"Aku memaafkan semua yang kamu lakukan padaku, Mas. Seandainya kecurigaanku ini terbukti benar, aku tidak tahu harus berbuat apa nantinya. Namun, aku berharap, semua kecurigaanku adalah salah."
Setelah Aisha selesai menyiapkan sarapan, meskipun dia tahu suaminya akan kembali membuat alasan baru untuk menolak memakannya. Entahlah, kenapa Yudha selalu menghindar dari Aisha, padahal cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu apabila dia terus berusaha untuk mendekat, bukan malah menjauh.
"Mas, sarapan sudah siap, kita sarapan bareng yuk pagi ini," teriak Aisha seraya merapikan tempat makan.
Tidak kunjung mendengar jawaban dari suaminya, Aisha berinisiatif untuk menghampirinya, sekaligus mengecek ponsel Yudha yang mungkin saja bisa membuat rasa penasarannya terobati.
Tuk... Tuk...
Setelah ia mengetuk pintunya, Aisha langsung masuk ke dalam kamar, terlihat Yudha yang tengah terbaring dengan nyenyak. Sepertinya dia sangat kelelahan karena harus kembali bekerja di malam hari.
"Ya Allah, kasihan banget si kamu, Mas. Pasti kamu kecapean." Aisha menghampiri Yudha dengan wajah tersenyum.
"Andai aku bisa memilikimu seutuhnya, Mas." Perlahan Aisha mendaratkan tangan di pipi Yudha, dengan hati-hati ia mengelus wajah pria itu dengan tangan bergetar. Yudha yang merasakan sentuhan di area wajahnya langsung bergerak, sontak membuat Aisha terkejut dan langsung mearik tangannya kembali.
"Ada apa, Aish?" tanya Yudha. Laki-laki itu beranjak dari posisinya.
"Tidak ada apa-apa, Mas. Kamu tidur lagi saja, maaf kalau aku ganggu," jawab Aisha.
"Tidak. Aku juga harus kembali ke kantor," ujarnya.
"Tapi, kamu baru sampai di sini beberapa waktu yang lalu, Mas."
"Pekerjaanku banyak, Aish. Jadi mengertilah!" protesnya.
"Baiklah kalau gitu, Mas Yudha mandi dulu, aku siapkan pakaiannya. Setelah itu, turunlah untuk sarapan!" Aisha menatap Yudha dengan dalam, memohon agar suaminya bisa menemaninya sarapan kali ini.
"Aku usahakan," jawab Yudha kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah memastikan Yudha mandi, dengan cepat Aisha mencari ponsel milik suaminya dan tanpa berlama-lama ia langsung memeriksa isi ponsel Yudha dengan wajah panik. Untunglah ponselnya tidak terkunci, sehingga memudahkan Aisha untuk membukan. Namun, sayangnya, setelah dia memeriksa pesan dan galeri, Aisha tidak berhasil menemukan apapun yang mencurigakan. Semua pesan yang masuk kepadanya hanya membahas tentang pekerjaan.
Aisha mengernyit, meskipun dia masih merasa tidak puas dengan hasil pencariannya, tapi dia bersyukur, ternyata kecurigaannya selama ini tidak terbukti benar.
"Alhamdulillah. Sudah aku duga, kalau selama ini aku salah, tidak mungkin kalau mas Yudha akan berselingkuh di belakangku. Meskipun dia memang tidak mencintaiku, tapi aku percaya kalau dia tidak akan bercinta dengan wanita lain di belakangku."
"Maafkan aku ya Allah. Aku sudah berburuk sangka terhadap suamiku sendiri," gumamnya. Setelah memastikan tidak ada yang dia lewatkan dari ponsel milik Yudha dengan cepat dirinya menyimpan kembali benda tersebut, dan meneruskan kegiatannya.
Aisha menarik nafas dalam, ia terduduk di meja makan sambil memainkan ponselnya, menunggu Yudha turun untuk sarapan sebe;um bekerja.
"Aku sangat senang, karena kecurigaanku selama ini salah. Aku sudah sangat khawatir mengingat dirinya yang semakin menjauh dariku, aku yakin, dia melakukan itu karena dia kelelahan semua pekerjaannya," ujar Aisha. Dirinya merasa lega, rasa penasaran dalam hatinya sedikit mereda setelah memeriksa ponsel milik Yudha.
Derap langkah terdengar menggema menuruni anak tangga, dengan cepat Aisha menoleh ke arah pria yang baru saja turun itu.
"Mas, kamu sudah siap." Aisha menghampiri dengan wajah ceria.
"Ya," jawab Yudha singkat dan dingin.
"Kalau begitu kita sarapan dulu, yuk," ajak Aisha.
"Bagaimana ya." Yudha nampak bingung menjawab ajakan dari istrinya.
"Jangan bilang kamu akan menolak untuk sarapan di rumah lagi, Mas," sanggah Aisha.
"Bukannya aku menolak, Aish. Ini sudah jam sembilan, jam sepuluh nanti aku ada rapat, jadi aku harus segera sampai di sana. Maaf." Lagi-lagi Yudha menampik untuk sarapan bersama Aisha di rumah.
Melihat ekspresi sang istri yang bersedih. Yudha Hermawan, suami yang baru menikahi wanita bernama Aisha Maulina, berhenti menjauh.
"Sayang, hei. Kamu marah lagi karena aku tidak makan sarapan buatan kamu?" tanya Yudha dengan dahi mengernyit, tidak lupa dengan senyuman yang terpasang sempurna darinya.
"Tentu tidak, Mas. Aku sudah terbiasa dengan penolakanmu yang sangat halus ini," bantah Aisha dengan cukup tenang, tanpa menatap Yudha.
Aisha tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan memperhatikan cara Yudha yang menatapnya dengan dingin, sungguh tidak ada sedikit pun hati yang Yudha berikan untuk Aisha, yang sudah berbulan-bulan ini mengabdikan hidupnya untuk dirinya.
'Padahal aku sudah senang setelah memastikan kamu tidak bermain-main di belakangku, mas. Namun kamu kembali menolak permintaanku. Apa sulitnya untuk kamu menghabiskan waktu bersamaku? Hanya butuh waktu beberapa menit saja sampai kamu menghabiskan dua roti itu, dan duduk berdua bersamaku.'
"Baguslah kalau begitu, aku berangkat kerja dulu, ya. Assalamualaikum." Yudha tersenyum simpul kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening istrinya tersebut dengan kasar.
"Wa'alaikumsalam."
Setelah Yudha pergi, Aisha langsung menangis tersedu-sedu, melepaskan semua air mata yang sedari tadi ia bendung. Yudha masih saja bersikap dingin kepada Aisha, padahal pernikahan mereka sudah berjalan delapan bulan lamanya.
Pernikahan Aisha dengan Yudha, terjadi atas dasar perjodohan antara kedua orang tua mereka. Ibu Yudha meminta Ayu, ibunya Aisha untuk menjadikan putrinya sebagai menantunya, hingga hal itu sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
Sebelum meninggal, ibunya Yudha memaksa putranya tersebut untuk segera menikahi Aisha, hingga Yudha yang sudah memiliki kekasih yang akan segera ia nikahi terpaksa mengikuti permintaan sang ibu. Seminggu setelah pernikahan terjadi, beliau meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya selama ini.
Menurut cerita, dulu orang tua mereka adalah teman baik, bahkan perjodohan itu pun terjadi atas permintaan Maya almarhumah ibunya Yudha, karena merasa berhutang kepada Ayu yang selalu ada untuknya selama dia sakit.
Yudha memberontak saat ibunya memaksa dia untuk menikahi Aisha. Namun, saat ibunya mengatakan kalau Yudha tidak akan mendapatkan apapun apabila tidak menikahi wanita pilihannya, maka Yudha pun bersedia.
"Aku sadar, pernikahan kita memanglah atas dasar perjodohan, mas. Delapan bulan sudah pernikahan kita berlangsung. Aku pun mengakui kalau kamu masih enggan untuk mengakuiku sebagai pendamping sahmu. Bukan sekali dua kali kamu mengabaikanku, dan membiarkanku sendirian di rumah tanpa perhatian dan kasih sayangmu, hanya saja selama ini aku masih diam dan sabar, karena aku yang sudah terlajur mencintaimu, mas. Dulu, saat ibumu masih ada, dia yang selalu mendukungku dan bersabar terhadapmu, tapi kini tidak, mas. Aku tidak bisa memberitahu keadaanku kepada orang lain, bahkan ibuku sendiri.
Sejak kematian Maya, ibu mertuanya. Aisha merasa tak ada pendukung yang membuatnya lebih kuat menghadapi sikap dan sifat buruk suaminya, sampai saat ini, puncak perubahan Yudha semakin nyata terasa, Aisha semakin lemah.
"ku harus bagaimana, mas? Aku tidak mau pernikahan ini sia-sia." Rintihan itu terdengar memilukan.
Delapan bulan sudah pernikahan mereka terjalin, dan selama itu juga Yudha tidak pernah memenuhi hak Aisha sebagai seorang istri. Sering kali Aisha memaksa Yudha untuk memberikan haknya, tapi laki-laki itu selalu beralasan dan menolak untuk melakukannya.
"Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini, Mas? Aku sangat lelah, belum lagi ayahmu yang selalu memaksaku untuk memberikannya cucu," ujar Aisha dengan linang air mata.