Dengan rasa sakit yang mendera, Aisha mencoba untuk terus menjalankan kendaraannya. Rasa sesak yang berasal dari dada tidak mampu lagi untuk dirinya tahan. Tangisan pecah setelah dirinya meninggalkan wanita yang sedari tadi terus mendesaknya.
"Tidak, aku tidak percaya kalau mas Yudha berhubungan dengan wanita itu. Aku tidak akan melepaskan suamiku begitu saja," teriak Aisha. Dia menghentikan kendaraannya tepat di pinggir jalan, kala perkataan wanita yang bernama Sarah itu kembali terngiang.
***
"Kamu menyadari semua itu, Aisha. Kamu tahu bahwa laki-laki yang menikahimu itu hanya membutuhkan perusahaan ibunya saja, dia tidak akan peduli dengan kehadiranmu di dalam hidupnya, dia tidak akan peduli entah kamu bahagia ataupun tidak, hidup dengannya." Sarah terus menerus menyindir Aisha dengan semua fakta yang dia ketahui.
'Bagaimana dia bisa tahu semua itu? Apa dia benar-benar kekasih mas Yudha.' Mendengar semua itu semakin membuat Aisha sesak.
"Aisha! Aku tahu kalau Yudha tidak mencintaimu, pernikahanmu dengannya hanyalah sebuah kesepakatan antar dua keluarga, bukan? Jadi, untuk apa kamu mempertahankan pernikahan ini?" teriakan wanita itu berhasil membuat Aisha terdiam di tempat. Wanita itu terus mendesak Aisha dengan permintaannya yang tidak masuk akal.
Rasanya sangat sakit, delapan bulan sudah rumah tangganya berjalan, dan selama itu tidak pernah ada yang membahas tentang kesepakatan keluarga untuk menjodohkan anak-anaknya, bagaimana mungkin orang asing bisa tahu banyak tentang rumah tangga Aisha.
Aisha mencoba untuk tenang dan tidak menghiraukan ucapan wanita itu. Dia tidak ingin jika rumah tangga yang baru saja dia bangun itu hancur hanya karena ucapan wanita asing. Dengan air mata yang perlahan keluar membasahi wajahnya, Aisha menjauh dari kendaraan itu dan memilih untuk pergi. Namun, saat Aisha menjauh, wanita itu kembali berteriak.
"Itulah sebabnya kenapa Yudha tidak pernah mau menyentuhmu sebagai seorang istri. Itu bukan karena dia tidak siap, tapi dia memang tidak mencintaimu, Aisha. Bagaimana mungkin rumah tangga akan berjalan jika tidak ada keharmonisan di dalamnya?"
"Apa kamu masih berpikir, kalau suamimu akan berubah suatu saat nanti? Aku hanya sekedar memberi saran. Sebaiknya kamu lepaskan saja dia, dan berikan dia kepadaku. Bukankah kamu sudah mencintainy? Jika kamu benar-benar mencintainya, jangan berpikir bagaimana kamu memiliki dia seutuhnya, tapi berpikirlah bagaimana dia bahagia atas dirimu. Mungkin dengan dirimu yang membiarkan dia menemukan cinta sejatinya, dia akan berterima kasih kepadamu!" Wanita itu tidak tidak lelah terus menerus mendesak Aisha dengan semua kalimatnya.
Wanita itu menatap Aisha dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Dengan rasa kesal yang sudah memuncak, Aisha mengalihkan pandangannya karena tidak nyaman dengan tatapan wanita tersebut, jantungnya kini berdegup kencang, bahkan dalam sekejap, rasa takut pun menjalar di sekujur tubuh.
"Kenapa masih diam? Apa diammu ini harus aku anggap sebagai persetujuan? Ingat Aisha, aku sudah memintamu meninggalkan Yudha dengan baik-baik, tapi jika kamu masih belum melakukannya, maka, jangan salahkan aku jika aku merebut suamimu," ancam wanita itu.
"Aku acungkan jempol untukmu, Sarah. Wanita asing yang dicintai suamiku ini, tahu segalanya tentang rumah tanggaku. Sungguh saya kasihan denganmu yang hidup sebagai bayang-bayang di dalam hubungan orang lain. Dan iya, perlu saya tegaskan, saya sangat bahagia memilikinya, karena saya bisa selalu mengurusnya, memandangnya, tidur satu ranjang dengannya, bahkan selalu mendapatkan kecupan manis darinya. Mungkin kamu mengira kalau mas Yudha tidak pernah menyentuh saya, tapi kamu salah, saya permisi."
Deg
"Aku harus bicara dengan mas Yudha." Aisha merogoh tasnya, dengan tangan bergetar dia menghubungi Yudha, berniat menceritakan semua kejadian sore ini.
"Ahh, kenapa dia tidak mengangkat telepon dariku ." Aisha mengigit bibir bawahnya, rasa takut, dan khawatir kini bercampur jadi satu. Dia tidak menyangka jika suaminya itu masih berhubungan dengan perempuan yang hendak dinikahinya dulu."
"Mas, kenapa kamu seperti itu, apa yang tidak aku miliki hingga kamu mencampakanku? Apa hanya karena aku tidak secantik, dan seseksi Sarah? Aku bisa melakukan itu untukmu, aku bisa berpakaian seperti dia saat kamu di rumah, tapi aku mohon, kamu jangan lagi berhubungan dengannya, aku tidak mau kehilanganmu." Seandainya Aisha bisa mengatakan semua itu secara langsung kepada Yudha, apa mungkin akan ada yang berubah? Apa Yudha akan mencinta Aisha sebagaimana Aisha mencintainya?
"Aku ingin mengatakan semua ini secara langsung kepadamu, Mas. Aku lelah, tapi aku tidak mau kehilanganmu. Allah yang menjadi saksi atas hubungan kita, dialah yang memberi kita takdir seperti ini, dan aku yakin, dibalik semua ini ada hikmahnya, kamu akan menjadi milikku suatu saat nanti," Aisha menyandarkan kepalanya pada setir mobil, dia merasa kepalanya sangat sakit, dia tidak bisa meneruskan perjalanannya sampai ke rumah, Aisha memilih untuk beristirahat dulu supaya merasa lebih baik.
Tidak berselang lama, setelah Aisha beristirahat beberapa menit, sebuah mobil berhenti tepat di hadapan kendaraannya. Seorang pria dengan tubuh tinggi, berkulit sawo matang, ke luar dari dalam mobil tersebut dan menghampiri kendaraan Aisha.
Tuk... tuk...
Aisha yang masih tertidur dengan wajah yang terlihat kacau itu pun langsung mengerjap, ia menoleh ke arah jenjela dan melohat pria ber jas hitam menunggunya di luar.
"Apa itu, mas Yudha?" dengan tergesa-gesa Aisha menurunkan kaca mobilnya.
"Permisi," ucap Aisha.
"Hai, apa kamu baik-baik saja?" tanya pria itu dengan spontan.
"Ma-af, maksudnya?" tanya Aisha dengan dahi mengernyit, keheranan.
"Oh sorry, kamu pasti kaget karena saya yang tiba-tiba bertanya tentang kabar kamu. Tadi saya melihat mobilmu berhenti, jadi saya pikir terjadi sesuatu, maaf mengganggu." Pria itu tersenyum lebar, terlihat dari gari-garis wajahnya yang nampak tulus saat menanyakan keadaan Aisha.
"Oh begitu. Saya baik-baik saja, terima kasih." Aisha membalas senyuman pria itu kemudian menunduk.
"Sebentar! Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya pria tersebut. Alisnya mengkerut hingga kedua sudutnya saling bertemu.
"Sepertinya belum," jawab Aisha dengan ragu.
"Atau mungkin, kita saling mengenal? Sepertinya aku pernah melihat wajah yang seperti ini di suatu tempat, wajahmu benar-benar familiar, maaf."
Mendengar perkataan pria itu, sontak Aisha tertawa terbahak-bahak, rasanya lega sekali, dirinya bisa melepaskan semua masalahnya untuk sementara setelah mendengar laki-laki itu, yang berbicara tentang wajah yang dimiliki Aisha.
"Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?"
"Tidak-tidak. Saya hanya merasa terhibur saat kamu mengatakan bahwa seseorang dengan wajah seperti ini pernah kamu temui di suatu tempat. Saya merasa kamu sedang mengejekku," jawab Aisha dengan nada bahagia.
"Tidak, aku tidak mengejekmu." Pria itu langsung panik saat Aisha mengatakan itu.
"Iya saya tahu, saya hanya bercanda."
"Tapi aku tidak bercanda. Aku Arman, kamu pasti Aisha?" pria itu menunjuk Aisha dengan percaya diri.
"Hah, kamu Arman?" Aisha menganga tidak percaya.
"Iya aku Arman, jadi kamu benar-benar Aisha? Aisha temanku di SMP dulu, kan?" tanya Arman kembali untuk memastikan, yang Aisha benarkan lewat anggukan.
"MasyaAllah. Aku tidak percaya kalau kamu benar-benar Arman. Kamu beda banget dari yang aku kenal dulu, mangkanya aku tidak sadar kamu tadi itu kamu."
"Beda gimana? Aku makin jelek gitu?" Arman tertawa puas.
"Bukan itu loh maksud aku."
"Terus apa? Aku tampan? Aku juga tahu itu, sudah banyak yang mengatakannya. Kamu juga lebih cantik sekarang."
"Oh iya, Arman. Aku minta nomor kamu saja, ya. Aku lagi buru-buru soalnya."
"Oh iya, boleh." Yudha mencondongkan tubuhnya ke arah Aisha yang berada di dalam mobil.
Ting
"(Oh, jadi ini kelakuan kamu di belakang Yudha, Aisha)" Sebuah pesan singkat yang seseorang kirim beserta foto yang memperlihatkan kedekatan Aisha bersama temannya, yang tidak lain adalah Arman.