Chereads / Air Mata Raya / Chapter 4 - Kok Bibi Tahu?

Chapter 4 - Kok Bibi Tahu?

Axel dan Mamhnya sangat tidak setuju dengan pemikiran Pak Bryan itu. Namun, keduanya tidak bisa apa-apa.

Axel memukul kepala dengan tangannya sendiri. Dia begitu kacau. Axel mengacak semua yang ada di kamarnya.

"Aku benci minuman setan itu! Tak akan aku minum lagi, tak akan pernah!" racau Axel seraya menatap nyalang sebotol wine yang berada diatas lemari pendingin.

Axel menghampiri dan memecahkannya. Naya yang mendengar kebisingan dikamar Axel pun menghampiri dan mengetuk pintu.

"Pergi kamu Nay!"

"Jagain Raya yang benar, gak usah urusin gue!"

"Aku hanya takut anda kenapa-kenapa tuan," ucap Naya dibalik pintu.

"Aku sudah gede Nay. Pergiii!"

Dengan rasa takut dan bimbang Naya kembali lagi ke kamar bawah kamarnya Raya dan dirinya.

Axel tidak masuk kuliah karena masih kacau pikirannya. Orang tua kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Axel melangkahkan kaki, membawa motor dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Brugh!

Kedua pasangan yang sedang melakukan hubungan suami istri terperangah. Saat Axel membuka pintu kamar kawannya itu yang tidak terkunci.

Dengan gerakan sang lelaki menutup rapat badan sang wanitanya. Sementara itu Axel membelakangi mereka.

"Ngetuk pintu dulu ke," oceh rekan sejawat Axel setelah selesai memakai pakaian.

"Maaf Jack, gue gak tahu kalau luh lagi ...," ucap Axel merasa tidak enak.

"Iya gak apa-apa. Lain kali jangan begitu ya!" pinta Jack dengan mengedipkan mata. Seakan tahu maksud kawannya itu Axel keluar kamar dan akan menutup pintu.

"Kunci Jack!" Axel memperingatkan. Jack menghampiri dan mengangguk.

"Maaf ya bro, dibawah dulu ya nanggung ini!" kata Jack dan Axel pun langsung begidig ngeri seraya menutup pintu.

"Masak apa bi?" tanya Axel seraya mengambil satu paha ayam goreng.

"Capcay tuan Axel," sahut bibi semangat.

"Aku nggak tahu kalau Andira masih dirumah," lirih Axel yang sedang mengambil kursi dan mendudukinya.

"Iya. Nyonya Andira kan lagi cuti. Emang kenapa gitu,"

"Ng—gak, hee,"

Wajah Axel memerah dan bibi pun menggeleng.

"Jangan samain kayak tuan Jack lagi bujang nyelonong masuk kamarnya aja!"

Axel menelan saliva yang terasa sulit itu. Bibi memberikan segelas air putih dan Axel langsung meminumnya.

"Kok, bibi tahu?"

"Ya tahu lah. Baru bibi mau bilang jangan buka pintu kamar eh udah dibuka aja," ujar bibi sambil merapihkan meja makan.

"Bibi tahu mereka lagi ...,"

"Nggak kalau itu mah. Bibi nggak tahu. Tapi, adab tuan. Kalau mau memasuki kamar ke seseorang yang sudah menikah ya harus ketuk dulu, salam dulu. Eh, tapi harus sih itu mah kesiapa pun juga. Jangan asal buka aja!"

"Iya Bi. Tadi aku buru-buru karena lagi galau. Eh, pas tadi melihat Jack yang gelagapan menutup badan Andira dengan selimut dan dia sibuk memunguti pakaian yang berserakan aku jadi merasa terhibur loh," ucap Axel panjang lebar.

"Makanya nikah biar bisa seperti mereka setiap saat!"

Axel terdiam. Merasa terpukul dengan ucapan asisten rumah tangga kawannya itu. Bibi sudah selesai semua urusan makanan.

"Maaf bro nunggu lama ya!" ucap Jack dengan mendekati Axel yang termenung di kursi makan.

"Gue yang seharusnya minta maaf. Tadi gue lupa kalau lu udah punya istri bro," jawab Axel jujur.

"Hey, Axel apa kabar?" sapa Andira dengan ramah tanpa ragu. Axel tertunduk malu.

"Ya Alhamdulillah Dir. Maaf ya ta—,"

"Sudahlah, yang penting kan gak lihat badan gue," potong Andira.

"Yuk makan!" ajak Andira seraya menuangkan nasi dan lauknya ke piring Jack.

"Enak ya pengantin baru. Pagi pun jadi," celetuk Axel yang dapat polesan di kepalanya oleh Jack.

"Kuliah dulu yang bener. Kerja yang seurius baru dah lu pikirin nikah. Biar kayak gue gak minta bantuan orangtua," kata Jack memberi wejangan.

"Ya kan Andira juga kerja," sahut Axel dengan menyendokkan nasi dan lauk sendiri.

"Aku hanya guru private bahasa Inggris Xel. Gajihnya hanya cukup buat beli kuota doang. Untuk semuanya ya dari Mas Jack," tutur Andira yang dibalas anggukan oleh Axel.

"Luh kan kerjanya siang bro. Temani gue dong!" pinta Axel dengan memohon.

"Iya apa sih yang nggak buat lu,"

"Gue mau kerja dong Jack!" pinta Axel setelah mereka makan dan kini diruang santai.

"Maksud lu?" heran Jack sambil mengernyitkan kening.

"Gue mau nikah muda Jack. Ya walaupun Mamah akan menjamin tapi kan gue lelaki yang harus menafkahkan istri," papar Axel.

"Kuliahnya lulusin dulu Xel!" bentak Jack.

"Gak bisa Kak,"

"Nah gitu dong manggilnya Kakak. Gue kan ponakan Mamah lu,"

"Iya Kak. Ada lowongan nggak di cafe?"

"Nggak ada Xel. Lagian gue gak tegak kali. Luh tinggal minta kursi ke bokap lu Xel. Ih, ini anak cari yang susah. Luh mah enak Xel bokap lu pemilik perusahaan. Nah gue?"

"Jack,"

"Iya plin-plan. Tar manggil gue Jack ntar Kakak. Adik sepupu nggak sopan dasar!" celetuk Jack yang ditanggapi menjulurkan lidah.

"Oh iya Kak. Masih ingat gak saat malam kemarin lusa?" tanya Axel. Memijit kening dan mengetuk kepala bagian belakang ke sandaran sofa.

Jack mengernyit dan menatap manik mata Axel yang kian gugup. Axel menunduk manakala Jack memberi tatapan mematikan.

"Kalian hampir melakukan itu. Untung Andira datang dan menggagalkannya. Kamu dalam pengaruh minuman memabukan itu Xel. Andira memanggilku yang emang sedang di depan. Aku membawamu dan Andira membawa mobilmu Xel."

Setelah pintu rumah terbuka lebar aku dan Andira pamit. Gitu sih ceritanya.

"Kalian itu maksudnya siapa?" tanya Axel bingung.

"Ini anak. Ya siapa lagi kalau bukan cewek lu. Makanya kalau pacaran jangan sampai kelewat batas. Jadinya anak orang kan hancur kegadisannya!" pesan Jack dengan tegas.

"Gue sama Kiara hampir a—nu Kak?" tanya Axel penasaran.

"Iya. Parahnya di cafe gue!" geram Jack emosi.

"Tak hanya itu Kak. Raya asisten rumah tangga kami juga aku no—da—i," lirih sekali Axel berucap sambil menunduk.

"Aku benci minuman itu Kak, benci!"

Jack mendekat dan mengelus punggung Axel lalu memeluk dari samping. Axel dan Jack terisak bersama. Andira yang melihat juga ikut merasakan penyesalan Axel terhadap minuman yang membuat hidupnya kacau balau.

Sesampai rumah Axel menemui Naya yang sedang merapihkan piring setelah dicuci.

"Tugas kamu hanya jagain Raya, Nay," suara bariton membuat Naya terkaget.

"Eh, tuan. Aku cuma bantu hal-hal kecil aja kok. Ya, itung-itung gantiin Raya sementara," sahut Naya dengan menunduk.

"Oh. Kamu kuliahnya mulai kapan?"

"Minggu depan tuan," sahut Naya cepat.

"Bagaimana kondisi Raya?" lagi Axel bertanya.

"Alhamdulillah dia mau makan. Hanya saja dia belum mau melihat lelaki terutama tu—an,"

"Bilang sama Raya, nggak perlu takut aku pasti akan menikahinya!" kata Axel yakin.

"Maaf, tuan apa Raya mau dipoligami?"

"Hah. Aku mana paham hal begitu. Nggak lah. Benar kata Raya kamu tuh orangnya berani," ujar Axel diiringi tawa kecil.

"Tapi kan tuan akan menikahi ...,"

"Kiara. Axel hanya akan menikah dengan Kiara," suara lantang terdengar jelas hingga bibir Naya merasa kelu.