Seseorang tiba-tiba muncul dihadapan Riko dan Dera saat mereka hendak melangkah ke parkiran. Seseorang tiba menghalanginya.
"Maaf, kau ini siapa?" tanya Riko.
Sedangkan Dera, terdiam dan menatap pria yang ada dihadapannya itu dari bawah hingga atas. Namun Dera tidak berkutik apapun lagi, saat mendapati Dionlah yang berada di depannya.
"Di- Dion?" gugup Dera, ia tidak menyangka jika pria itu ada di kantornya sekarang. Bahkan, kali ini Dera masih dengan pakaian yang sangat kacau untuk bertemu dengan Dion.
Akan tetapi, Dera langsung menyembunyikan wajahnya dari balik tangannya yang menutupi. Ia sangat khawatir jika Dion melihat dirinya yang sangat kacau saat ini.
"Kau kenal dia, Der?" tanya Riko pada Dera yang tidak menjawab apapun melainkan tetap menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
"Aku kenal dia, dan dia adalah sahabatku! Jadi kau tidak perlu repot-repot untuk membawanya pulang, biar aku saja mengantarkan!" tegas Dion yang menyela pertanyaan Riko pada Dera. Hal ini yang membuat Riko tersentak kaget, bahkan dari raut wajahnya pun Riko terlihat cemburu dengan pria yang ada di hadapan ini.
"Dera, ayo pulang! Aku akan mengantarkan kau sampai ke rumah," ujar Dion pada Dera yang masih diam dan tidak berkutik. Bahkan, Dera tidak menyangka, jika pria itu akan datang seperti ini di kantornya. Tapi Dera tidak peduli, badannya terasa sangat panas kali ini.
"Namun, tiba-tiba Dion mengambil tangan Dera dan membuka paksa kedua telapak tangan tersebut," hingga Dera melihatkan wajahnya dihadapannya.
"Kenapa kau harus menutupinya? Kenapa juga kau datang ke kantor dengan pakaian seperti ini?" tanya Dion lagi pada Dera yang hanya terdiam menahan betapa malunya ia saat ini dengan penampilan yang kacau dan harus berhadapan dengan Dion.
Melihat wajah Dera yang memucat, tanpa segan Dion langsung meletakkan tangannya di kepala Dera.
"Astaga? Kau sakit, kenapa datang ke kantor!" seru Dion dengan menaikkan nada suaranya beberapa oktaf. Hal ini membuat Riko semakin kesal, karena Dion tidak segan-segannya melihatkan kemesraannya dengan Dera di depan matanya.
"Tidak masalah! Jangan terlalu khawatir! Kali ini aku ingin pulang, sepertinya taksi onlineku sudah datang!" ujar Dera lagi menengahi mereka.
"Tidak!" jawab Dion dan Riko berbarengan, membuat Dera yang mendengarnya kaget dan mengernyitkan dahiny tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba mereka kompak menolaknya.
"Sangat kompak!" ledek Dera, seraya memijit pelipisnya yang terasa berat, dan sakit.
Akan tetapi, Dion malah mencengkram tangan Dera dengan erat, ia tidak mengizinkan Dera pergi sendirian, karena dia akan mengantarkannya pulang. Sementara itu, Riko juga menahan tangan Dera agar gadis itu tidak pulang sendirian.
"Pulang denganku saja, Der!" ujar Riko.
Namun, berbeda halnya dengan Dion ia hanya mengisyaratkan tatapan mata pada Dera yang langsung mengerti dengan apa maksud dari tatapan itu.
"Tidak perlu repot-repot! Aku bisa pulang sendiri dengan taksi onlineku!" ujar Dera yang menengahi keduanya. Karena, Dera tidak ingin perdebatan ini semakin lama terjadi, terlebih kepalanya semakin terasa sakit.
"Kau menurut saja, Der!" bisik Dion pada Dera, yang kali ini merasa merinding saat mendengar Dion berbisik, karena tidak biasanya Dion seperti itu.
Pria itu akan bersikap tenang, dan biasa saja. Tapi kali ini, ia sangat tegas, rahangnya juga terlihat tegas saat berbisik seperti itu pada Dera yang memilih untuk diam.
"Ba-baiklah, kalau begitu," gugup Dera yang membuat Riko mengernyitkan dahinya bingung. Ia menatap dengan penuh tanda tanya ke arah Dera yang hanya memegang tengkuknya yang tidak kenapa-napa.
"Ta—"
"Dera! Ayok pulang!" tegas Dion yang kemudian menarik tangan Dera dengan paksa, yang membuat gadis terpaksa mengikuti langkah Dion, dan menatap ke belakang pada Riko, ia juga merasa tidak nyaman dengan Riko yang harus ditinggalkan begitu saja tanpa pamit dahulu.
"Eh, tapi itu, duh! Dion," panik Dera, tapi tubuhnya terlalu lemah jika harus berhadapan dengan Dion, yang membuatnya terpaksa untuk mengikuti langkah Dion menuju mobilnya.
"Diam! Ikuti saja aku!" ujar Dion menggenggam tangan Dera dengan erat untuk segera memasuki mobilnya, bahkan Dion tidak segan untuk membukakan pintu mobil untuk Dera. Tentu saja, semua orang yang melihat hal itu bingung, terutama dengan Widya yang heran pada Dera yang bisa mendapatkan cowok setampan dan setajir itu.
Sepeninggal Dera, Widya yang ada di samping Riko menepuk pelan bahu pria itu.
"Ko! Kayaknya lo memang harus bekerja lebih keras lagi," ujar Widya dengan tataoan yang masih lurus ke depan, tapi tidak dengan Riko yang mengalihkan tatapannya ke arah Widya dengan bingung.
"Aku tau!" singkatnya setelah itu.
"Lo lihatkan, kalau cowok yang deketin Dera itu tajir banget?" bisik Widya yang membuat Riko dan suasana saat itu menjadi sangat panas. Tapi saat Widya menyadari tidak ada jawaban apapun dari Riko langsung mengalihkan perhatiannya pada Riko yang memasang muka masamnya.
"Emang lo bisa tajir secepat itu?" sungut Riko yang kemudian berlalu meninggalkan Widya sendirian di depan pintu kantor.
"Dih baper,"
***
Sementara itu, di di dalam mobil, Dion langsung meminta gadis itu turun dan tidak lupa dengan perlakuannya pada Dera yang membuat dirinya tidak bisa berkutik apapun.
"Der! Lo kenapa sih datang ke kantor, kayak gini. Badan lo juga panas tau gak?" tanya Dion dengan panik dan khawatirnya.
"Huh! Gak apa-apa kok, Dion. Lagi pula ini udah jadi tanggung jawab gue kan? Jadi gak bisa nolak lah?" jawan Dera yang masih duduk di dalam mobil Dion.
"Gak bisa gitu dong! Kalau lo udah izin di kantor, gak ada hak lo buat datang apapun alasannya. Lagian siapa sih yang bikin lo kayak gini datang ke kantor, heran gue!" pungkas Dion lagi, ia benar-benar kesal dengan Dewa, yang pasti membuat Dera datang kacau seperti ini.
"Pak Dewa namanya, tapi gue juga sadar kok. Gue gak bisa lepas tanggung jawab aja dari pekerjaan gue! Walaupun gue izin sakit," sanggah Dera. Sebenarnya ia ingin mengatakan jika dirinya sakit itu karena Dion. Andai saja Dion peka terhadapnya. Mungkin Dera tidak akan sakit seperti ini.
"Benar dugaan gue," batin Dion lagi.
"Terus?" tanya Dion.
"Iya, dia nyuruh gue buat datang! Tapi ya dia gak bolehin gue buat ganti baju dan siap-siap karena cuma buat anterin berkas penting. Lagi pula, gue panas ini karena salah gue sendiri kok! Kan pulangnya hujan-hujanan," tutur Dera yang keceplosan.
"Hah! Jadi lo nelepon gue waktu itu, belum di rumah?" tanya Dion yang tersentak kaget mendengarnya.
"I-iya. Bukan gitu sih, itu gue udah di rumah kok," elak Dera lagi.
"Bohong! Gue bisa lihat dari tatapan mata dan cara lo bicara, kalau memang lo mau gue jemput, kan bisa to the point, Der!" tukas Dion yang kali ini tampak khawatir padanya. Sementara itu, Dera memilih diam tapi di dalam hatinya ia amat bahagia.
"Besok lo gak boleh kemana-mana, biar gue yang ngomong dan izinin langsung sama atasan, lo!" tegas Dion.
***