Arielle menggenggam tangan Tania begitu erat. Ia enggam melepaskannya. Mengingat terakhir kali ia melepaskan genggaman wanita itu, Arielle kehilangan Tania.
Ronan yang melihat Arielle duduk dalam diam, keluar dari ruangan tersebut untuk memberikan waktu untuk Arielle bersama pelayannya. Seorang pengawal memberikan Ronan sebuah bangku agar rajanya bisa beristirahat dengan nyaman.
Ronan merasa aneh dengan dirinya sendiri. Sejak kapan dirinya rela merepotkan diri seperti ini demi orang lain? Bunyi kayu terbakar memenuhi indera pendengarannya. Ia menatap kosong api di perapian.
Ia hanya tidak ingin gadis itu merasa tak nyaman berada di Utara. Meskipun begitu, setiap urusan tamu kerajaan akan selalu ia serahkan pada Lucas. Tak pernah dirinya ikut campur seperti ini.
Entahlah, Ronan sendiri merasa bingung. Ia seperti ditarik untuk selalu mendekat pada gadis itu. Sial, bahkan gadis itu bukanlah tipenya tapi ia sama sekali tak bisa melepaskan pandangannya dari Arielle. Baginya Arielle memiliki kharisma tersendiri. Ia bisa melihat apa pun yang dilakukan oleh gadis itu tanpa merasa bosan.
Senyumnya terukir mengingat betapa semangatnya gadis itu ketika mencoba buah Frostberry.
Tak seberapa lama, ingatannya melayang ke saat Arielle menampakkan ekspresi kagum saat mendengarkan penjelasan Pendeta Elis mengenai aliran mana dan konsep trigram.
Kemudian saat di aula Cathedral, Ronan melihat Arielle menangis karena merindukan pelayannya.
Benar, gadis itu menangisi seorang pelayan yang bahkan jika hilang satu pun bisa digantikan dengan yang baru. Biasanya Ronan benar-benar tak peduli dengan urusan seperti itu.
Namun, melihat Arielle memohon untuk mencari pelayannya, Ronan tanpa berpikir panjang mengerahkan prajuritnya untuk mencari seorang pelayan bernama Tania Wilson.
Di dalam kamar penginapan, Arielle terus menggenggam tangan Tania. Wanita tua itu merasa kehangatan di tangannya dan perlahan membuka matanya. Cahaya temaram dari lampu minyak yang diletakkan di atas nakas tak terlalu mengganggu pandangannya.
"Tania? Tania…" panggil Arielle berharap Tania bisa mendengarnya.
"Putri Arielle?"
"Iya! Ini aku, Arielle! Tania… a-apa yang telah terjadi padamu?" tanya Arielle dengan air mata yang mulai membasahi wajahnya kembali.
Tania memaksakan tubuhnya yang kesakitan bangkit untuk duduk. "Yang Mulia… Anda selamat? Apakah Anda baik-baik saja? Maafkan hamba yang telah meninggalkan Anda sendirian…."
Arielle menangis lebih kencang sekarang. Ia menggeleng meminta Tania untuk tidak mengkhawatirkannya.
"Aku baik-baik saja…"
Tania menggigit bibirnya menahan diri untuk tidak menangis. Selama delapan belas tahun ia menjaga Arielle. Ini pertama kalinya ia melihat gadis itu menangis tersedu-sedu.
"Apakah Northendell memperlakukanmu dengan buruk? Mereka tidak melukaimu kan, Yang Mulia?"
Arielle menggeleng pelan. Ia tersenyum menghilangkan kekhawatiran Tania. Wajar jika Tania khawatir tentang keadaannya. Ia pergi menuju Utara sebagai tahanan.
Di Nieverdell, setiap tahanan diperlakukan sungguh mengerikan. Sehingga Arielle dan Tania sudah memiliki ekspektasi bahwa hidupnya nanti di Northendell sebagai tahanan juga akan menderita.
"Aku baik-baik saja, Tania… Northendell memperlakukanku dengan sangat baik…." kata Arielle menenangkan pelayannya.
Tania memperhatikan Arielle dari atas hingga bawah. Majikannya itu jelas terlihat baik-baik saja meskipun bibirnya sedikit bergetar habis menangis dan juga karena udara dingin yang masuk ke dalam ruangan melalui beberapa celah kecil di dinding kamar.
Tania menyentuh dua mantel yang terlihat berbeda.
"Ah, ini milik Raja Ronan. Ia meminjamkannya karena di luar sangat dingin."
"Ra-Raja Ronan meminjamkan mantelnya?" tanya Tania tak percaya. Arielle menjawab dengan sebuah anggukan kecil.
Belum sempat Tania bertanya lebih lanjut, Arielle menggenggam tangannya erat. "Tania… Sebenarnya apa yang terjadi kepadamu?" Suara gadis itu sungguh pelan membuat Tania merasa bersalah sudah membuat Putri Arielle sekhawatir ini.
Wanita itu menyentuh kepalanya yang telah diperban sederhana. Tubuhnya kembali bergetar merasa ketakutan luar biasa.
"Setelah Yang Mulia terjatuh, aku mencoba untuk terjun menolong Putri Arielle. Namun…" suaranya tercekat dan tangannya yang bergetar menggenggam lehernya. "Sebuah tali menjerat leherku begitu kuat. Aku terseret cukup jauh. Rasanya aku hampir mati pada saat itu…"
Arielle menahan napas mendengar cerita Tania. Namun, ia berusaha tidak menunjukkan kekuatirannya. "Lalu… apa yang terjadi? Buktinya kau selamat, kan?"
Tania menelan ludah sebelum kemudian melanjutkan penjelasannya. "Tiba-tiba segerombolan serigala mengelilingi kami dan menerjang para bandit. Melihat para bandit yang sibuk melawan serigala-serigala itu aku pun kabur. Aku berlari sekencang mungkin namun. Aku terjatuh di tempat yang sama seperti tempat Yang Mulia jatuh namun aku tak menemukan Yang Mulia di sana…."
Tania mulai menangis mengingat betapa kalut dirinya mencari keberadaan Arielle. "Aku benar-benar putus asa saat tak menemukan Yang Mulia dimana-mana… Malam itu juga salju turun begitu lebat. Aku beristirahat di sebuah gua terdekat yang tak sengaja kutemukan saat badai salju."
Ia menambahkan, "Dua hari aku tak bisa keluar dan di saat salju berhenti turun, aku kembali mencari Yang Mulia kemana saja. Aku tak tahu jalan di Northendell. Aku hanya mengikuti instingku dan berakhir di kota ini… Terakhir yang aku ingat, aku pingsan di alun-alun kota setelah berjalan kian kemari bertanya tentang keberadaan Yang Mulia…."
"Oh, Tania…." Arielle memeluk Tania yang masih menangis.
"Tapi aku sangat bersyukur… aku masih diberi kesempatan untuk bertemu Yang mulia lagi," ujar Tania dengan suara bergetar.
Arielle menghapus air matanya sendiri. Ia tak membalas apa pun. Apa yang sudah Tania lalui adalah sebuah kengerian luar biasa. Mereka yang selalu hidup damai di Nieverdell tiba-tiba dihadapkan oleh sebauh peristiwa yang menyeramkan. Arielle khawatir, kejadian itu akan menimbulkan trauma untuk Tania.
Pintu kamar diketuk dan kali ini Lucas muncul menyapa Arielle.
"Moon maaf mengganggu waktunya, Yang Mulia. Namun kereta telah tiba, sudah waktunya Yang Mulia untuk kembali ke istana."
"Apakah Tania akan ikut denganku?"
"Tentu saja, yang Mulia," jawab Lucas sopan.
Dua orang pria yang merupakan prajurit dari Northendell, membantu Tania berdiri. Arielle membantu memasangkan mantel milik Tania yang sudah sobek di beberapa tempat.
"Tolong membawanya dengan hati-hati," pesan Arielle gugup. Ia hanya khawatir karena kondisi Tania masih sangat lemah.
Ronan sudah menunggu di depan penginapan. Kini ia tengah berbincang dengan William mengenai pekerjaan yang menanti di istana. Beberapa saat kemudian, Lucas keluar dari penginapan di susul oleh dua orang prajurit yang tengah membantu tania berjalan menuju kereta kuda.
Ronan mengangkat tangannya menyuruh William berhenti berbicara kemudian meninggalkan Ksatria itu yang mendesah panjang. Ronan menghampiri Arielle yang menyusul di belakang Tania.
"Semua baik-baik saja?" tanya Ronan kepada Arielle.
Gadis itu menggigit ibu jarinya memperhatikan dua prajurit yang mengangkat Tania.
"I-iya," jawab Arielle masih menatap Tania dengan khawatir. Ronan mengetatkan rahangnya, merasa diacuhkan.
Arielle baru bisa bernapas lega saat Tania setelah direbahkan di kursi kereta. Ronan mengangkat kedua alisnya menunggu Arielle memberikannya sebuah perhatian.
"Oh iya…" Arielle teringat sesuatu. Kali ini Arielle benar-benar melepaskan mantel milik Ronan. Karena khawatir pria itu kembali melepaskannya dan memasangkannya kembali ke tubuhnya, Arielle berinisiatif memasangkannya sendiri pada tubuh pria itu.
"Terima kasih sudah meminjamkan mantel Anda, Yang Mulia. Namun kali ini Anda harus benar-benar mengenakannya. Aku tidak ingin Yang Mulia sampai jatuh sakit karenaku…."
Ronan memperhatikan kedua alis gadis di depannya yang berkerut. Ia menatap mantel miliknya yang sudah kembali ke tubuhnya. Matanya menganalisis dengan tajam saat Arielle memasangkan kaitan mantel di depan dadanya.
"Dengan begini Yang mulia tidak akan kedinginan."
Ronan menarik salah satu ujung bibirnya merasa lucu dengan tindakan gadis itu. Ia menawarkan tangannya untuk membantu Arielle naik ke atas kereta. Arielle pun menerimanya.
"Terima kasih," ungkap Arielle saat ia berhasil naik kereta dengan mudah. Kedua tangan mereka saling menggenggam erat sampai Arielle pun melepaskannya terlebih dahulu. Setelah pintu kereta ditutup oleh Lucas, Ronan berbalik menuju kudanya.
William dan Lucas memperhatikan keduanya dengan seksama. Setelah Ronan menarik tali kekang kudanya, keduanya pun ikut naik ke dua mereka masing-masing dan rombongan tersebut kembali ke istana Northendell.