Chapter 18 - Akhir percakapan

"Aku tidak menyangka Ageha bisa sampai seperti itu, karena lelaki, sepertinya dia sudah tumbuh dewasa!"

"Berisik!"

Meskipun Ageha sudah tidak mengeluarkan air mata lagi, tapi wajahnya masih memerah. Sebetulnya Ageha sendiri juga tidak menyangka bahwa dia bisa seemosi tadi.

"Maaf, Aku tidak bermaksud membuatmu menangis..."

"Kau tidak perlu minta maaf!"

Arya dengan canggung meminta maaf padanya. Pikiran Arya memang sedang kacau, bisa-bisanya dia berpikir seperti itu. Jika dirinya meninggal dunia, maka Ibunya akan hidup sendirian, jadi dia tidak boleh melakukan hal tersebut. Arya tahu bahwa Ibunya selalu mudah merasakan kesepian, meski Ibunya selalu mencoba tersenyum saat bersama dengannya.

"Meski begitu, bisa-bisanya kau menyarankan hal seperti itu, Ageha... kau juga, Arya... kau seharusnya tidak perlu mendengarkan saran dari si bodoh!"

"Aku tidak ingin dipanggil bodoh oleh orang idiot!"

Ageha marah pada perkataan Meister. Sekarang wajahnya memerah dengan alasan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Arya sadar bahwa Meister mengatakan hal tersebut untuk meringankan suasana di antara Arya dan Ageha. Arya diam-diam berterima kasih pada Meister di dalam hatinya.

"Kita lupakan saja masalah tadi... kita harus membahas masalah utama!"

Roy membuka kembali mulutnya, setelah tadi hanya diam saat menyaksikan Ageha yang menangis dan marah pada Arya. Dia sepertinya mencoba untuk mengembalikan pembicaraan ke topik semula.

"Masalah utama?"

Tapi sayangnya sepertinya Meister nampak tidak begitu tanggap dengan maksud dari Roy. Sepertinya dia lebih fokus pada menggoda Ageha dari pada mencari solusi dari masalah Arya.

"Bagaimana mengatasi masalahnya!"

Butuh beberapa saat sebelum Meister mengerti siapa dan apa yang dimaksud oleh Roy, sementara Arya dan Ageha langsung paham dengan apa yang pria besar itu katakan.

"Meskipun kau ingin membantunya, apakah kau memiliki cara?"

Ageha bertanya dengan lembut. Dia tidak boleh mengulangi kesalahannya dan memilih perkataannya dengan lebih hati-hati.

"Latihan!"

Ageha hanya menghela nafas saat mendengar jawaban dari si pria besar itu. Meskipun tubuhnya sangat besar, tapi dirinya sebetulnya adalah orang yang pemalu dan tidak terbiasa berbicara dengan orang lain. Ageha sudah cukup lama mengenalnya, jadi dia hanya bisa memakluminya.

"Kau tadi sudah mengatakan hal tersebut, tapi masalahnya latihan macam apa yang bisa dia jalankan?"

"Aku akan memikirkannya!"

"Jadi kau belum memikirkannya!?"

Sementara Ageha terus mengeluarkan isi kepalanya, Arya tidak mengatakan apapun. Ageha melihat ekspresi tenang Arya. Sulit membaca apa yang dipikirkan oleh pemuda itu, tapi sepertinya dia sudah bersyukur ada orang yang peduli padanya, makanya dia tidak mengatakan apapun, meskipun saran yang dikeluarkan tidaklah membantunya menyelesaikan masalahnya.

"Mungkin Aku berkata tidak sopan, tapi apakah kau tidak memiliki ide apapun? Bagaimanapun ini adalah masalahmu, jadi kau seharusnya juga memikirkan solusinya... kau tidak ingin kehilangan dirimu yang sekarang, kan?"

Setelah mendengar perkataan Ageha, Arya nampak berpikir sejenak, sebelum memberikan pendapatnya.

"Sepertinya Aku memang harus berlatih... Aku memang tidak tahu latihan macam apa yang cocok untukku, karena bagaimanapun baru satu hari Aku berubah menjadi seperti ini, jadi Aku tidak tahu sampai batas mana diriku bisa menahan diri... Aku hanya merasa bahwa jika Aku sedang lapar, maka diriku akan jauh lebih sulit menahan diri!"

Setelah mendengar perkataan Arya, mereka semua nampak berpikir sejenak. Ini adalah pertama kalinya mereka bertemu secara langsung dengan seseorang yang dirubah menjadi mahluk lain oleh Keturunan asli, jadi wajar bila mereka tidak tahu solusi mana yang tepat untuk dilakukan.

"Rasa lapar, ya... sepertinya instingmu akan mengambil alih tubuhmu saat perutmu sedang kosong... kurasa itu sedikit menjelaskan kenapa kau bisa kehilangan kendalimu saat berhadapan dengan daging mentah tadi."

"Kurasa menjaga perutmu tetap terisi adalah solusi terbaik untuk saat ini!"

"Aku setuju!"

Meister, Ageha dan Roy membuka mulut mereka secara bergantian. Arya hanya mengangguk setuju dengan mereka. Hal itu memang sudah dia pikirkan sedari tadi, tapi tetap saja ada masalah utama dalam solusi tersebut.

"Masalahnya Aku tidak memiliki banyak uang... dengan tubuh ini, Aku sepertinya hanya bisa memakan sesuatu yang hewani... perutku bahkan terasa sangat sakit saat menelan nasi, jadi untuk membuat perutku tetap terisi, maka Aku memerlukan uang yang tidak sedikit!"

"Aku sudah tahu jika manusia serigala hanya dapat memakan daging, seperti serigala asli yang adalah hewan karnivora... sepertinya memang sulit untuk membuat perutmu tetap terisi, tapi sepertinya jika kau masih bisa memakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hewani, kau bisa memakan banyak telur... meskipun murah, tapi telur sangat bergizi dan bisa mengisi perutmu!"

Meister memberikan sarannya. Arya memang sudah memikirkan hal tersebut sebelumnya, tapi apakah Ibunya tidak akan curiga jika dia memakan banyak telur. Dia mungkin bisa secara diam-diam memakan telur-telur itu di luar, tapi dia tetap saja memerlukan uang untuk membeli banyak telur agar dia bisa tetap kenyang. Berdasarkan kejadian tadi siang, dia memerlukan 4 porsi steak untuk memuaskan perutnya, jadi kira-kira berapa banyak telur yang dia perlukan untuk sekali makan? Meskipun murah, tapi telur bisa menjadi mahal jika jumlahnya banyak.

"Jika Aku punya perkerjaan, kurasa Aku bisa membeli banyak telur."

"Kalau begitu, kau bisa berkerja di sini!"

"Eh, Apakah boleh?"

"Tentu saja... kau juga sudah mengetahui identitas kami yang sebenarnya, jadi kurasa tak apa-apa jika kau berkerja di sini... dengan begitu, kau jadi punya alasan untuk pergi ke sini dan meminta saran... kurasa dengan ini akan mempermudah hidupmu mulai sekarang!"

Arya belum pernah berkerja di cafe sebelumnya, tapi tawarannya memang sangat menggoda Arya. Dia sudah sangat lama ingin berkerja dan mengurangi beban Ibunya, jadi sepertinya ini memang kesempatan emas untuknya. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Ibunya saat mendengar kabar ini, karena Ibunya tidak begitu suka dengan ide membiarkan anaknya berkerja untuknya, tapi Arya yakin Ibunya pada akhirnya akan memberikan izinnya, jika Arya menjelaskannya dengan baik.

"Jika memang tidak merepotkan, maka Aku akan menerima tawaran tersebut!"

Arya mengulurkan tangannya untuk meminta jabat tangan dari Meister, pria tua itu langsung mengerti maksud Arya, lalu menerima tangan Arya. Sekarang mereka telah berjabat tangan.

"Yah, Aku tahu jika Aku memiliki banyak fans, tapi Aku tidak menyangka kau sangat ingin berjabat tangan diriku... kupikir kau adalah tipe yang pemalu!"

Atau sepertinya tidak. Pria tua itu malah salah paham dengan maksud Arya dan berpikir bahwa dirinya adalah seorang Idola dan Arya adalah fansnya. Arya ingin berjabat tangan bukan untuk hal tersebut, melainkan hanya sebagai tanda perjanjian mereka.

"Aku bukan fansmu!"

Arya berkata dengan sangat dingin pada Meister yang sedang tersenyum lebar.

"Memangnya ada orang yang suka dengan pria tua sepertimu!"

Ageha juga menambahkan komentar dingin di samping Arya.

"Tidakkah kalian pikir jika kalian terlalu dingin pada pria tua yang imut ini!"

Baik Arya ataupun Ageha sama-sama merasa jijik dengan perkataan si kakek itu. Padahal usianya sudah berabad-abad, tapi dia malah bertingkah seperti anak gadis yang imut.

"Tidakkah kau merasa bahwa ucapanmu itu sangat menjijikan!"

Meskipun Arya masih memiliki hati untuk tetap menyimpan isi pikirannya di dalam hatinya, tapi tidak dengan Ageha, wanita itu dengan sangat jujurnya mengeluarkan isi kepalanya tanpa menahan diri sedikitpun. Ageha tidak perlu menjaga mulutnya, seperti saat berhadapan dengan Arya, jika sedang berhadapan dengan si pria tua itu.

"Bisakah kau sedikit lebih baik... kau mulai menyakiti perasaanku... apakah Aku perlu membunuh diriku agar kau bisa menunjukan perasaanmu yang sebenarnya padaku?"

"Terserah kau mau melakukan apa... Aku tidak peduli!"

Ageha hanya membuang muka saat berhadapan dengannya. Sikapnya benar-benar berbeda dengan saat dia menghadapi Arya tadi. Dia benar-benar nampak tidak peduli dengan si pria tua yang nampak bersedih itu.

"Lupakan saja kedinginan Ageha itu, kau bisa mulai berkerja di sini besok, jadi jika kau tidak memiliki pertanyaan lagi, kau bisa pulang sekarang!"

"Kurasa sudah tidak ada... jika Aku memiliki pertanyaan lagi, kurasa lebih baik Aku menanyakannya lain kali saja!"

"Begitukah... kalau memang begitu, kurasa Aku pergi dulu... karena kau tadi langsung menghabiskan daging itu tanpa sisa, jadi Aku perlu membeli bahan lainnya untuk makan malam kami!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Meister langsung keluar dari counter bar dan nampak berjalan ke arah pintu depan cafe. Sepertinya dia berniat tetap memakai pakaian bartendernya untuk pergi berbelanja.

"Roy, Ageha... tolong jaga cafenya selama Aku pergi."

"Ya, Aku tahu!"

"Baik..."

Meister menitipkan pesan terakhirnya, sebelum dia benar-benar meninggalkan cafe. Menggunakan momen tersebut, Arya berdiri dari kursinya dan berniat untuk meninggalkan cafe.

"Kurasa sudah saatnya Aku pulang."

"Ya, hati-hati di jalan!"

"Hati-hati!"

Percakapan itu menjadi penutup dari pembicaraan panjang mereka. Arya segera beranjak pulang ke rumahnya, meninggalkan Ageha dan Roy yang masih berdiam diri di kursi mereka masing-masing, sebelum akhirnya Ageha juga memutuskan untuk pergi dari sana dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Roy yang masih terduduk di kursinya.

Pria besar itu nampak memikirkan sesuatu, meskipun tidak ada seorangpun yang berada di sekitarnya.