Saat Dion dan Dera sedang asik bercanda tawa bersama, tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dari jauh. Dia adalah Riko.
Ditangan Riko terdapat sebuah air mineral dan sebuah kantong plastik berisi makanan untuk Dera. Mengabaikan sebuah perasaan aneh dalam hatinya, Riko melangkahkan kakinya menuju lokasi dimana Dera dan Dion sedang bersama.
"Dera," Panggil Riko.
Panggilan dari Riko menghentikan kegiatan Dion yang sedang menjahili Dera.
"Ada apa Riko?" tanya Dera.
"Ini aku bawa makanan untuk kamu, tadi kamu makannya juga sedikit.
Jadi aku pikir mungkin kamu lapar saat ini," jelas Riko, dia memberikan kantong plastik itu kepada Dera. Saat sedang berbicara pandangan Riko jatuh pada tangan Dion yang sedang memainkan sebuah jam yang ada di pergelangan tangan Dera. Hatinya panas.
"Terima kasih banyak, Riko. Maaf jadi ngerepotin kamu," ujar Dera nggak enak. Dia menerima makanan yang telah diberikan Riko padanya.
"Nggak ngerepotin kok, jadi santai aja," jawab Riko.
"Lain kali gak perlu basa-basi. Udah ada aku, jadi kamu gak perlu susah payah beliin Dera makanan," ujar Dion tanpa melihat ke arah Riko.
Riko hanya diam, setelah itu dia pamit untuk kembali bekerja. Dera menatap punggung Riko dengan perasan tidak enak. Dera takut kalau Riko dan Dion akan kembali berkelahi hanya karena masalah sepele.
"Kamu mau?" tawar Dera. Ia bisa merasakan hawa-hawa yang tidak enak berasal dari tubuh Dion.
"Emang cukup?" tanya Dion.
"Ya nggak tau, kalau kamu mau mungkin kita bisa bagi dua," ujar Dera.
"Nggak, buat kamu aja. Tadi kan cowok itu beliin buat kamu, bukan buat aku," ujar Dion dengan nada cemburu.
"Kamu marah?" tanya Dera bingung. Dion hanya diam, dia mulai memainkan game yang ada di ponselnya.
"Jawab!" desak Dera.
"Iya," jawab Dion singkat.
"Kenapa?"
"Aku cemburu"
"Apa hakmu buat cemburu?" tanya Dera lagi. Dera tidak tau kenapa tapi yang pasti perasaannya sedang berbunga-bunga saat ini.
"Jadi aku gak punya hak yah buat cemburu sama kamu?" tanya Dion lemah.
"Ng-nggak gitu maksudku, tapi. Ah dah lah," Dion menatap dera bingung.
"Tapi apa? Kamu pengen gue cemburu in?" tanya Dion.
"Y-ya. Ng-nggak lah," Dera gugup.
"Ya udah mulai sekarang kayaknya aku bakalan sering-sering cemburu deh sama kamu, kalau kamu deket-deket sama cowok lain,"
Perkataan Dion membuat Dera shock. Ini terlalu tiba-tiba buat Dera. Tapi perasaannya menghangat saat Dion mengatakan hal itu. Dera tersenyum kecil, hal itu tak luput dari pandangan Dion.
"Kamu barusan senyum, itu artinya kamu setuju dengan perkataanku," ujar Dion bangga.
"Terserah kamu dah," Dera melanjutkan memakan makanan yang dibawakan oleh Riko. Sesekali Dion ikut serta memakan makanan itu sambil terus menjahili Dera. Seperti menempelkan sebuah krim keju pada pipi Dera yang membuat Dera menjadi kesal lalu memukul lengan Dion.
"Aku balik ke dalam dulu deh, nggak enak sama yang lain kalau aku lama lama di luar," Setelah makan, Dera membereskan bekas makanannya lalu berdiri.
Dion mengangguk lalu membantu Dera membereskan makanannya.
"Kamu mau balik?" tanya Dera.
"Kayanya nggak. Aku ada urusan sama Dewa bentar," jawab Dion. Kegiatan Dera terhenti lalu menatap Dion.
"Kamu kenal sama pak Dewa?" tanya Dera. Dion hanya mengangguk.
"Dia teman lamaku. Katanya mau nawarin pekerjaan," bohong Dion. Sebenarnya Dion tidak sepenuhnya bohong. Dewa emang teman lamanya yang dia percaya untuk menjalankan perusahaan miliknya, tapi soal menawarkan pekerjaan untuk Dion, jelas itu bohong.
"Jadi kamu mau kerja di sini?" tanya Dera.
"Belum tau, tapi mungkin saja, iya." Balas Dion. Dera menghela nafas pelan. Sepertinya kalau Dion bekerja di sini, mungkin Dion akan selalu mengganggunya ataupun menjahilinya. Tapi dia senang kalau Dion bekerja di sini artinya dia akan menjadi dekat dengan Dion.
"Kenapa? kamu nggak suka aku bekerja di sini?" tanya Dion saat melihat Dera yang hanya diam.
"Bisa jadi, kalau kamu bekerja disini artinya kamu bakalan sering gangguin dan menjahili aku," jawab Dera sambil menatap sinis Dion.
"Itu adalah hal yang wajib akan aku lakuin kalau aku bekerja di sini," jawab Dion bangga.
"Terserah kamu lah. aku balik ke dalam dulu. See you," Dera pamit lalu meninggalkan Dion.
Dion mengangguk lalu melambaikan tangannya yang di balas oleh Dera.
Setelah Dera pergi, tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke ponsel Dion.
"Halo,"
"Aku akan datang hari ini," jawab orang diseberang.
"Ck, ngapain sih?" tanya Dion kesal.
"Aku cuma mau memastikan kalau perusahaanmul aman terkendali," jawabnya.
"Gak perlu. Ini milikku dan nggak seharusnya kamu ikut campur," sinis Dion.
"Terserah, dan mungkin aku bakalan tetap datang," orang itu menutup panggilannya secara sepihak.
"Lagi-lagi ada pengganggu," ujar Dion pelan. Dia berjalan masuk ke ruangan Dewa, atau bisa disebut ruangannya. Dewa hanya membantunya mengurus perusahaan ini.
"Wa, gue masuk," setelah mengatakan itu, Dion masuk tapi dia tidak menemukan Dewa di ruangannya.
Dion memutuskan untuk menghubungi Dewa, setelah menunggu beberapa detik Dewa pun mengangkat panggilannya.
"Lo di mana?" tanya Dion.
"Bikin kopi, kamu mau?" tawar Dewa.
"Ya, bikinin buat gue. Gue tunggu di ruangan," Dion menutup panggilan nya. Dikarenakan dia gabut dan tidak ngapa ngapain, jadi Dion memutuskan untuk mengecek beberapa berkas yang ada di atas meja kerja Dewa.
Bunyi suara pintu terbuka, menampilkan Riko yang sedang memegang sebuah map masuk ke dalam.
"Permisi, pak Dew— Lo ngapain di sini?" tanya Riko. Ucapannya terhenti saat melihat Dion duduk di sana.
"Terserah gue lah mau ngapain, dan lo ngapain masuk ke sini?" tanya Dion.
"Pak Dewa minta gue buat mengerjakan laporan ini, jadi gue mau mengantarkannya ke sini. Dan di mana pak Dewa?"
"Bikin kopi. Silakan tinggalkan aja laporannya, dan lo boleh pergi. Gue eneg liat wajah lo," jawab Dion sarkas.
Riko menatap sinis Dion, begitu juga dengan Dion. Riko meletakkan laporannya di meja yang ada didepan Dion lalu pergi begitu saja.
"Tidak sopan, kayanya gue beneran harus pecat dia," ujar Dion. Dia mengambil laporan yang dibikin oleh Riko.
"Lumayan, tapi gue nggak suka sama sikapnya," Dion sedikit mengakui bahwa Riko cukup hebat. Tapi tetap saja yang namanya tuan muda Dion yang terhormat tidak mau mengakui secara pasti seseorang yang sudah dia tidak suka, terlebih Riko cukup dekat dengan Dera, calon Dion.
Tak lama setelah Riko pergi, Dewa masuk lalu meletakkan secangkir kopi di depan Dion.
"Punya lo," Dion mengangguk.
"Kakakku bakalan datang," ujar Dion lalu menyeruput kopinya pelan.
"Ngapain?" tanya Dewa.
"Mana gue tau, lp pikir dia siapanya gue?"
"Saudara lo kan?" tanya Dewa.
"Bahkan gue jijik untuk mengakui hal itu," jawab Dion jijik.
Setelah itu Dion kembali memeriksa beberapa laporan yang ada dibantu oleh Dewa. Namun dia mendengar sebuah keributan di luar ruangannya. Dion dan Dewa memutuskan untuk keluar memeriksa apa yang terjadi.
"Dia siapa?" tanya karyawan satu.
"Gak tau, yang gue dengar dia adalah kakak dari yang punya perusahaan ini," jawab karyawan yang lainnya.
"Kakak pak Dewa?" tanya karyawan satu itu lagi.
"Mungkin," jawab yang lain.
Dion dan Dewa mendengar hal itu, lalu mereka menghampiri sosok yang sedang berdiri menatap sekeliling kantor.
"Lo ngapain di sini?" tanya Dion malas pada kakaknya sendiri, meski Arya adalah kakaknya, tetapi hubungan Dion dan Arya tidak baik, mereka selalu saja berpendapat beda, sehingga tidak ada kecocokan antara keduanya.
"Gue cuma memastikan satu hal," jawab pria itu.
"Apa?" tanya Dion.
"Kalau seseorang yang gue kenal bekerja di sini," jawabnya.
"Siapa?" tanya Dewa. Saat Dewa mengeluarkan pernyataan itu, Dera muncul dengan wajah yang terkejut.