Chereads / Air Mata Raya / Chapter 5 - Kamu Nangis?

Chapter 5 - Kamu Nangis?

"Pah, kok sudah pulang?" tanya Axel salah tingkah.

Bukannya menjawab Bryan menarik lengan Axel dengan keras. Naya menatap nanar kedua lelaki beda usia itu.

"Ya Allah, bagaimana nasib Raya!" lirih Naya. Bi Nasmi menghampiri dengan senyum yang membersamai. Keduanya menyiapkan makan. Lalu ke kamar masing-masing.

Naya masuk kamar dan memeluk Raya erat. Bingung harus ngomong apa. Dipandang lama dari samping wajah sahabat yang selalu ceria itu kini murung.

"Ra, banyak istighfar Ra!" bisik Naya ditelinga kanan Raya yang menatap plapon dengan lamunan.

"Ra. Kita akan bersama-sama menghadapi ini Ra. Ada aku Naya yang selalu bisa kamu andalkan Ra!" lagi Naya berbisik. Raya memiringkan badan dan kini mereka saling berhadapan.

"Kamu kenapa bisa ada disini sampai sekarang?" heran Raya dengan sorot mata penuh selidik.

"Aku tadinya hanya mengantar Bi Nasmi tapi karena ada suatu hal. Aku jadi mau nemenin kamu Ra," papar Naya dengan senyum termanis.

"Kamu pindah kuliah?"

"Iya Ra. Aku mau di kota biar luas wawasanku," sahut Nay antusia.

"Nay, kamu harus jaga diri kamu ya! Jangan seperti aku yang hancur seperti ini,"

Naya kembali memeluk dan mengelus punggung Raya memberi semangat.

"Ra, kamu harus kuat! Kamu harus bangkit! Aku akan membantumu untuk mendapat keadilan. Tuan Axel harus bertanggung jawab. Meski semua yang terjadi bukan kemauannya tapi karena pengaruh minuman tapi tetap saja, ada masa depan yang dihancurkan," terang Naya beriring lelehan kristal yang jatuh berlombaan.

"Misalkan iya pun tuan Axel menikahiku. Apa aku sanggup Nay, bahkan untuk melihat wajahnya pun aku nggak mau Nay. Rasa jijik semakin mendera dan betapa lelaki itu jahat Nay,"

Setelah bicara Raya kembali menjerit dan Naya memeluk serta membisikan istighfar agar Raya mengikuti.

"Sepertinya kehadiranmu, mempercepat Raya dalam pemulihan," papar psikolog setelah memeriksa Raya dan menambahkan beberapa vitamin.

"Syukurlah jika begitu Bu," jawab Naya merasa bahagia.

Raya meminta Naya agar tidak bercerita apa-apa ke orang tua Raya. Bi Nasmi sudah tahu perihal Raya dan hanya bisa menangis.

***

Pak Bryan mengenakan baju batik dan celana bahan formal. Bu Amel memakai baju kebaya berwarna senada dengan batik Pak Bryan.

Axel tetap terdiam didepan cermin. Hatinya mengatakan agar tidak perlu bertanggung jawab atas kehamilan Kiara.

"Buruan Xel!" perintah Pak Bryan sambil menggedur pintu.

Dengan langkah gontai Axel berjalan dan menghampiri kedua orang tua yang sudah menunggunya di tangga.

"Kamu nangis?" gertak Pak Bryan setelah melihat purtanya menitikan air mata.

"Pah, bagaimana dengan Raya Pah?" kalut Axel penuh rasa khawatir.

"Xel. Kita berduit. Urusan itu gampang."

"Pah," lirih Axel.

"Apa kamu mau dimasukan ke bui? Papahnya Kiara kamu tahu sendiri kan dia itu siapa?"

Begitu berat kaki Axel dilangkahkan. Saat sampai pintu utama Naya memanggil Axel. Axel membalikan badan hendak menghampiri Naya tapi, pak Bryan menarik tangan Axel.

Didalam mobil Axel lebih banyak diam. Menatap jendela mobil sampingnya dengan nanar.

"Kamu ini kenapa sih Xel. Kamu kan sangat mencintai si Kiara itu. Terus sekarang kenapa seperti ini?"

"Pah, apa aku boleh berpoligami?"

"Apa!"

Kedua orang tua Axel tercengang dengan ucapan Axel yang diluar dugaan.

"Tidak Xel!" tegas Pak Bryan berkata.

"Lagian emang mereka mau apa dipoligami. Mamah aja ogah," ujar Bu Amel seraya menggidigkan bahu.

Supir keluarga Bryan tersenyum dan menggeleng mendengar majikan mudanya berkata demikian.

Sambutan yang sangat baik dan meriah dipersembahkan dari keluarga Kiara untuk orang tua Axel.

"Kok rame," bisik Axel ke Bu Amel.

"Iya. Mamah juga nggak tahu bakal sebanyak ini. Jadi malu kita hanya bertiga," sahut Bu Amel sambil cengar-cengir menutupi malu.

Acara lamaran sekalian tunangan pun terlaksana dengan sempurna. Kiara begitu lengket terus didekat Axel yang terlihat dingin.

'Seharusnya aku bahagia, tapi kenapa aku merasa berduka. Rasa bersalahku terlalu dalam terhadap Raya. Bocah yang sudah aku anggap sebagai saudara perempuanku,' hati Axel bermonolog.

"Kamu terharu ya sayang," ucap Kiara sambil menghapus cairan yang terus membasahi pipi lelaki tampan itu.

"Aku kok kurang percaya," celetuk Axel membuat Kiara menarik Axel agar jauh dari tempat keramaian para keluarga yang sedang makan-makan.

"Maksud kamu apa sayang?"

"Kenapa kamu datang tuk minta pertanggung jawabanku sehari setelah aku mutusin kamu?" tanya Axel sinis.

"Ya karena pada hari itu lah aku baru tahu kalau aku hamil anak kita sayang," sahut Kiara manja menggelayut dilengan Axel.

"Setelah tujuh bulan usia kehamilanmu, aku minta kita dan bayi yang ada diperutmu tes DNA!" tegas Axel dengan nyalang.

Kiara mengernyit dan membuka mulut lebar. Lalu menggeleng dan memeluk.

"Kamu sejahat itu menilai ku Axel! Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki lain selain kamu!" geram Kiara memekik dan memukul dada Axel.

"Oh, iya satu lagi. Kamu hutang penjelasan yang. Kenapa kamu waktu itu memutuskanku. Bukankah kita sudah merancang masa depan bersama!" cerocos Kiara meminta penjelasan.

"Entah kenapa rasa cinta itu hilang Kiara. Maaf, aku sudah tidak mencintaimu seperti dulu lagi!"

Mata dan hati Kiara memanas. Tidak menyangka lelaki yang selalu memanjakannya itu berucap demikian.

"Tenang yang, aku akan membuatmu mencintaiku bahkan jauh lebih besar dari kemarin!" kata Kiara penuh percaya diri.

Axel malas berdebat lebih lanjut. Dia mengajak Kiara agar bergabung dengan yang lain.

Kiara meminta tolong ke sepupunya untuk menjadi potoghrafer dadakan. Kiara memeluk Axel, menempelkan lip dipipi Axel, menggandeng dan merangkul serta banyak gaya yang lainnya Kiara kerahkan agarendapatkan hasil jepretan yang banyak dan terkesan romantis.

Setelah sesi poto selesai Kiara langsung memilih poto yang menurutnya bagus dan dia publikasikan kesemua kain.media sosial yang dia punya.

Axel merebahkan badan yang terasa lelah di atas kasur king size nya. Mengabaikan notifikasi masuk yang datang begitu ramai seperti orang mau demo minta diturunkannya harga kebutuhan pokok.

Pikirannya tak bisa berhenti dari bayangan Raya. Axel juga melihat ada bercak darah di rok yang Raya kenakan kala itu saat Raya lari dari kasur Axel.

Memejamkan mata dan memijit kening. Suara ketukan pintu membuat Axel mampu mengalihkan pikiran dari kegundahan bagaimana masih Raya.

"Eh, lu Kak,"

"Tunangan kok gak ngajak-ngajak saudara. Kalau Andira nggak bilang ya gue nggak tahu. Gue kan jarang buka media sosial," geram Jack sembari mendaratkan bantal di pundak Axel yang sedang duduk menyila.

"Ya, namanya juga karena kecelakaan. Bagiamana dengan kuliah gue ya?"

"Kan S1 udah. Lagian gampang kok kuliah sambil ngebina rumah tangga. Gue yakin luh bisa!"

Axel terdiam. Menatap lurus kedepan dengan gamang. Jack menepuk bahu sang adik sepupuhnya yang sedang bimbang itu.

"Gue, mau kabur aja bawa Raya!"