"Apa maksud dari perkataanmu, Mas?" Aisha tercengang rasa tidak percaya.
Hati Aisha langsung mencelos saat mendengarnya, rasa sakit dan heran kini berkecambuk dalam pikirannya. Aisha tidak menduga kalau hal ini yang dia bicarakan, wajah Yudha kini memandang Aisha dengan tatapan tajam. Sungguh terasa perih bagi Aisha.
Aisha berdiri menghadap laki-laki itu dengan berani. Dahinya mengernyit dengan penuh keheranan. Yudha memalingkan wajahnya, kemudian berdiri lantas kembali mengamati istrinya.
"Kamu tahu kalau aku tidak mencintaimu, Aish," Yudha memandang Aisha dengan tatapan menusuk.
Dengan cepat Aisha membuang pandangan darinya. Dia tidak mau tatapan mata itu menambah luka di hatinya. Dengan lantang dan tanpa rasa bersalah Yudha telah mengakui peran Aisha yang tidak ada artinya. Tidak ingatkah dia, kalau wanita itu adalah istrinya.
Dengan tubuh bergetar, Aisha memberanikan diri mendekati Yudha, dengan berharap, kalau dirinya tidak mendengar semua ini, kalimat yang membunuhnya saat detik itu juga. Rasanya pertahanan diri roboh dengan sendirinya saat Yudha mengatakan semua itu.
"Karena kamu tidak berusaha untuk mencintaiku, Mas," timpal Aisha dengan nada bergetar.
"Sudah, tapi aku tidak bisa."
"Sudah bagaimana, Mas? Kamu selalu menjauh dariku, kamu menghindariku dengan semua alasan yang selalu kamu buat ... apa mungkin kamu mencintai wanita lain, Mas?" tanya Aisha dengan wajah cemas.
"Apa-apaan kamu ini. Sudah bagus aku menikahimu, aku memberikan semua yang kamu butuhkan. Dan ini balasanmu? Kamu menuduhku berselingkuh?" bentak Yudha.
Deg
Aisha tercengang dengan wajah kaget setengah mati, itu kali pertama Yudha menaikan nada bicara kepadanya. Air mata seketika turun dengan derasnya, luka hati yang selama ini Aisha coba untuk sembuhkan, kini semakin membesar.
"Kamu pikir, kamu sudah memenuhi kebetuhanku? Tidak, Mas. Kamu sama sekali tidak memenuhi kebutuhanku," bantah Aisha dengan merintih.
"Apalagi yang kamu butuhkan dariku, Aisha?"
"Hakku sebagai seorang istri, kamu tidak memberiku nafkah batin, Mas. Kamu tidak memberiku ruang dalam hatimu, dan kamu tidak pernah mencintaiku," jawab Aisha dengan nyaring.
"Aisha!"
Yudha kembali membentaknya. Aisha masih memandang Yudha dengan penuh amarah. Menyadari nada bicaranya yang berlebiha, Yudha membuang wajah seraya berdecak kesal.
"Aisha, aku pertegas lagi. Dari malam pertama pernikahan kita, aku sudah memberitahu hal ini padamu. Lalu, kenapa sekarang terasa sulit bagimu untuk menerima kenyataan ini?"
"Karena tanpa sadar, aku telah jatuh cinta padamu, Mas," jawab Aisha refleks. Aisha langsung menunduk dengan bibir yang bergetar hebat setelah mengatakan kalimat itu.
Yudha yang sebelumnya tahu, kalau Aisha juga tidak pernah menyukainya, kini terdiam dengan wajah terkejut. Kedua mata itu kini menatap Aisha tanpa berkedip. Aisha berusaha keras menahan air matanya untuk tidak kembali jatuh. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapannya.
"Seharusnya kamu tidak melakukannya, Aisha. Bukankah aku sudah memperingatkanmu, agar tidak salah menafsirkan sikap baikku selama ini!"
Kini dadanya terasa semakin sesak. Aisha menggigit bibir bawahnya, perlahan Aisha mengepalkan kedua tangan untuk mengalihkan rasa sakitnya.
"Baiklah. Lupakan semua yang sudah aku katakan. Kini aku mau bertanya padamu, Mas."
"Untuk apa kamu menikahiku, Mas? Apa hanya karena warisan? Apa karena ibu yang tidak bisa memberikan perusahaannya kepadamu sebelum kamu menikah denganku? Itu?"
Yudha terkejut, ini kali pertama dirinya melihat Aisha semarah itu. Selama ini, yang Yudha ketahui hanya Aisha wanita yang baik, dan tidak suka membantah.
"Salah jika kamu berpikir aku tidak bisa marah, Mas. Aku juga manusia, dan aku punya hati."
"Aku tegaskan kepadamu. Aku tidak akan pernah mau pisah denganmu, dan kalau pun kamu tetap ingin berpisah denganku, bersiaplah kamu akan kehilangan semuanya!" Aisha membuang pandangannya dari Yudha. Hal itu sengaja
Kring... Kring...
Dering telepon menyadarkan keduanya dari perbincangan. Menyadari ponselnya berdering, dengan cepat Yudha meninggalkan ruangan itu dan menerima panggilan tersebut. Aisha yang masih bertanya-tanya tentang perkataan suaminya itu pun harus menunggu Yudha menyelesaikan urusannya di telepon.
"Baiklah, aku akan datang ke sana," ucap Yudha yang dapat Aisha dengar.
"Mas, ada apa?" tanya Aisha dengan tegas. Dirinya benar-benar takut jika Yudha akan menjatuhkan talak kepadanya.
Pernikahan mereka masih sangat baru, dan Aisha selalu berharap kalau suatu hari nanti, pernikahannya akan sangat harmonis.
"Tidak perlu dibahas lagi, tadi aku salah bicara. Aku pergi dulu." Yudha melengos dari hadapan Aisha dengan tergesa, wajahnya terlihat khawatir. Yudha menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja dan pergi begitu saja.
"Tapi, Mas. Ada apa? Kamu mau pergi ke dmana?"
Susah payah Aisha berusaha mengejar Yudha dan meraih tangannya. Namun menyakitkan sekali kala tangannya itu ditepis Yudha dengan kasarnya.
"Ada urusan mendesak di kantor. Aku akan pulang pagi. Sepertinya aku haru nginap di kantor, dan ya. Tentang ucapanku tadi, jangan kamu pikirkan, aku sedang banyak pikiran!" Yudha menoleh kemudian mendaratkan sebuah kecupan di dahi istrinya dengan kasar.
Kecupan itu sama. Aisha selalu merasa, kalau apa yang Yudha lakukan adalah demi menutupi rahasianya. Kini semakin transfaran. Yudha berubah sangat jauh dari yang Aisha harapkan.
"Ada apa denganmu, mas? Kenapa kamu seperti ini? Apa salahku sampai-sampai kamu bersikap seperti ini kepadaku?" Aisha memandangi laki-laki itu yang perlahan hilang dari pandangannya, bersamaan dengan kendaraannya.
"Siapa yang menghubungi mas Yudha, sampai dia rela meninggalkanku demi menghampirinya," gumam Aisha. Ia mencoba menepis pikirannya yang menyangkut pautkan perubahan Yudha dengan wanita yang ibunya maksud.
"Lebih baik aku tidur, aku sangat lelah jika harus terus menangis seperti ini."
***
"Pagi, Aisha." Seorang perempuan cantik tersenyum lebar, menyambut Aisha yang membuka pintu rumahnya saat mendengar bel berbunyi.
"Pagi juga, Nel. Ayo masuk!" ajak Aisha.
"Wah, aku sudah lama tidak datang menemuimu, Aish. Kamu apa kabar?" tanya Neli.
"Aku baik-baik saja, Nel."
Neli adalah sahabat baik Aisha sejak SMA dulu. Neli adalah satu-satunya orang yang tahu tentang kehidupan Aisha, rumah tangga, dan masa lalunya. Aisha selalu memberitahu Neli tentang semua hal yang dia alami. Namun, sejak perubahan yang terjadi dengan suaminya, Aisha tidak pernah mengatakan apapun, karena merasa malu.
"Bagaimana dengan Yudha?" Neli menatap Aisha dengan wajah penasaran.
"Apa dia masih dingin? Kamu sudah lama tidak memberiku kabar apapun," lanjutnya.
Aisha terdiam, mulutnya seakan terkunci, mendengar nama suaminya disebut, ada luka yang tiba-tiba begitu menyakitkan di dalam hatinya. Ingin sekali dia menangis terisak seraya memeluk temannya, tapi dia sangat malu untuk melakukan itu.
"Aisha? Apa kamu baik-baik saja?" Neli menepuk pundak Aisha.
"Ah iya. Tenang saja, aku dan mas Yudha baik-baik saja," jawab Aisha disusul tawa yang dibuat-buat olehnya untuk menutupi kesedihan.
"Aisha. Kamu tidak bisa bohong kepadaku," ujar Neli menepis jawaban Aisha.
"Tidak, Nel. Aku baik-baik saja." Aisha terkekeh.
"Lalu, kenapa matamu bengkak seperti itu? Sepertinya kamu sering sekali menangis."
"Aku tidak tahu, Nel. Dari kemarin aku merasa mual dan pusing," jawan Aisha.
"Astaga, apa itu benar?" Neli mendekat ke arah Aisha dengan mimik wajah sumringah.
"I-ya, memangnya kenapa?"
"Apa kamu tidak tahu, Aish. Kalau orang yang sudah menikah, merasakan mual dan pusing, itu berarti dia sedang hamil," jawab Neli histeris.
"Ah masa si?" Aisha mencoba menepis hal itu jauh-jauh. Mengingat Yudha yang sama sekali tidak pernah menyentuhnya.
'Bagaimana aku bisa hamil, Nel. Suamiku saja tidak sudi untuk menyentuhku,' batin Aisha.
"Tanda-tanda orang hamil itu seperti itu, Aish. Apa kamu tidak pernah dengar? Apa jangan-jangan, kamu sudah tahu kalau kamu sedang hamil, dan tidak mau memberitahuku."
"Tidak, Nel. Aku tidak yakin kalau aku sedang hamil. Mungkin aku masuk angin, soalnya suka lupa makan," bantah Aisha dengan wajah datar.
'Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia sepertinya sangat murung,' batin Neli. Dia merasa heran dengan temannya yang tidak seceria sebelumnya.
"Eh ada tamu," ucap Yudha seraya masuk ke dalam rumahnya dengan wajah kusut.
"Eh, Mas. Kamu sudah pulang, maaf aku gak dengar suara mobilmu," ucap Aisha sembari menghampiri suaminya dengan wajah senang.
"Tidak apa-apa. Aku mau ke kamar dulu, mau bersih-bersih." Belum sempat Aisha meraih tangan Yudha untuk mencium tangannya, Yudha langsung melengos begitu saja.
"Sepertinya dia sangat lelah," ujar Aisha dengan santai, untuk menghindari kecurigaan Neli dengan sikap Yudha.
"Aisha. Suamimu tidur di kantor?" tanya Neli dengan wajah penasaran.
"Iya, Nel. Semalam dia dapat telepon penting dari kantornya, alhasil dia harus balik lagi dan tidur sana," jawab Aisha.
"Apa kamu tidak merasa curiga, Aish." Mendengar itu, sontak Aisha langsung menoleh ke arah Neli dengan tatapan aneh.
"Apa maksudmu, Nel?" tanya Aisha.
"Tidak apa-apa, Aish. Jangan pikirkan ucapanku barusan. Aku harus pergi sekarang, takut telat masuk kerja, dah." Neli memeluk tubuh Aisha kemudian pergi dengan tergesa-gesa.
"Ada apa dengannya." Aisha bertanya-tanya dengan apa yang Neli ucapkan tadi, apa yang harus dirinya curigai. Apa ini ada hubungannya dengan wanita yang ibunya maksud?
"Apa mungkin mas Yudha berselingkuh dariku?"