Badan Dera sudah sehat kembali, ia memutuskan untuk kembali bekerja, ia tak mau pekerjaannya jadi menumpuk.
"Woi Dera," sapa Widya semangat.
"Eh kamu Wid, kenapa?"
"Gimana kemarin, kamu sakit banget ya? Soalnya kemarin waktu kamu datang ke kantor lagi sakit itu, aku mau bantuin kamu, eh malah dibawa cowok ganteng itu ke mobil," jelas Widya. Sungguh sebenarnya Widya sangat penasaran apa hubungan Dera dengan cowok kemarin, sampai ninggalin Riko.
"Iya Wid, kemarin aku lagi gak enak badan, badan panas tapi Pak Dewa malah nyuruh datang ke kantor, kemarin aja aku dateng cuma pake baju rumah saking gak ada tenaga untuk ganti baju, dan bukan hanya itu! Tapi juga karena tuntutan Pak Dewa," jelas Dera.
"Emang ya pak bos itu gak ada hati banget, kesel banget aku sama dia, udah gitu kerjaannya marah-marah doang, males banget," ujarnya membara memang ya Widya kalau membahas pak bos pasti paling semangat.
Dera cuma menimpali dengan anggukan. Tiba-tiba saja pak Dewa keluar dari lift, membuat dua insan yang tengah asik menghibah bosnya tersentak kaget, mereka berdua kaku total dan tak lupa menyapa pak Dewa.
"Selamat pagi, Pak," sapa Dera dan Widya. Saat ingin lajut jalan langkah mereka terhenti oleh kalimat pak Dewa.
"Saya minta maaf ya Dera, sudah menyuruh kamu datang ke kantor tanpa mempertimbangkan kondisi kamu," ujarnya dengan wajah datarnya seperti biasa. Namun, Dera bisa lihat ketulusan dimata Pak Dewa.
"Iya pak, sudah saya maafkan. Saya juga mengerti dengan posisi saya!" jawan Dera. Pak Dewa mengganguk puas lalu lanjut pergi menuju keruangannya.
"Anjir ternyata pak Dewa bisa minta maaf juga ya?" ucap Widya kagum.
"Walaupun wajahnya datar aja sih,"
"Udah gak apa-apa kok Widya, yang penting mah minta maaf kan?"
"Iya juga ya!"
***
Kini rutinitas Dera kembali seperti semula, kembali menaut dengan berkas-berkas yang menumpuk ini, ini akan jadi hari yang panjang bagi Dera.
Telah tiba jam istirahat di kantornya dengan segera Dera merapikan mejanya, cacing diperutnya sudah berdemo untuk diberi makan. Saat Dera hendak melangkah keluar ruangan, sudah ada Riko yg berdiri di depan pintu keluar.
"Hay, Der!" sapa Riko.
"Hay Riko, sumpah aku minta maaf banget kemarin aku langsung ninggalin kamu gitu aja," ujar Dera meminta maaf, ia benar-benar merasa tidak enak kepada Riko.
"Tidak apa-apa kok Dera, yang penting keadaanmu sekarang gimana? Udah mendingan?" tanya Riko khawatir.
Dera tersenyum.
"Aku udah baikan kok, badan pun juga udah enakan sekarang,"
"Syukurlah,"
"Dera, kamu mau makan bareng gak sama?" ajak Riko. Dia menatap Dera penuh harap, Dera pun yang dihadiahi tatapan seperti itu mana tega menolak.
Mereka duduk berdua di meja sudut dekat taman, pesanan mereka sudah sampai, saat mereka asik berbincang tentang pekerjaan, tiba-tiba saja bangku dera terasa bertambah berat, Dera terlonjak kaget, kenapa Dion ada di sini.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Dera kaget setengah mati.
"Mau makan lah, mau ngapain lagi?" ucapnya acuh.
"Kamu tau gak ini kantorku, gak sembarangan orang bisa masuk, dan kamu tiba-tiba aja ada di sini, pegawai juga bukan, nanti kelihatan satpamnya gimana?"
"Tenang aja sih Ra, ayo lanjut makan lagi aja, atau mau aku suapin?"
Apakah mereka berdua tidak melihat kehadiran Riko di sini? Apakah dia sudah menjadi makhluk ghaib? Riko berdehem kencang, Dera tersadar.
"Ya ampun maaf banget ya Riko, aku jadi mengacuhkanmu," ucap Dera tak enak hati kepada Riko.
"Tidak apa-apa kok, Dera,"
"Oh iya kalau boleh tau kamu siapa ya? Bukan kah tidak boleh sembarang orang masuk kantor?"
Dion memandang remeh ke arah Riko, Riko yang diberi tatapan seperti itu pun tersulit emosi. Namun, dia harus menahannya tidak mungkin dia berantem di sini.
"Apa urusanmu? Satpam saja gak masalah, kalau emang gaj boleh masuk ke sini, mungkin aku sudah diseret security keluar,"
"Benar juga," pikir Dera.
"Dion kamu ngapain di sini? Ini aku serius nanya nih," matanya menyelidik Dion.
"Biasa aja lihatnya Dera, aku tahu aku ganteng," ucapan kepedean Dion dihadiahi tatapan kesal oleh Riko.
"Aku cuma lagi lihat-lihat kantor terus gak sengaja lihat kamu di kantin, jadi aku samperin."
"Ngapain kamu lihat kantor?"
"Kepo kamu," ucapnya mengejek. Kali ini Dera sudah muak bertanya kepada Dion, dia hanya menghadiahi dengan memutar matanya malas.
Sumpah Riko sangat benci dengan lelaki di depannya ini, kenapa dia selalu merecoki dirinya berdua dengan Dera.
"Dera kamu udah siap makan?" akhirnya Riko mengeluarkan kembali suaranya.
"Eeh udah kok," segeralah di bereskan piring untuk dibawa ke tempat piring diletakan.
Saat ia hendak pergi bersama Riko tangannya ditahan oleh Dion.
"Lepasin Dion, aku bentar lagi mau kerja lagi," mohonnya Dera, tapi Dion tetap tak berkutik malah mempererat genggamannya.
"Kamu tidak mengerti juga? Dera ingin tangannya dilepas!" bentak pelan Riko, kini Dion sudah berdiri berhadap hadapan dengan Riko, mereka saling memasang tatapan kemusuhan satu sama lain.
Dera cemas total dia sedang berada ditempat yg serbasalah, ia risau apakah Riko dan Dion akan berantem di sini. Dengan cekatan dia halangi mereka berdua menjauh.
"Udah jangan berantem gitu, ingat ini kantor, Riko udah yok kita balik lagi keruangan, terus kamu Dion, kamu pulang aja, tau ke mana lah ngurus pekerjaanmu, aku udah masuk kerja lagi jadi aku harus bergegas balik keruangan!"
Dion tak terima apalagi melihat senyuman puas lelaki sialan ini, apakah dia seneng, mau rasanya Dion pecat dia dari sini, tapi Dion tidak mau menggunakan kuasanya dalam bersaing.
"Ya udah, ayo Dera kembali keruangan kita," Riko meraih tangannya membawa Dera jalan bersama. Sebenarnya dia tak enak hati kepada Dion, tapi entah kenapa sikap Dion makin ke sini makin aneh.
Dion sudah berada di dalam mobil ia pukul sotir mobil untuk meluapkan amarahnya.
"Shit apa-apaan si Riko, Riko itu? Ke mana-mana membawa Dera, dan yang lebih sialan lagi dia menggenggam tangan Dera!" batin Dion lagi, dia saja jarang melakukan hal itu.
Tiba-tiba kalimat Dewa melintas dipikirannya, haruskah dia mengaku perasaannya kepada Dera, karena jujur dia tak bisa lagi menahan rasa suka nya kepada Dera. Andai Dera tau bagaimana secinta apa dia kepada Dera. oke Dion bisa gila kalau masih berada di sini ia putuskan untuk pergi berkeliling untuk menjernihkan rasa cemburunya dari kejadian tadi.
Dera masih kepikiran dengan raut wajah Dion tadi, sepertinya Dion benar-benar marah kepadanya, tapi ia heran kenapa bisa Dion bisa marah segitunya, apakah dia cemburu? Dera menggeleng, gak mungkin Dion cemburu pada Riko, sepertinya Dera terlalu percaya diri, walaupun itu cuma tekanman saja tapi itu bisa membuat perutnya tergelitik seperti ada kupu-kupu didalamnya, di dalam hati kecil Dera, dia berharap memang benar Dion cemburu.