Saat Dion berkeliling perusahaan, dia melihat Dera dan Riko yang sedang bergandengan tangan entah mau pergi ke mana. Dion terus menatap punggung Dera yang mulai menjauh dari pandangannya. Dalam hatinya, Dion bertanya apa hubungan Dera dengan pria yang bernama Riko itu.
"Sial, kenapa aku jadi panas gini," gerutu Dion.
" Aku harus cari tau!" Lanjutnya.
Dion diam-diam mengikuti Dera dari belakang tanpa sepengetahuan Dera maupun Riko. Sesekali Dion mengumpat kasar karena melihat Dera tertawa bersama Riko.
"Aku aja gak pernah kaya gitu sama dia," ujar Dion kesal. Ia merasakan hawa di sekitarnya panas. Tanpa pikir panjang dia berbalik dan menjauh dari Dera dan Riko. Dion masuk keruangan Dewa.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Dion masuk lalu langsung menyeret Dewa yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya.
"Woi, santai dong," ujar Dewa kaget. Dia berdiri lalu Dion duduk mengambil alih kursi yang diduduki oleh Dewa tadi. Sedangkan Dewa mau tidak mau harus beranjak. Dewa mengambil laptopnya lalu duduk di kursi yang ada di depan Dion.
"Kamu kenapa sih? Kek cewek lagi datang bulan tau nggak?" ujar Dewa kesal.
Bagaimana tidak kesal, dia sedang membuat sebuah laporan yang diminta Dion, tapi malah di ganggu sama orangnya.
"Kamu tau, tadi aku lihat Dera sama tuh cowok sialan gandengan tangan." Dion memukul meja dengan telapak tangannya. Lalu setelah itu dia mengipaskan tangannya yang terasa panas akibat memukul meja.
"Kamu aneh tau nggak, aku udah pernah bilang kalau kamu suka dia, kamu kejar, jangan kaya gini, kekanak-kanakan tau nggak!" sahut Dewa.
Dewa bukan bermaksud
mengomeli Dion atau menggurui Dion, tapi dia hanya kesal karena sikap bodoh sahabatnya itu yang terkadang sering bertindak ceroboh dan gegabah.
Dion hanya diam mendengarkan ceramah singkat dari Dewa.
"Aku harus apa?" tanya Dion. Dia menunduk bingung. Dewa menghela napas pelan. Ia berdiri lalu menepuk pelan pundak Dion. Dion menatap dewa.
"Berjuang Yon. Perjuangin rasa cintamu itu dan kejar dia!" saran Dewa. Dion mengangguk lalu berdiri meninggalkan Dewa.
"Sama-sama," sahut Dewa. Dion berhenti lalu membalikkan badannya lalu tersenyum.
"Thanks Bro, aku tunggu laporanmu hari ini," setelah mengatakan itu, Dion keluar dari ruangan Dewa.
Dion berkeliling mencari Dera. Saat di taman perusahaan dia melihat Dera yang sedang duduk sendirian dengan sebuah laptop dihadapannya.
"Hey, sendirian aja buk?" Canda Dion.
"Seperti yang kamu lihat sendiri, dan kamu ngapain masih di sini?" tanya Dera ketus.
"Gak ngapa-ngapain, cuma gabut doang," jawab Dion, dia cukup terkejut karena kena semprot Dera.
"Aku duduk di sini yah?" Belum sempat Dera menjawab, Dion sudah duduk disebelah Dera, sedangkan Dera hanya bisa menghela napas panjang.
"Cowok yang tadi sama kamu mana?" tanya Dion, yang dia maksud adalah Riko.
"Udah balik kerja," jawab Dera.
Dion mengangguk lalu memperhatikan Dera yang sibuk dengan laptopnya.
"Kok kamu gak balik ke ruangan?" tanya Dion.
"Bosan, aku pengen nyari referensi di sini, pak Dewa memintaku buat ngerjain sesuatu," jelas Dera.
"Mau aku bantuin nggak?" tawar Dion.
"Gak perlu. Kamu ngapain sih di sini? Aku heran kok bisa satpam gak ngusir?" tanya Dera heran.
Dion yang mendengar itu tertawa pelan.
"Nanti kamu juga akan tau sendiri," Dion mengacak pelan rambut Dera. Hal itu sontak membuat wajah Dera memerah dan panas. Dera baper, tentu saja.
"A-apa apaan sih!" ujar Dera gugup.
"Kamu kenapa? Kok mukamu merah? Kamu lagi sakit?" tanya Dion, dia mengecek dahi Dera untuk memastikan kalau Dera tidak sakit seperti kemarin.
"Ma-mau ngapain?" tanya Dera. Ia berusaha menghindar dari Dion yang mendekat.
"Gak panas kok, tapi kok mukamu merah?" tanya Dion. Dalam hati Dion tertawa senang karena berhasil mengisengi Dera.
"Dion, lepasin gak. Minggir, aku mau balik ke dalam," Dera mendorong pelan bahu Dion lalu pergi. Tapi dorongan itu memberikan efek kaget bagi Dion dan membuat Dion yang duduk di tepi menjadi tidak seimbang lalu jatuh.
Gubrak!
Dion terjatuh. Ia meringis mengelus kepalanya yang terbentur.
"Shh," Dion meringis kesakitan.
"Dion, kamu baik baik aja?" Tanya Dera panik. Dion tersenyum licik, padahal kepalanya tidak kenapa kenapa tapi dia akan kembali mengisengi Dera.
"Sakit Der, kepalaku pusing," keluh Dion. Dera menghampiri Dion lalu membantunya berdiri.
Dion berdiri dibantu oleh Dera, tapi saat berdiri Dion oleng lalu di sambut cepat oleh Dera.
"Kami baik-baik aja?" tanya Dera panik.
"Aku baik-baik aja, cuma kepala gue pusing mungkin karena terbentur tadi," jawab Dion. Dia tersenyum senang dalam hatinya lalu memijat pelan kepalanya seolah itu beneran sakit.
"Kita ke rumah sakit yah," tawar Dera. Dion menggeleng.
"Gak perlu, Ra, aku baik-baik aja kok!" jawab Dion tersenyum.
Sejujurnya dia tidak tega membuat Dera panik, tapi mungkin ini akan menjadi salah satu keseruan yang harus dia lakukan sehari-hari.
"Duduk dulu, aku cariin minuman dulu buat lo," Dera membantu Dion duduk lalu pergi setelah memastikan kalau Dion baik-baik saja untuk di tinggal.
"Jangan kemana-mana, tunggu aku di sini!" Dion mengangguk.
Setelah melihat Dera yang pergi mencari air, ia melihat ponsel Dera yang tertinggal di sana tepat di sebelah laptopnya yang masih menyala menampilkan word laporan yang dia bikin. Lalu ponsel itu berdering menandakan sebuah panggilan masuk.
"Riko?" batin Dion.
"Nih bocah ngapain sih gangguin calonku, harus kah aku pecat nih anak?" gumam Dion lalu menolak panggilan itu.
Dion menghapus nomor Riko dari kontak ponsel Dera yang kebetulan tidak terkunci.
Setelah memastikan bahwa ponsel Dera sudah aman, Dion meletakkan kembali ponsel itu lalu tak lama kemudian Dera kembali membawa plastik yang berisi air mineral, es batu dan juga beberapa plester.
"Sorry, aku lama. Tadi warung depan sebelah sana nggak buka, jadi aku harus cari warung lain,"
"Gak apa-apa Ra, santai aja lagi pula aku udah baik baik aja kok," jawab Dion.
"Nih minum dulu," Dera membukakan botol air mineral itu untuk Dion tapi dia kesulitan.
"Sini, biar aku aja," Dera mengangguk lalu memberikan botol air mineral itu kepada Dion. Selagi Dion membuka dan meminum airnya, Dera mengompres kepala Dion dengan es batu agar apabila ada benjolan maka akan cepat mengempis. Tak lupa Dera juga menempelkan plester yang ia beli tadi pada siku Dion yang terluka karena bergesekan dengan lantai.
"Thanks ya, Ra" ucap Dion.
"Sama-sama dan sorry untuk yang tadi."
Dion mengangguk lalu mengacak-acak rambut Dera. Dion tertawa melihat Dera yang gugup sedangkan Dera berusaha mengalihkan wajahnya agar Dion tidak terus mengejeknya.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka.