Chereads / Air Mata Raya / Chapter 2 - Bukan Axel

Chapter 2 - Bukan Axel

Betapa beringasnya Axel menggagahi Raya hingga perempuan yang telah bekerja sekitar dua bulan itu tak sadarkan diri.

Bu Amel memukul meja dan mematikan laptop. Tidak sanggup kalau harus melihat kekejian yang dilakukan anaknya itu lebih lanjut.

Bu Amel menghubungi dokter yang tadi menangani Raya.

"Bagaimana Bu dokter keadaan Raya? M—maksudnya, apa perlu ke psikolog?" tanya Bu Amel setelah mengucap salam.

"Iya Kak Mel, menurutku mendingan ke psikolog deh,"

"Ada rekomen gak?"

"Ada. Nanti aku kirim nomernya. Tenang aja ya Kak. Semoga Raya segera pulih kejiwaannya," terang Bu dokter seraya pamit akan menutup telepon.

Menelpon Axel dan mencoba menenangkan diri. Bu Amel bahkan tidak sadar saat eksimnya kembali kembuh. Hampir seluruh badan tumbuh bentol yang lebar.

"Kok, badan panas bangat ya," celetuk Bu Amel seraya melihat tangan. Matanya membulat dan langsung ke kamar mengambil obat.

Turun ke bawah asisten rumah tangga sementara sedang memasak. Bu Amel minta tolong agar dibuatkan teh jahe hangat.

Meminumnya sedikit demi sedikit. Suara salam dari putra kesayangan membuat hati Bu Amel kembali perih.

Menggandeng Axel dan mengajak ke ruang kerja Ayahnya. Bu Amel memerintah Axel untuk membuka rekaman cctv.

Bu Amel keluar karena nggak sanggup menahan air mata. Menangis lalu mengintip Raya yang masih tertidur karena efek obat penenang.

Psikolog yang direkomendasikan Bu dokter sampai. Memeriksa Raya yang masih terjaga tidurnya. Raya membuka mata dan berteriak. Psikolog mencoba menenangkan.

"Raya, aku akan tanggung jawab,"

Tiba-tiba Axel masuk ke kamar Raya dan berkata demikian. Psikolog dan Bu Amel menoleh ke Axel.

Raya menangis histeris dan psikolog meminta Axel untuk keluar.

"Bu, tolong katakan ke Raya aku akan tanggung jawab!" pinta Axel sesaat dia akan menutup pintu. Anggukan pun Axel dapat dari dokter ahli kejiwaan itu.

"Untuk sementara waktu jangan ada lelaki yang masuk kamarnya dulu ya!" pesan psikolog setelah memeriksa Raya.

Axel menatap nanar lalu mengacak rambut frustasi. Mengantarkan psikolog hingga ke depan. Bu Amel lalu memeluk putranya itu.

"Jadilah lelaki yang bertanggung jawab," bisik Bu Amel.

"Iya Mah. Walaupun Axel tidak cinta sama itu bocah. Tapi, Axel udah ngehancurin masa depannya,"

"Berjanjilah untuk tidak minum lagi!" pinta Bu Amel seraya melepas pelukan. Axel masih terpaku dan menunduk.

"Berjanjilah Axel Bryan!" gertak Bu Amel dengan tangan kanan menepuk bahu Axel. Axel mengangguk dan masih menunduk.

"Katakan Axel!"

"I—ya Mah. Axel janji ng—gak minum lagi!" ucap Axel seraya membentuk huruf 'v' dari kedua jari.

Timbulnya pelangi di sore hari ini tak terlihat indah bagi Axel. Axel berdiri ditepi kolam renang dan menatap pelangi yang tampak suram dan tak lama menghilang.

Axel menyesali semua perbuatannya terhadap Raya yang diluar dugaan. Tepukan di bahu menyadarkan lamunan Axel.

"Coba ceritakan ke Mamah. Karena heran aja, kamu kan biasa minum dan nggak pernah begitu kan sebelumnya?"

Axel menatap manik mata wanita yang telah melahirkannya itu dengan pilu. Menitikan air mata lalu Axel memeluk sang Mamah.

Setelah agak legak Axel melepaskan pelukan dan berjalan masuk ke dalam. Bu Amel menghembuskan nafas dalam dan ikut masuk.

Axel sedikit membuka pintu kamar Raya. Dia melihat da air matanya membasahi pipi. Betapa dia telah berbuat jahat ke wanita polos itu.

Axel mengingat manakala hari pertama Raya masuk kerja. Menggunakan vacum cleaner begitu kewlahan dan ujung-ujungnya Axel yang mengajarkan Raya karena bi Nasmi sedang masak.

Menguras kolam renang bukannya benar malah kecebur. Axel yang menyelamatkan karena Raya yang tidak bisa berenang.

Merusak pajangan milik Bu Amel berupa sebuah boneka beruang dari keramik saat membersihkannya karena terlalu keras menekan. Raya yang nangis dan ketakutan membuat Axel nggak tegak.

Axel berinisiatif mengeratkan kembali pajangan yang terbelah itu dengan lem Korea. Namun, Bu Amel mengetahui dari rekaman cctv yang selalu

di cek Bu Amel.

Axel dan Raya dihukum berdiri di halaman hingga sore. Baru tiga jam Raya terjatuh pingsan dan Axel juga yang menggendong Raya ala bridal style ke kamarnya. Setelah pulih Raya meminta maaf ke Bu Amel dan bersedia gajihnya dipotong.

Raya juga minta maaf ke Axel karena gara-gara dia Axel ikut dihukum. Axel tidak masalah, baginya Raya seperti saudara perempuan Axel.

Axel yang selalu sendirian di rumah. Bi Nasmi yang tuna rungu sungguh tidak bisa diajak sekedar bercanda.

Kedatangan Raya di hampanya keluarga Bryan memberi warna sendiri bagi Axel.

"Andai kita tidak terlalu akrab. Mungkin aku tidak akan semenyesal ini," lirih Axel seraya menutup pelan pintu kamar Raya.

Axel menutup wajahnya dengan bantal. Dia tumpahkan semua sesal yang kian membuncah saat mendengar Raya berteriak.

Axel meminta ketemuan dengan Kiara sang kekasih. Kecanggungan pun tercipta membuat Kiara mengernyit.

"Kenapa, kok nggak balas cium pipiku," heran Kiara dan mulai duduk disamping Axel.

Sebuah restauran jepang yang bertema lesehan ala orang Jepang asli jadi tempat pertemuan mereka.

Axel dan Kiara makan tanpa ada yang bicara tidak seperti biasanya. Kiara mulai kesal dan mencubit paha Axel pelan.

"Kamu kenapa sih sayang,"

"Maaf, Ki. Kayaknya aku nggak bisa lanjutin hubungan kita!" lirih Axel sambil menunduk.

"Apa? Katakan sayang kalau ini hanya bercanda. Kamu hanya lagi ngerjain aku kan!"

Axel menggeleng dengan buliran air mata yang jatuh makin mempertegas bahwa ini keputusan Axel.

Byur!

Segelas air teh hijau hangat mendarat tepat wajah Axel. Kiara bangun berdiri dan melangkah pergi.

Semua mata para penikmat makanan dari negeri sakura itu tertuju ke Axel. Tak ada yang bisa Axel lakukan selain diam.

Axel bersyukur mendengar penuturan dari Mamahnya jika Raya sudah agak mendingan. Tadi juga Raya mau makan.

"Mah, sat Raya sudah bisa mengontrol rasa takutnya. Tolong kataka aku akan menikahinya!"

"Iy sayang," sahut Bu Amel pelan.

"Tapi kuliah kamu tetap berjalan ya!" pinta Bu Amel yang sedang menyeka air matanya itu.

"Iya Mah. Axel akan kuliah sambil kerja," kata Axel yakin.

"Kamu nggak perlu kerja sayang. Mamah akan memberi kamu modal untuk buka usaha dan kamu hanya jadi bosnya yang memantau saja. Ada orang kepercayaan Mamah yang akan menghandle,"

"Terima kasih Mah," ucap Axel legak dan kedua insan berbeda jenis dan usia itu pun berpelukan saling menguatkan.

"Raya, makan ya!" kata Bu Amel dengan seorang wanita yang ditugaskan untuk merawat Raya itu sedang menyodorkan sesendok nasi dan lauknya ke depan mulut Raya.

Raya tersenyum dan mulai membuka mulut lebar. Bu Amel dan Axel yang mengintip di pintu yang sedikit terbuka tersenyum.

"Aku besok akan sibuk lagi. Kadi aku minta kamu mengurus Raya ya!" pinta Bu Amel ke perempuan yang akan mengurus Raya.

"Tidakkk!"