Chereads / Air Mata Raya / Chapter 6 - Maaf

Chapter 6 - Maaf

"Kalau lu kabur bagaimana dengan Mamah lu Xel?"

"Iya. Mamah lah yang membuat gue masih bertahan disini. Jack, gue harus bagaimana?"

"Jalani aja dulu. Soal Raya kan belum tahu apa hasil semalam itu bisa berbuah atau enggak. Sebagai kompensasi ya mendingan lu modalin Raya untuk operasi perawan. Kecuali Raya hamil nah itu gue bingung," ucap Jack sambil menatap lelaki dihadapannya dengan dingin.

"Bukan solusi yang gue dapet. Tapi, malah tambah pusing!" pekik Axel memutar bola mata malas. Lelaki yang memiliki tinggi 175 itu pun merebahkan raganya lalu menutup muka dengan bantal.

Jack pun keluar kamar sepupuhnya itu. Memilih untuk pulang dan tak ingin ikut campur lagi urusan Axel.

Amel membangunkan putranya yang begitu terlelap. Axel memicingkan mata lalu tersenyum saat mendapati jika Mamahnya lah yang membangunkan.

"Mah, apa Axel bisa bicara sama Raya?" tanya Axel saat sudah duduk ditepian ranjang.

"Ayo kita coba!" dengan senyum dikulum Amel kemudian mengajak putranya untuk ke kamar Raya.

Naya dan Nasmi yang melihat kedua majikannya itu menuju kamar Raya pun saling menatap lalu mengikuti.

"Raya, ini Ibu Nak! Boleh kami masuk?" ucap Amel dibalik pintu kamar.

"Iya Bu. Gak dikunci kok." Amel menerbitkan senyum saat terdengar sahutan begitu dari Raya.

Raya yang sedang membaca artikel pun kini duduk menyender-kan punggung disandaran ranjang.

Hati Raya berdebar kencang dengan amarah yang menyatu saat melihat ada lelaki yang sudah menghancurkan masa depannya itu di samping Amel yang berjalan mendekatinya. Raya meremas sprei dengan irama jantung yang tak terkendali.

"Raya kamu nggak perlu takut ya! Kan ada Ibu."

Amel yang terkenal dengan kebaikannya memberi rasa nyaman tersendiri bagi Raya. Amel mengelus pucuk kepala Raya dengan lembutnya. Gejolak rasa takut yang tadi mendera sedikit mereda.

"Raya. Please kamu dengerin kami dulu ya!" pinta Amel sambil menangkupkan kedua tangan didepan dadanya.

"Iya Bu. Tapi lelaki itu jangan terlalu dekat!" Raya memberi ultimatum.

Axel memundurkan langkah dan tatapannya tak pernah lepas dari menatap Raya. Sakit, hati Axel juga sakit. Orang yang akrab dengannya selain sang Mamah yang suka sibuk itu kini ketakutan jika didekati.

"Semua salah Ibu. Akhirnya Ibu sadar jika Ibulah sumber permasalahan ini. Ibu terlalu ikut sibuk. Sudah Ayah sibuk, Ibu juga ikut sibuk jadi Axel sangat-sangat kurang pantauan dari kami. Axel mau bicara sama kamu, boleh?"

Raya terpaku lalu menunduk. Nasmi dan Naya yang mengintip pun saling menggenggam tangan. Mereka siap akan mendengar apa pun yang terjadi di kamar itu.

"Raya. Aku minta maaf. Maaf maaf Raya! Aku diajak teman untuk merayakan kelulusannya dari luar negeri. Kami minum bersama dan aku nggak tahu jika minuman itu juga mengandung begitulah. Dalam penglihatan ku kamu itu Kia. Maaf ya Raya!" Axel menjelaskan dengan sejujurnya.

Amel menarik tangan Raya dan menggenggamnya lalu mencium punggung tangan Raya.

"Ibu punya usul. Kalian menikah dikampung kamu Ra. Lelaki kan gak perlu ada walinya. Kita diam-diam saja ke sana. Kamu pura-pura pulang lalu Ibu dan Axel nanti ya. Itu nanti bagaimana Ibu saja izinnya. Kalian LDR an karena Axel harus kerja untuk menafkahimu. Mau ya Ra?"

Sorot mata tajam Raya menghunus ke pria yang sedang kebingungan.

"Nggak Bu. Aku nggak mau dipoligami. Tuan Axel kan mau nikah sama kekasihnya. Kini yang Raya mau berhenti dari sini!"

Amel terpaku dengan jawaban dari Raya. Tak menyangka jika Raya tahu, Axel mau menikahi Kia. Amel menutup matanya lalu menyugar rambut frustasi karena Raya ingin berhenti bekerja.

"Raya. Aku menikahi Kia karena Ayah yang maksa. Ayah yang percaya dengan kehamilan Kia. Padahal aku dan Kia nggak pernah melakukan hubungan suami istri." Axel yang mulai merasa ada rasa lain ke Raya pun membela diri.

"Nggak mungkin kalian nggak pernah itu. Mengingat Tuan saat melihatku kan seakan aku ini Mbak Kia. Jadi, kan itu artinya emang kalian pernah."

"Nggak demi Allah Raya. Sudahlah yang kita akan bahas bukan itu. Ya kalau kamu nggak mau. Apa kamu mau operasi keperawanan. Itu sebagai ganti rugi aku. Mau ya?"

Raya menggeleng. Wanita yang mengenakan atasan merah muda itu tetap akan pendiriannya.

"Bagaimana kalau setelah Kia lahiran. Aku akan menceraikannya?"

"Maaf aku ingin sendiri!"

Amel memejamkan mata lalu menarik tangan putranya itu. Naya dengan membawa sepiring nasi dan lauknya menuju ke Raya. Naya memberikan itu dan Raya pun memakannya meski nggak habis.

Raya menceritakan yang tadi majikannya bicarakan itu. Naya yang sebenarnya sudah tahu akan tetapi, berusaha seakan baru dengar dari Raya.

"Seharusnya kamu terima saja Ra!"

"Aku nggak mau dipoligami,"

"Tapi kalau kamu hamil, bagaimana?"

"Masa hamil. Apalagi dalam keadaan begitu Tuan Axelnya. Aku yakin nggak akan hamil."

"Tapi kan kamu yang rugi,"

"Emang iya. Sangat rugi. Mungkin aku nggak mau menikah."

"Ra." panggil Naya lirih.

Amel memandang Raya dengan sayu. Tas besar ditangannya sudah mengadakan jika Raya akan pergi dari rumah.

Raya mengungkapkan keputusannya. Amel melarang namun, sesosok Bryan yang baru turun dari tangga itu bertepuk tangan.

"Silahkan kamu pergi! Emang itu bagus!"

"Mas, kok gitu. Bagaimana kalau Raya melaporkan anak kita?"

"Itu tidak akan pernah terjadi!"

Bersamaan itu tangan kanan Raya mengepal. Raya pamit dan Amel pun memberikan uang yang ada ditasnya semua untuk Raya.

"Jangan pernah lapor Polisi ya sayang! Axel kan mau menikahimu. Tapi kamunya nggak mau dipoligami. Ibu akan jamin Raya jika Axel sama Kia hanya untuk memenuhi semua tuntuttan dari Papihnya Kia aja." Amel berbisik setelah menyerahkan uang. Setelah Naya juga terlihat siap maka Raya melepas uang yang banyak itu dari genggaman tangannya.

Kedua wanita yang satu generasi satu kampung itu pun berjalan keluar secara bersisian. Axel hanya mampu memandang punggung Raya yang mulia keluar gerbang.

"Kita kemana ini?" tanya Naya dengan napas yang engos-engosan.

"Cari kost-an yang dekat tempat kuliah kamu Nay," usul Raya.

"Iya ya. Ayo masih jauh ini. Kita nunggu angkot aja yuk!" pinta Naya memohon.

"Nggak Nay. Kita sambil jalan aja nunggu angkot nya."

"Ya udah terserah kamu."

Langkah kedua wanita itu begitu lesu. Naya yang sudah dibekali Nasmi untuk sarapan pun mengajak Raya barang sebenatr istirahat untuk sarapan. Raya belum sanggup menunggu sudah agak jauh dari rumah mantan majikannya itu.

"Bu Amel dan Axel hanya takut aku melaporkan Axel. Makanya mereka berdua berjanji akan bertanggung jawab. Aku gak yakin itu!"

"Aww." Raya meringis kesakitan karena lengan kirinya sedikit terserempet mobil.