Chereads / Wanita yang dicintai suamiku / Chapter 5 - HADIRNYA WANITA ASING

Chapter 5 - HADIRNYA WANITA ASING

Ting...

Mendengar bel rumahnya berbunyi, dengan cepat Aisha mengusap wajah untuk menutupi kesedihannya tersebut. Dengan langkah yang cepat Aisha berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya. 

"Aku lupa sesuatu," ucap pria tampan yang tidak lain adalah Yudha.

"Apa yang kamu tinggalkan, Mas? Biar aku saja yang bawa," tanya Aisha saat suaminya berjalan masuk melewatinya bergitu saja.

"Tidak ada, hanya barang kecil yang harus aku berikan kepada seseorang," jawab pria itu seraya berlari kecil menaiki anak tangga.

Aisha mengernyit, ia sama sekali tidak tahu kalau suaminya membeli barang untuk dia berikan kepada seseorang. Dia menunggu suaminya di bawah tangga dengan tatapan sendu dibalik senyumannya yang mempesona.

"Sudah ketemu, kalau begitu aku langsung berangkat, ya." Yudha melengos begitu saja dari hadapan istrinya, tapi Aisha langsung mengejarnya sampai ke halaman rumah.

"Mas, tunggu dulu sebentar!" 

"Ada apa, Aish. Aku sudah terlambat."

"Maaf, tapi kado itu untuk siapa?" tanya Aisha dengan mimik wajah penasaran.

"Oh ini." Yudha menatap benda kecil yang dibungkus cantik di tangannya. "Ini untuk temanku, hari ini dia ulang tahun, jadi aku membelikan dia barang ini sebagai ucapan," jawab Yudha dengan nada yang sangat meyakinkan.

"Oh baiklah, hati-hati ya."

"Tentu, aku berangkat ya." Pria itu mendaratkan elusan halus di puncak kepala Aisha, tapi elusan itu terasa semakin hambar dan dingin.

Yudha adalah tipe suami yang bertanggung jawab, ia tidak pernah lalai akan kewajiban lahirnya kepada Aisha. Namun, berbeda dengan kewajiban batin, Aisha tidak bisa mendapatkan hal itu dari suaminya, meskipun Aisha sendiri yang memintanya.

Yudha seolah tidak ada hasrat kepada Aisha. Padahal wanita itu memiliki wajah dan tubuh yang cantik, Aisha juga tidak pernah disentuh siapapun sebelumnya, tapi, bagi Yudha, istrinya itu hanyalah pajangan yang cukup untuk dia sayang dan diperlakukan dengan baik, entah secara lisan, ataupun harta.

Mendapatkan perlakuan baik dari Yudha juga tidak mudah bagi Aisha. Laki-laki itu memang sering bersikap hangat kepada Aisha, tetapi, untuk mendapatkan sebuah kecupan darinya sangatlah sulit, sering kali Aisha harus menunggu waktu berminggu-minggu untuk medapatkan sentuhan pisik dari suaminya, itu pun hanya sebatas elusan ringan dan kecupan kecil di dahinya.

"Siapa teman yang dia maksud?" tanya Elin dengan dahi mengernyit.

"Aku tidak mau untuk kembali bersuudzon. Tapi mana mungkin kado seperti itu diberikan kepada pria." Aisha merasa curiga dengan sikap suaminya yang semakin hari semakin berubah. Bukan hanya tentang perkara Yudha yang semakin sering pulang terlambat, tapi dia semakin jauh dari istrinya, ditambah lagi dengan kado kecil yang tadi dia bawa. Kado itu persis seperti kotak cincin yang ibu mertuanya berikan kepada Yudha, tepat sehari sebelum dia meninggal.

"Tidak, aku yakin, kenyataannya tidak seperti yang aku bayangkan," lanjutnya dengan wajah panik.

***

"Yudha. Apa yang membawamu datang kemari?" Seorang pria beruban berdiri dengan gagah di ambang pintu, mimik wajahnya terlihat keheranan, saat melihat putranya yang selama ini tidak pernah datang menemuinya.

"Ada yang ingin aku tanyakan, Yah," jawabnya datar.

"Baiklah, ayo masuk!" Pria itu berjalan meninggalkan pintu disusul Yudha yang mengerkor di belakangnya.

"Apa kamu hanya datang karena alasan tertentu?" tanya pria itu seraya duduk di hadapan Yudha. 

Semenjak ibunya tiada, Yudha lebih sering menyibukan dirinya dengan pekerjaan, bahkan dirinya sama sekali tidak ingat, kapan terakhir kali ia berkunjung ke rumah ayahnya. Yudha masih terlalu kesal atas pernikahan yang orang tuanya paksakan, sehingga dia merasa tertekan setiap kali melihat wajah mereka, termasuk Aisha yang kini menjadi istrinya.

Yudha tersenyum datar. Terlihat dari caranya memandang, sepertinya Yudha masih sangat kesal dengan ayahnya yang juga ikut andil dalam pernikahan dia dengan Aisha. Tubuh tinggi dengan kulit putih bersih, ditambah jambang tipis di wajahnya, membuat ia terlihat maskulin. Seorang Yudha yang bisa menarik perhatian kaum hawa hanya dengan pisiknya tersebut, duduk di hadapan ayahnya dengan leluasa.

"Aku tidak bermaksud. Ayah juga tahu, alasanku melakukan semua ini," jawab Yudha.

"Sudahlah Yudha, semua sudah berlalu, lagipula dia sudah menjadi istrimu sekarang, bahkan kamu juga memiliki hak penuh atas perusahaan milik ibumu, apa itu tudak cukup memuaskan bagimu?"

"Apa Ayah pikir aku bahagia hanya dengan menguasai perusahaan itu?" Aku ingin berpisah dengannya." Yudha mendengus.

"Apa yang kamu pikirkan, Yudha? Ibumu memberikan perusahaan itu karena Aisha, apa kamu tega meninggalkan wanita itu begitu saja. Tidak, aku tidak ingin kamu berpisah dengannya, sebaiknya kamu segera memberiku cucu," bantah ayahnya dengan tegas.

Yudha berdiri, lantas menimpali ucapan ayahnya dengan nyaring, "Bagaimana mungkin aku memberimu cucu, jika aku saja tidak mengharapkan pernikahan ini terjadi." 

"Aku memang setuju untuk menikahi Aisha, tapi semua itu aku lakukan untuk mendapatkan apa yang menjadi hakku. Dan kini aku sudah mendapatkannya," lanjut Yudha dengan tegas.

"Apa kamu sudah gila, Yudha!" bentak ayahnya tidak kalah nyaring. Meskipun pria itu terkesan santai dan tidak terlalu menyukai Aisha, karena dirinya yang belum juga mendapatkan cucu, tapi dia juga tidak menyetujui kata-kata Yudha yang sudah melewati batas.

"Sudahlah, Yah. Aku sudah tahu apa yang akan Ayah katakan, dan aku tidak datang ke sini untuk mendengar semua ini. Aku hanya ingin tahu, apakan warisan yang ibu berikan kepadaku, akan tetap menjadi milikku jika aku menceraikan Aisha?" tanya Yudha, yang sontak saat itu juga membuat pria yang berstatus sebagai ayahnya terkejut seketika.

*** 

"Aisha!" teriak seorang perempuan dari dalam mobil saat Aisha ke luar dari dalam toko kue. Mendengar namanya dipanggil, lantas Aisha langsung mempercepat langkahnya ke arah mobil hitam yang terparkir di halaman toko tersebut.

"Maaf, apa kamu memanggil saya?" tanya Aisha dengan sopan.

"Tinggalkan Yudha, dan biarkan aku memilikinya!" Aisha menganga, ia tertegun mendengar apa yang wanita asing itu katakan. Hatinya terasa tersambar petir dihari yang sangat cerah ini, bagaimana tidak, seorang perempuan yang tidak dia kenali tiba-tiba memintanya untuk meninggalkan suaminya sendiri.

"Siapa kamu yang seenaknya bicara seperti itu? Asal kamu tahu, tidak ada siapapun yang bisa meminta saya untuk meninggalkan mas Yudha, apa kamu paham!" bantah Aisha dengan tegas.

"Oh, aku tidak percaya, ternyata istrinya Yudha yang lemah lembut ini bisa marah juga, baiklah. Perkenalkan, namaku Sarah, kekasihnya Yudha."

Aisha hanya terdiam, lidahnya seakan kelu untuk mengeluarkan kata-kata, dadanya terasa panas dan sesak, rasanya dunia akan hancur dalam sekejap.

"Kenapa kamu diam? Baiklah, jika kamu tidak bisa memberiku jawaban, maka aku anggap kamu setuju dengan permintaanku," ujar wanita itu dengan percaya diri.

"Maaf, Yudha adalah suami saya, jika kamu ingin menikah, maka carilah pria yang belum mempunyai pasangan, jangan coba-coba menjadi parasit dalam rumah tangga orang lain!" bantah Aisha dengan nada pelan namun mengandung emosi. Dia melangkah pasti meninggalkan kendaraan tersebut.

"Aisha, asal kamu tahu! Aku bisa saja meminta Yudha untuk menikahiku karena dia sangat mencintaiku. Namun, hal itu tidak kulakukan karena aku masih menghormati keberadaanmu sebagai istrinya." Wanita itu turun dari kendaraannya dan menghampiri Aisha dengan langkah pasti.

Aisha berhenti melangkah. Ia menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap wanita itu dengan berani. Dia tidak ingin terlihat lemah dan tidak berdaya di hadapan orang lain, terutama wanita yang kini mendatanginya.

"Dan iya. Yang menjadi parasit itu bukan aku, melainkan dirimu!" Wanita itu menunjuk Aisha.

"Kami hampir menikah saat itu, tapi tiba-tiba Yudha membatalkan pernikahan yang sudah kami rencanakan karena dirimu. Seharusnya kamu sadar diri, posisimu hanyalah sebagai wanita pendamping di mata hukum, tapi kamu tidaklah berarti di kehidupan Yudha."

"Mungkin istri pajangan adalah julukan yang pantas untukmu," hina wanita itu.

"Aku tidak peduli dengan apa yang kamu katakan. Dan iya, waktu saya lebih berharga daripada meladeni ucapanmu," timpal Aisha seraya tersenyum percaya diri, kemudian dia pergi meninggalkan wanita tersebut.

"Aisha! Kamu sadar kalau Yudha tidak mencintaimu!"