Chapter 19 - Pulang

Arya merasa sangat malu saat mengingat alasan kenapa Meister sampai harus pergi membeli bahan makan malam. Dia tidak percaya bahwa dia seorang diri bisa menghabiskan bahan makan malam untuk tiga orang dan lagi bahan itu milik orang lain. Itu benar-benar pengalaman yang memalukan.

Memang benar jika mereka tidak mengatakan apapun tentang dirinya yang rakus dan hanya memaklumi tindakannya itu. Mereka memang orang yang sangat baik, tapi justru karena itu dia merasa tidak enak dengan mereka.

Meskipun Arya tidak menunjukannya pada ekspresi wajahnya, tapi Arya benar-benar berterima kasih pada mereka, terutama pada Ageha. Bukan hanya karena gadis itu telah menyelamatkannya, tapi juga karena telah menangis untuknya. Sepertinya itu adalah pertama kalinya Arya melihat ada orang yang menangis untuk dirinya.

Arya melihat jam yang ada di salah satu toko yang kebetulan bisa terlihat dari luar jendela. Angka 20:21 bisa Arya lihat pada jam tersebut, pembicaraan mereka memang panjang, tapi sayangnya tidak cukup panjang untuk membuatnya pulang larut malam. Arya juga merasa tidak enak jika berada di sana terlalu lama dan dia juga tidak memiliki tempat lain untuk dikunjungi, jadi sepertinya dia tidak memiliki pilihan lain selain pulang ke rumahnya. Dia bisa langsung masuk ke kamarnya dan mengatakan bahwa dia sangat lelah sehabis menghabiskan waktu bersama teman, jika dia tidak ingin berada terlalu dekat dengan Ibunya.

Arya melangkahkan kakinya dengan perlahan, dia benar-benar ingin menghabiskan waktu di luar selama mungkin. Ini sungguh ironis, karena biasanya dia ingin cepat-cepat pulang saat berada di luar, jika tidak ada hal yang ingin dia lakukan, tapi sekarang dia justru ingin berada di luar sebanyak mungkin, meskipun dia tidak memiliki alasan untuk tetap berada di luar.

Arya memilih jalan terjauh yang dia tahu untuk sampai ke rumahnya. Biasanya dia akan mengeluh bahwa jalan ini tidaklah efektif dan hanya buang-buang waktu, tapi sekarang dia merasa bersyukur karena mengetahui jalan tersebut.

Arya menatap bulan yang ada di atas langit. Arya pernah mendengar bahwa bulan bisa membuat manusia serigala menampakan wujud sesungguhnya, tapi saat ini Arya masih bisa mempertahankan wujud manusianya dengan sangat baik. Sepertinya perubahan wujudnya memang tidak dipengaruhi oleh faktor luar seperti bulan atau hal lainnya. Jika seperti itu, maka cara terbaik untuknya untuk tetap mempertahankan diri adalah dengan terus mengisi perutnya. Dia telah menghabiskan daging yang cukup besar tadi, jadi seharusnya untuk malam ini Arya merasa bahwa dia masih aman.

Tanpa terasa olehnya sendiri, Arya sudah berada di depan rumahnya. Ini sungguh mengejutkannya, dia bisa sampai di rumahnya dengan cepat, padahal dia merasa bahwa dia telah berjalan cukup lambat. Arya tidak bisa menemukan jam di sekitarnya, jadi dia tidak benar-benar tahu sudah berapa lama dia telah berjalan dari terakhir kalinya dia melihat jam. Mungkin saja itu karena dirinya hanya melamun di sepanjang jalan, jadi dia merasa sangat cepat sampai di rumah.

Arya menghela nafas sebelum memasuki rumahnya. Dia merasa bahwa Ibunya berada di dalam rumah dengan mencium bau Ibunya. Ibunya jarang mengunci pintu saat Arya berada di luar, jadi Arya tidak perlu khawatir terkunci di luar.

Arya dengan perlahan memutar knob pintu rumahnya. Dia harus memastikan kekuatan barunya tidak akan merusak apapun. Arya mengintip dari pintu rumahnya untuk melihat apa yang ada di dalam sana. Meskipun Arya sudah tahu posisi Ibunya dari penciumannya, tapi dia tetap saja merasa ingin memastikannya dengan matanya sendiri.

"Oh, Arya... kau sudah pulang!"

Ibunya langsung menyambut dirinya. Arya tidak sedikitpun terkejut melihat hal tersebut, karena itu sudah kebiasaan Ibunya saat Arya pulang dan Ibunya berada di rumah. Dia juga sudah tahu posisi Ibunya dari penciumannya, jadi memang sulit bagi Arya untuk terkejut.

"Ya, bu..."

"Bukankah tadi kau berkata akan pulang larut malam, karena teman-temanmu mengajakmu makan-makan bersama mereka? Bagaimana acara makan-makannya?"

"Makanannya enak..."

Arya benar-benar tidak tahu harus menjawab apa terhadap pertanyaan Ibunya. Dia tidak biasa berbohong pada orang lain, terutama Ibunya, jadi dia benar-benar kesulitan untuk menjawab pertanyaan seperti itu.

"Begitukah... apakah kau pulang duluan?"

"Iya, bu... Arya masih ada kuliah besok, jadi Arya ingin cepat pulang dan langsung tidur..."

Ibunya sudah tahu jika Arya sering pulang lebih dulu dari pada temannya yang lain saat ada acara kumpul bersama, jadi Ibunya tidak merasa aneh sedikitpun dengan kepulangan Arya yang lebih cepat dari pada yang diperkirakan mereka.

"Apakah kau masih ingin makan?"

"Arya sudah makan banyak, jadi Arya ingin cepat tidur... permisi, bu!"

Arya segera pergi ke kamarnya untuk menghindari Ibunya. Arya bahkan tidak bisa melihat ke arah wajah Ibunya untuk memastikan ekspresi macam apa yang dimiliki Ibunya saat melihat reaksi Arya yang sedikit berbeda dari pada biasanya.

Arya adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri, jadi dia tahu bahwa biasanya dia tidak akan langsung lari ke kamarnya seperti tadi. Saat dia pulang ke rumah biasanya akan berjalan dengan tenang ke kamarnya, lalu meletakan tasnya, mengambil handuknya, sebelum akhirnya membersihkan dirinya.

Setelah mengingat kebiasannya lagi, dia akhirnya sadar bahwa dirinya tidak mandi tadi pagi, dia hanya mengganti bajunya, lalu pergi begitu saja. Arya segera menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur setelah menyadari hal tersebut.

Saat menjatuhkan dirinya ke kasur, dia akhirnya sadar bahwa dia tidak membawa tasnya. Sepertinya tasnya tertinggal di cafe itu. Arya mulai mengacak-acak rambutnya saat menyadari hal memalukan tersebut. Bagaimana bisa dia melupakan benda penting seperti itu!? Kepala Arya benar-benar dipenuhi oleh banyak hal sehingga dia melupakan banyak hal.

Arya bertanya-tanya wajah macam apa yang harus dia gunakan saat mengambil kembali tasnya. Dia tidak terlalu khawatir dengan isi tasnya, karena tasnya hanya berisi buku dan benda berharga miliknya hanyalah smartphone yang telah hancur berkeping-keping. Jadi Arya yakin bahwa tidak ada hal penting yang terdapat di dalam tasnya. Dia bisa membeli buku dan pulpen untuk kuliahnya besok, lagi pula dia tidak punya tugas yang dikumpulkan besok, jadi dia tidak perlu khawatir mengenai hal tersebut.

Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah reaksi mereka saat menyadari Arya telah melupakan tasnya, Arya sangat yakin bahwa Meister akan mengejeknya dengan senyuman menyebalkan, Ageha memberikan komentar dingin dan Roy yang hanya akan diam. Meskipun mereka baru bertemu, tapi sepertinya Arya telah mengenal baik mereka.

"Arya, apakah kau baik-baik saja?"

Saat Arya sedang mengacak-acak rambutnya di atas kasur, dia tiba-tiba bisa mendengar suara khawatir Ibunya dari luar kamarnya. Ibunya tidak masuk ke dalam kamarnya dan hanya berdiri di depan kamarnya. Sepertinya dia tidak ingin mengganggu privasi Arya, meskipun dia khawatir pada anaknya.

"Iya, Arya baik-baik saja!"

Arya segera berhenti mengacak rambutnya dan membalas Ibunya. Dia tidak boleh membuat Ibunya khawatir meskipun dia saat ini memiliki banyak masalah.

"Apakah itu benar? Ibu tadi melihat kamu memakai baju yang bukan milikmu?"

"Iya, bu... tadi Arya bertukar baju dengan teman Arya!"

Itu bukanlah kebohongan, dia memang bertukar baju dengan temannya, meski baju miliknya telah dibuang oleh temannya itu.

"Ibu juga tidak melihat kau membawa tasmu?"

"Tas Arya sepertinya ketinggalan di tempat Arya makan tadi!"

Itu juga bukanlah kebohongan, tasnya memang ketinggalan di tempat dia makan tadi. Meskipun dia mengatakan kebenaran, tapi Arya tetap saja merasakan perasaan bersalah, karena dia tidak sepenuhnya jujur.

"Apa kau yakin kau tidak apa-apa, Arya?"

"Iya... Arya baik-baik saja..."

Arya menjawab Ibunya yang khawatir dengan wajah yang merah. Dia tahu bahwa itu adalah tindakan yang ceroboh dan memalukan, jadi wajar bila Ibunya jadi khawatir pada Arya yang membuat kesalahan yang jarang terjadi.

"Tadi Ibu mencoba mengirimimu pesan, tapi tidak kamu balas."

"Maaf, bu... karena suatu kejadian, HP Arya saat ini sudah rusak..."

Sekali lagi, itu juga bukanlah kebohongan. Smartphone Arya memang hancur, karena suatu kejadian. Meskipun kejadian itu tidak seperti yang dipikirkan oleh orang lain, tapi tetap saja membuat smartphone-mu hancur adalah sesuatu yang jarang terjadi. Arya benar-benar merasa malu dengan percakapan normal ini.

"Hmm, Arya... Apakah kamu benar-benar yakin bahwa kamu baik-baik saja?"

"Iya, bu..."

Arya kembali menjawab pertanyaan khawatir dari Ibunya. Meskipun Arya senang Ibunya perhatian padanya, tapi Arya berharap dia mau berhenti bertanya dan menyebutkan poin-poin yang membuatnya malu.

Arya merasakan bahwa Ibunya meninggalkan pintu kamar Arya dari suara langkah kakinya yang menjauh. Meskipun suara langkah kaki Ibunya sangat pelan, tapi Arya dapat dengan jelas mendengarnya.

Sepertinya Arya perlu mendinginkan kepalanya dan melupakan semua yang terjadi pada hari ini, jadi dia segera mengambil handuknya dan pergi ke kamar mandi. Dia memutuskan untuk membersihkan dirinya, sebelum pergi tidur.

Arya menatap sebentar ke arah kasurnya, sebelum melangkah pergi dari kamarnya. Meskipun saat ini dia berada di rumahnya, tapi dia entah mengapa merasa bahwa dia belumlah pulang ke tempatnya yang seharusnya. Tanpa dia sadari sendiri, Arya sudah tidak menganggap rumahnya sendiri sebagai tempatnya untuk pulang.