia tidak tahu sampai kapan akan menjadi istri Ricandra yang kaya. Meskipun mereka suami istri sekarang, itu hanyalah sebuah status di atas kertas karena mereka tidak ingin mengecewakan Pak Bams dan Pak Ramdy. Imelda dan Ricandra terpaksa melakukan pernikahan ini. Ricandra tidak ingin mengecewakan Pak Bams yang sedang sakit. Sedangkan Imelda tidak berani melawan Pak Ramdy yang keras kepala. Ricandra memperlakukan Imelda dengan baik karena memang ia berhati baik. Ia juga sadar kalau sekarang Imelda istrinya jadi ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap Imelda baik menafkahi secara materi, melindungi dan menjaganya. Imelda pun melakukan tugasnya sebagai istri. Ia memasak, membersihkan rumah dan tidak pernah melawan apapun yang di ucapkan Ricandra. Sungguh mereka sudah seperti suami istri beneran hanya satu yang belum melengkapi pernikahan mereka yaitu "kikuk-kikuk" para readers pasti sudah paham. Hehehe
Setelah Romaldy pulang, Ricandra ke kamar Imelda dan duduk di tepi ranjangnya. Ia memperhatikan punggung Imelda yang sedang serius belajar mengerjakan soal-soal latihan.
"Kamu jangan terlalu dekat dengan Romaldy." Ucap Ricandra tiba-tiba memecah keheningan.
"Kenapa Mas?" Tanya Imelda tetap fokus ke soal-soal yang ia kerjakan.
"Dia suka sama kamu." Jawab Ricandra to the point.
"Lalu kenapa? Mas Ricandra cemburu?" Tanya Imelda sambil membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Ricandra.
"Bukan begitu. Bukankah bapak kamu melarang kamu pacaran? Lagian sekarang kamu istriku. Kamu harusnya bisa menjaga dirimu dari laki-laki lain selain suamimu." Jawab Ricandra tegas.
"Ya aku tahu. Tapi apa salahnya aku berteman dengan mereka? Aku juga harus berjaga-jaga apabila suatu saat nanti kita bercerai." Balas Imelda.
"Apa kamu sungguh-sungguh ingin bercerai? Bahkan surat nikah kita saja belum jadi." Tanya Ricandra.
"Entahlah. Aku juga nggak tahu Mas. Kalau aku cerai sama Mas Ricandra, nanti aku jadi janda muda. Siapa yang mau menikah sama janda? Terus pasti nanti di marahi bapak juga. Apa yang harus aku lakukan? Masa depanku sudah hancur. Sekarang aku hanya bisa belajar dengan sungguh-sungguh agar suatu saat nanti aku bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah dan bisa menopang hidupku sendiri." Ucap Imelda lalu airmatanya menetes. Ia benar-benar tidak menyangka kalau hidupnya akan seberantakan ini. Selama ini ia memendam perasaan ini sendirian. Ia tidak pernah mengatakan kepada siapapun. Ini pertama kalinya ia mengungkapkannya pada Ricandra. Ricandra pun baru kali ini melihat sisi rapuh Imelda. Ia mendekati Imelda lalu memeluknya.
"Jangan menangis... Kamu tidak akan pernah menjadi janda." Ucap Ricandra lembut sambil membelai rambut Imelda.
"Maksudnya?" Tanya Imelda tidak mengerti sambil memandang wajah Ricandra.
"Kita tidak akan bercerai. Kamu akan selalu menjadi istriku selamanya" Jawab Ricandra sungguh-sungguh. Imelda pun membalas pelukan Ricandra dengan erat. Airmatanya kini mengalir semakin deras. Kini akhirnya ia merasa lega. Tidak khawatir lagi dengan masa depannya yang berakhir menjadi janda muda.
Ricandra sudah memikirkan ini beberapa hari yang lalu. Ia sudah mulai merasa nyaman dengan kehadiran Imelda di sisinya. Imelda lebih perhatian dari pada Roselia. CImeldaya terhadap Roselia juga mulai memudar karena Roselia terlalu sibuk dan mereka jarang berkomunikasi apalagi bertemu. Seandainya mereka menikah bagaimana rumah tangga mereka nanti.
Malam hari karena sudah terbiasa tidur seranjang dengan Imelda, kini Ricandra tidak betah tidur di kamarnya sendiri. Dari tadi ia sudah berusaha memejamkan matanya tapi tidak bisa tidur juga. Ia sudah mencoba berbagai posisi dari telentang, tengkurep, meluk guling, miring kanan, miring kiri, tapi tetap saja ia tidak bisa tidur.
Akhirnya ia bangun lalu menuruni tangga dan membuka pintu kamar Imelda yang memang tidak pernah di kunci. Ia melihat Imelda yang tidur telentang dengan nyenyaknya. Ia pun mendekati ranjang Imelda lalu merebahkan tubuhnya di samping Imelda. Seperti biasa ia mengamati Imelda dari atas hingga kebawah. Saat matanya sampai di dada Imelda ingin sekali Ricandra menyentuh benda itu tapi ia selalu menahannya. Karena setiap tidur Imelda selalu melepas bra nya untuk menjaga kesehatan payudaranya sehingga menonjollah puncak dadanya dari balik piyamanya.
"Selamat malam istriku..." Ucap Ricandra pelan lalu mengecup kening Imelda. Setelah itu ia memasukkan tubuhnya ke dalam selimut yang di pakai Imelda.